Dari "Sate Laler" di Surabaya sampai Sop Kepala Ikan di Pantai Sanur... Lalat seakan mengikutiku pada saat makan enak di kedai kaki lima...
Saat asyik makan, serangga bersayap itu hinggap di tubuhmu, diusir lalu datang lagi... dan lagi...
Jangan kesal, jangan marah ! Mereka tidak menghinamu, apalagi melecehkanmu...
Sejatinya mereka justru mengagumimu... sebagaimana laron terpesona pada cahaya.
Tidak ada yang salah dengan lalat-lalat itu. Janganlah membunuhnya! Mahluk Tuhan itu tidak menyedot darahmu... atau  menyebarkan virus penyakit padamu...
Kita hanya "jijik" pada mereka... Kita yang merasa diri "bersih" jijik pada mereka yang kita anggap sebagai mahluk "kotor" yang suka mengerubungi "sampah".
Sebelum kita "menghakimi" sesama mahluk Tuhan... memposisikan diri sebagai mahluk "bersih" terhadap mahluk "kotor"... yakinkah kita "sebersih" itu? "Bersih" lahir batin, "suci" jiwa raga ?
Bukankah hanya karena kasih Tuhan, Dia-lah yang menyembunyikan segala aib, dosa dan kesalahan kita... pikiran kotor, niat jahat dan segala perbuatan maksiat yang kita sembunyikan dari orang lain.
Masih yakin, jika Tuhan "membuka" semua aib, kita lebih "bersih" dari lalat?
Sadarlah, "lalat" ada karena ada "sampah" di diri kita... karena kita belum mandi, masih belum bersih sepenuhnya. Mereka ada untuk membuat kita introspeksi, menyadari kekurangan yang "tersembunyi" pada diri kita. Mungkin bisa menyembunyikannya dari orang lain tapi kita tak dapat mengelabui lalat.
Pernah dengan kan istilah "garbage in, garbage out"Â tentang pengaruh buruk media dalam kehidupan modern ?
Secara spiritual, banyak "sampah" yang ada di hidup kita : luka batin, dendam, kebencian, pikiran toxic... yang semakin menumpuk... karena tak pernah dibersihkan... melalui "pembersihan jiwa".
"Sampah mental" di diri kita mengundang "lalat kehidupan" berupa stres, depresi dan psikosomatis yang kita anggap sebagai "musibah".
Mengapa kita tidak merubah mindset? ... untuk lebih mawas diri dibanding menyalahkan pihak lain, mencari hikmah di balik musibah... dan menyikapi hal positif dan negatif secara proporsional  (bukannya tes Covid PCR dan Antigen telah mengajarkan kita tentang hal  ini?)...
Jadi lain kali, kita dikerubungi lalat... jangan kesal apalagi naik darah. Anggap saja kita adalah selebritis yang sedang dikerubungi fans kita... Siapkan mental! Biarkan lalat-lalat itu mengagumi tubuh kita. Rasakan sensasi geli kita saat lalat-lalat itu hinggap dan berjalan di tubuh kita.
Mungkin mereka sedang mencari keteduhan dan perlindungan pada Anda... bagai kekasih yang sedang galau dan mencari bahu kekasihnya untuk menangis... "A shoulder to cry on"...
Anggap saja kita sedang Berbuat Baik pada mahluk Tuhan yang bernama Lalat...
*Pandji Kiansantang, Pantai Sanur, 15 Agustus 2022 jam 09.30 WITA... terilhami buku yang kubeli saat ikut training "Spiritual Healing for Living" di Surabaya pada 31 Juli 2022 : "Lalat dan Sampah : Mengungkap Rahasia Mengapa Tak Kunjung Sembuh" karya Muhammad Nadhif Khalyani.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H