Mohon tunggu...
PKPA Indonesia
PKPA Indonesia Mohon Tunggu... -

PKPA Indonesia adalah lembaga independen yang konsern terhadap perlindungan anak.\r\n\r\nsite: www.pkpaindonesia.org

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Keluarga Inspirator Pencegahan Kekerasan Seksual terhadap Anak

10 Juni 2016   11:49 Diperbarui: 10 Juni 2016   12:41 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dominasi pelaku kekerasan pada anak

d. memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada Anak.

Kembali kita mempertanyakan anomali tentang keluarga, mengapa banyak keluarga menjadi pelaku kekerasan terhadap anak, bahkan kekerasan seksual. Apakah karena kemiskinan? ya mungkin saja tapi Stereotipe ini terbantahkan karena faktanya korban maupun pelaku tidak hanya dari kalangan keluarga miskin. Lalu apakah karena pendidikan rendah? Faktor ini juga dapat terbantahkan karena data pelaku dan korban kekerasan juga berasal dari keluarga dengan pendidikan tinggi. Lalu apa faktor dominannya?, saya coba menelah sebuah cerita lepas di media sosial milik sahabat saya Rurita Ningrung, Direktur Fitra Sumatera Utara, berikut adalah penggalan ceritanya;

Keresahanku sebagai seorang perempuan, ibu, kakak, tante, budhe dll terhadap bahaya kekerasan seksual yang ada disekitar sudah semakin kritis, pengalaman masa kecil yang tidak menyenangkan dalam hidupku yang pernah berada pada posisi yang sama dengan si artis cantik Maia estianty (bedanya beliau artis cantik, awak artis dirumah mamak gangsar grin emoticon pipi donat)

Jika dulu hal-hal tersebut dianggap tabu untuk diadukan ke ortu, dicolek-colek atau dielus-elus oleh penjaga malam rumah dinas ortu adalah pengalaman yang sangat menjijikkan, belum lg jika dirumah kita ada saudara/family yang menginap beramai-ramai, kemungkinan menjadi "korban" kekerasan seksual semakin terbuka lebar bagi kami anak-anak dan perempuan ini, tidak pandang bulu, montok, putih, cantik, jelek atau pun pakaian tertutup, baju seksi, selimut tebal tetap saja kadangkala kemungkinan kami menjadi korban raba, atau dielus-elus, di"uwek-uwek" dengan tanda kutip menjadi rentan, walau kami si anak perempuan ini berada didalam kamar tertutup sekalipun.

Pengalaman-pengalaman itu membuat kami yang pernah menjadi korban mengalami trauma (ada yang menjadi pendiam, tomboy, galak, melankolis dll) tetapi rerata korban banyak memilih diam frown emoticon karena pelaku kerap berada disekitar kami, orang dekat dikeluarga, dengan wajah penuh senyum menjijikan dan kata-kata yang kami anggap bagai seringai memuakkan, hingga akhirnya setelah dewasa ada yg sukses memilih pasangan hidup atau ada yg memilih tdk menikah sama sekali (maaf ini data menurut feeling pemantauan beberapa korban). Tetapi dengan keterbatasanku sebagai anak-anak kala itu yang rajin membaca, aku sudah tau bahwa apa yang dilakukan oleh para "predator" itu bukanlah bentuk kasih sayang, melainkan upaya-upaya jahat untuk melampiaskan fikiran kotornya, tentu saja aku tetap diam dan sebisa mungkin menghindari para "predator" tesebut (Rurita Ningrum, FB.15/05/2016).

Penggalan cerita lepas ini selaras dengan cerita-cerita lain dalam banyak kasus yang ditangani PKPA sejak tahun 2000-an hingga saat ini. Menunjukkan betapa kuatnya ideologi patriarkhi yang dianut negara maupun masyarakat yang terwujud bukan saja pada peminggiran perempuan sebagai jenis kelamin, melainkan juga mereka yang senantiasa terpinggirkan (the voiceless), seperti anak, masyarakat miskin pedesaan, minoritas, difabel, dan masyarakat adat. Menempatkan perempuan (dewasa dan anak-anak) sebagai obyek seks, dan posisi anak sebagai sub-ordinat kekuasan orang dewasa. Kondisi lainnya adalah nilai-nilai agama, norma-norma sosial, dan kemanusiaan, tidak lagi hidup dan menjadi patron didalam kehidupan keluarga.

Menjadi keluarga inspirasi yuk!

Keluarga harus kembali menjadi institusi inti bagi perlindungan anak, mereka harus tumbuh dan berkembang dengan layak dari rumahnya. Bagaimana kita menjadi keluarga inspirasi bagi perlindungan anak?, saya bersama Yayasan PKPA telah mengumpulkan sejumlah model dari banyak sumber, pengalaman, dan belajar dari kasus-kasus yang pernah ditangani. Beberapa pendekatan untuk mencegah kekerasan seksual terhadap anak dan juga bagaimana respon jika terjadi kekerasan seksual, orang tua dan anggota keluarga lainnya dapat melakukan peran penting, caranya:

a. “Safe and unsafe touch” mengajarkan kepada anak-anak sejak dini tentang sentuhan aman dan tidak aman.

Sebuaha film animasi “katakan tidak” telah diproduksi oleh Yayasan PKPA sebagai media pembelajaran kepada masyarakat khususnya keluarga memperkenalkan kepada anak-anak tentang empat area pada tubuh anak-anak yang sangat “spesial” yakni di bagian mulut, dada, bokong, dan alat kelamin.

Mungkin sejak anak usia 2 tahun sudah diberikan pemahaman bahwa area-area tersebut hanya boleh di sentuh oleh orang yang sangat mereka percaya dan mereka mengerti bahwa sentuhan itu sehat dan aman. Mereka harus berani mengatakan “tidak” atau berteriak merasakan sentuhan yang dilakukan tidak sehat dan tidak aman.

slide1-jpg-575a4638907a611d052d5305.jpg
slide1-jpg-575a4638907a611d052d5305.jpg
.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun