22 November 2013 pukul 11:29 Alkisah suatu hari ada guru besar di salah satu perguruan tinggi pesantren pertama di negara Republik Indonesia posisinya di tengah-tengah sawah, sebut saja namanya Dr. Abdul. Para mahasiswa pun sangat mengagumi sosok beliau karena kecerdasan bahas Arab yang dimilikinya, serta pengalaman kuliah di salah satu perguruan tertua di dunia sehingga membuat ucapan dalam bahasa Arab sangat fashih. Tepatnya hari Selasa 18/11/2013 waktu itu sekitar pukul 80:00 para mahasiswa pascasarjana Program Kaderisasi Ulama’ VII (PKU) sudah siap siaga masuk kelas dan menanti kedatangan Doktor pakar bahasa Arab mengajar “Sejarah Peradaban Islam”. “Assalamu’alakum warahmatullahi wabarokatuh ” Dr. Abdul memulai mengampu materinya “Wa’alakumusalam warohmatullahi wabarokatuh ” Jawab para mahasiswa sangat serentak Seperti biasanya sang Doktor sebelum mengampu mengabsen satu persatu mahasiswanya, untuk mengecek siapa saja yang hadir dan berhalangan hadir kala itu. “Syahidi, Yasin, Yoke, Hery, Hifni, Syaifandi, Eko, Faiz, Anton, Aziz, Joko, Imron, Faruq, Athar, Kholid, Mujib, Lukman, Syam’un, Hasan, Fu’adz, Ilham, Lailatun” sahutnya hingga nama terakhir dari absen. Dr. Abdul menanyakan dua orang mahasiswa favoritnya“Ilaa Aina (kemana) Syihab wa Fu’adzi?” “Innahuma kaanaa kaburo ustadz (maksudnya kabur)” Jawab Yoke yang juga mahasiswa kesayangannya sambil tersenyum. Mahasiswa pun seketika tertawa terbahak-bahak mendengar Jawaban Yoke yang begitu polosnya “hahahahahhahahahahhahaha........”. Faiz teman dekat diskusinya (biasa kalau sambil diskusi makan tempe bakar di kota Ponorogo) “ Ah ente, bisa aja ngomong polos gituh ke pakar bahasa Arab”. “Iya dong, nyari sensai baru gituh biar ga monoton banget di kelas” sahut Yoke. Sang Doktor sambil tersenyum berusaha menghentikan suasana yang tidak karu-karuan itu “ kholas, yaa ikhwani uskutuu laa tadhakuu katsiron li’ana hadza tumitulqulub (udah, cukup diam saudara-saudaraku ingatlah jangan banyak tertawa karena akan mematikan hati). Akhirnya, suasanapun menjadi tenang karena mendengar suara yang dilontarkan dosen kebanggan semua mahasiswa yang terkenal dengan kebaikannya. “ Toyyib, Nabda’ Ta’alumana al-yaum bi qiro’ati al-fatihah ( Mari kita mulai belajar kita hari ini dengan membaca surat Al-Fatihah )” Tegas Dr. Abdul Dr. Abdul menanyakan mahasiswa yang presentasi “Al-‘Ana man qod ista’ada li’ilqoi al-maqolah ? ( Hari ini siapa yang sudah siap untuk presentasi? )”. “Ana Ustadzi” sahut Yoke Sang Doktor menegaskan kembali “ Tsuma, man Al-Akhor? (Kemudian, siapa lagi yang lainnya?)” Imron segera mengacungkan tangan “ Ana ustadz, musta’idun li ‘ilqo’i Al-Maqolah ( Saya ustdz, sudah siap nyampaikan makalahnya )”. Yoke dan Imron menyampaikan makalahnya tentang menjawab tantangan pemikiran kontemporer. Yoke sangat semangat memperestasikan makalah yang ditulisnya jauh-jauh hari, begitu juga halnya dengan Imron yang begitu menggebu-gebu mengutarakan tulisan di makalahnya. Setelah prentasi selesai dibuka forum tanya jawab, Yoke bisa menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan teman-teman sekelasnya. Sedangkan pada giliran Imron teradi perdebatan sangat sengit antar dua kubu, sebut saja salah satunya Anton wakil ketua kelas ia kurang setuju dengan makalah nya, karena dinilai rancu mengenai teori gunung sebagai pasaknya bumi yang dipermaslahkan oleh orang nasrani yang mengkuliti Al-Qur’an, bahwa qur’an itu tidak sesuai dengan keadaan serta fakta. Anton mulai bertanya “ Mohon maaf, sebelumnya saya mau menanyakan sesuatu dari apa yang dipaparkan saudara Imron”. “Ya boleh” Kata Imron. “Begini saya kurang sependapat dengan materi yang disampaikan saudara, karena kalau begitu jadinya berati anda menguatkan teorinya orang orientalis, kalau bisa coba ditelaah dan dicek kembali mengenai apa yang saudara sampaikan” sahut Anton. Pada akhirnya, Dr. Abdul menyarankan kepada Imron untuk menanyakan lagi kepada ahli nya di bidang vulkanik atau fisika mengenai hal ini. Tanpa disangka-sangaka sang Doktor mengatakan tiba-tiba tentang kondisi orang Arab tidak bisa berbahasa Arab dikarenakan dampak dari misi-misi para orientalis. “Tiga minggu yang lalu saya berada di negara Qatar menemui Dr. Yusuf Al-Qordawi” Kata sang pakar Arab. Mahasiswa pun tercengang mendengar perkataan nya itu “ subhanallah, luar biasa antum ustadz!!!” Dr. Abdul melanjutkan kata-katanya “ saya itu nginap di hotel, kemudian mencoba bertanya kepada sang resipsionis dengan bahasa Arab, tahu-tahu nya ia menjawabnya bahasa Inggris, sampai akhir saya nanya”. Yasin personil wartawan PKUnews sangat terhentak sebentar ngedengar kabar itu “ masa sich ustdza?” ujarnya dalam hati. Melihat Yasin tercengang seakan-akan tidak percaya, sang Doktor akhirnya menjelaskan sedetailnya mengenai penyebabnya. “Orang Arab sekarang ini sudah tidak bisa bahasa Arab yang fashohah/ fasih lagi disebabkan terkontaminasi bahasa Arab pergaulan sehari-hari (bahasa pasaran) dan bahasa asing (Inggris) sehingga hal ini menajadi kendala. Jauh dari pada itu orang orientalis mempunya visi serta misi, agar orang-orang Arab tidak paham Al-Qur’an dan Hadits sebagai landasan yang mengatur kehidupan sehari-hari” Tegas Dr. Abdul sang pakar bahasa Arab. Seketika itu Yasin sang wartawan junior terbenak dalam pikirannya dan mencatat baik-baik disebuah kertas ingin menuliskan jenis berita ini berupa “features” yang judulnya “Orang Arab pun tak bisa bicara Arab”. Tak lama dari itu sanga Doktor bahasa Arab menutup kuliahnya dengan do’a kafarotul majlis dan ucapan “Hamdalah”. Created By : Rizqi Fauzi Yasin/ mahasiswa pascasarjan PKU VII Darussalam University Gontor, Ponorogo, JawaTimur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H