....
 "Masjid Ibnu Batutah" di komplek "Puja Mandala" di Nusa Dua, Bali... satu-satunya Masjid di Indonesia yang memakai nama IBNU BATUTAH (1304-1368) tokoh favoritku : sang Penjelajah Dunia, pelopor Traveling modern asal Maroko, Afrika Utara.
Ada 3 Inspirasi Ibnu Batutah :
1). Pelopor "Solo Traveler" : menjelajah dunia seorang diri, tanpa teman seperjalanan atau dalam rombongan kafilah. Ini membutuhjan keberanian luar biasa... karena pada Abad Pertengahan saat itu keadaab sangat rawan untuk traveling, masih banyak perampokan dan peperangan dan hanya Unta sebagai "kendaraan" melintasi padang pasir. Karena niatnya mulia : ingin Naik Haji di tanah suci, beliau dikarunia perlindungan Illahi sehingga bisa bertualang seorang diri selama 30 tahun dari Afrika Utara, Timur Tengah, Asia Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara (singgah di Samudera Pasai, Aceh pada tahun 1345) sampai Cina ("Tuntutlah Ilmu sampai negeri Cina") dan melakukan perjalanan pulang ke tanah air
2). "Legacy" Traveling": Mengabadikan perjalanan dalam buku berjudul "Hadiah bagi para Pemerhati Negeri-negeri Asing dan Pengalaman-pengalaman Ajaib" sering disingkat judulnya sebagai "Ar Rihlah" (Lawatan). Ini menginspirasiku: seorang "Musafir di dunia yang fana ini" untuk menulis "buku inspirasi traveling" dan rutin membuat "Video Inspirasi" selama traveling... jadi Traveler sekaligus Writer sekaligus Vlogger : paket "Three in One" passionku... "My Life, My Adventure"
3). Kiprah Ibnu Batutah yang mengharumkan negeri asalnya Maghribi (kini : Maroko) sebagai negara muslim di ujung paling Barat (Maghrib) seharusnya menginspirasi Indonesia  sebagai negeri muslim paling Timur sekaligus negara muslin terbesar di dunia (250 juta umat Islam) walaupun secara jarak paling jauh dari Tanah Suci... untuk memelopori kemajuan Dunia Islam dan berkontribusi pada Peradaban dunia.
....
Curahan hati Ibnu Batutah dalam bukunya "Ar Rihlah" (Lawatan) tentang motivasinya melakukan pengembaraan seorang diri (Solo Traveling) selama 30 tahun :
"Aku berangkat seorang diri, tanpa kawan seperjalanan sebagai pelipur lara, tanpa iring-iringan kafilah yang dapat kuikuti, namun didorong oleh hasrat yang menggebu-gebu di dalam diriku, dan impian yang sudah lama terpendam di dalam sanubariku untuk berziarah ke tempat-tempat suci yang mulia ini. Jadi, kubulatkan tekadku untuk meninggalkan orang-orang terkasih, perempuan maupun laki-laki, dan menelantarkan rumahku laksana burung-burung menelantarkan sarang-sarangnya. Alangkah berat rasanya berpisah dari kedua orang tuaku, yang masih hidup kala itu, dan baik beliau berdua maupun diriku sendiri sungguh-sungguh berduka karena harus berpisah"
*Pandji Kiansantang, seusai Shalat Jumat, 19 Agustus 2022 (21 Muharram 1444 Hijriah) di Masjid Agung Ibnu Batutah di komplek Puja Mandala, Nusa Dua, Bali
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H