Mohon tunggu...
David Olin
David Olin Mohon Tunggu... Pustakawan - Pemerhati Bahasa, Memberi Hati Pada Bahasa, Meluaskan Dunia Lewat Bahasa

Setiap kali menatap mentari, bulan selalu mendapat cahaya baru.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Review Buku Epistemology: Classic Problems and Contemporary Responses

5 April 2022   09:19 Diperbarui: 5 April 2022   09:28 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Tanggapan Kritis

 Dalam bagian pertama, BonJour menilai bahwa epistemologi Cartesian merupakan pendekatan yang dapat dijadikan titik awal untuk melihat persoalan epistemologi secara umum. Bagian ini  memperlihatkan bahwa epistemologi Cartesian bukannya tanpa kelemahan. Solusi yang diberikan untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut masih perlu dielaborasi lebih lanjut lagi. Sebab, pandangan Cartesian yang paling optimistik sekalipun masih belum bisa sepenuhnya menjawab tantangan itu.

 Pada bagian kedua, BonJour berkeyakinan bahwa semua alternatif tidak bisa menggantikan epistemologi Cartesian sama sekali. Sebab, upaya apapun yang digunakan untuk mengatasi kesulitan yang ditimbulkan oleh epistemologi Descartes hanya akan menuntun kita pada posisi yang lebih sulit dipertahankan.

 Selain itu, kini dikenal pula semacam "aliran" dalam epistemologi . Ada yang namanya virtue epistemologi (persoalan epistemologi semestinya membatasi diri pada persoalan tertentu, misalnya pemahaman, keteguhan intelektual, keterbukaan pikiran, dsb). Ada pula epistemologi sosial (mengkaji bagaimana pengetahuan diciptakan dan disebarluaskan). Selain itu, ada juga epistemologi feminis. Bagi BonJour, pendekatan-pendekatan ini juga tidak bisa menjadi alternatif yang memadai bagi pendekatan tradisional Descartes. Malahan semua itu dapat melengkapi apa yang kurang pada epistemologi Descartes.

 

Sekarang kita beralih pada kesimpulan berikutnya dari Bonjour. Menurutnya, kritik atas epistemologi Descartes mulai dari Hume, Kant, hingga Quine dan Rorty selalu melihat epistemologi Descartes sebagai suatu being. Bagi BonJour, epistemologi Descartes diperlakukan sebagai "ontologi" dan bukannya suatu epistemologi. Epistemologi Descartes menjadi kurang berkembang karena para pemikir selalu berupaya menghindari topik sentral yang ada pada jantungnya. Mereka semua langsung mengerahkan segala daya upaya untuk menyediakan "alternatif" bagi epistemologi Descartes sebelum mengkajinya dengan saksama.

Menurut saya (penulis laporan buku ini), BonJour tidak hanya memaparkan suatu pengantar atas epistemologi, tetapi juga melatih para pembacanya untuk berpikir secara dialektis. Sejak awal, BonJour sudah mengingatkan para pembaca untuk tidak terburu-buru memberi evaluasi atas suatu pandangan sebelum memahami pandangan itu dengan baik. Selain itu, BonJour juga menyediakan ruang agar para pembaca bisa ikut dalam seluruh proses dialektika tersebut.

 BonJour sendiri masih yakin bahwa epistemologi Descartes -- di samping segala kekurangannya -- merupakan titik pijak yang sangat penting. Hikmah penting dari epistemologi Descartes adalah kenyataan bahwa sebenarnya akal budi manusia memiliki kemampuan untuk mengetahui. [4] Kegiatan mengetahui yang termaktub dalam cogito merupakan bukti yang jelas bagi keberadaan aku atau subjek yang menyatakan putusan tersebut.

Pembaca buku ini diberikan kebebasan untuk setuju atau tidak setuju dengan keyakinan yang dianut oleh BonJour. Saya sendiri melihat bahwa persoalan epistemologi Descartes bukanlah suatu persoalan yang mudah untuk dikaji. Namun, saya setuju dengan cara BonJour memberi tempat yang cukup luas untuk membahas hal itu. Banyak argumen yang ia gunakan dalam buku ini menjadi ibarat benih. BonJour -- dan juga saya -- berharap bahwa benih-benih itu bisa tumbuh dalam benak pembaca demi perkembangan diskusi epistemologi selanjutnya.

Sumber Pendukung:

 Sudarminta, J. 2002. Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta: Kanisius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun