Mohon tunggu...
Pandji Kiansantang
Pandji Kiansantang Mohon Tunggu... Penulis - "Bahagia Membahagiakan Sesama"

Menulis itu Membahagiakan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Empati dalam Silaturahmi

17 Mei 2022   05:24 Diperbarui: 17 Mei 2022   07:30 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 EMPATI DALAM PERGAULAN 

"Empathy is the ability to understand and share the feelings of another" (Oxford Dictionary) 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) "Empati" artinya : keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain". "Berempati" artinya : apabila seseorang mampu memahami perasaan dan pikiran orang lain, berarti ia sudah mampu berempati.

Singkatnya, Empati adalah : mampu menempatkan diri pada posisi orang lain yang diajak bicara ("kawan bicara" bukan "lawan bicara"). Artinya Empati ini jauh lebih tinggi tingkatannya dari "Simpati" : merasakan kasihan dengan keadaan seseorang. Biasanya diwujudkan dengan ucapan simpati (misal : berbelasungkawa).

 Adapun Empati, lebih dari lisan, tapi berwujud di cara berpikir (paradigma) kita. Seseorang baru dapat disebut "berempati"  terjadi jika ia benar-benar memahami dan merasakan apa yang sedang dialami orang lain. Di dunia yang penuh dengan relasi yang "dangkal" dan formalitas (basa basi) kebanyakan orang baru mencapai tahap simpati. Itupun sudah jauh lebih baik dibanding "Apati" (tidak peduli, cuek) apalagi "Antipati" (tidak suka). Empati berada di ujung yang berkebalikan (positif) dari Antipati (negatif). Bisa dikatakan sebagai tingkatan tertinggi dari Simpati..  yang timbul dari ketulusan hati. 

Apakah Berempati itu sulit? Jelas sulit. Tidak semua orang bisa melakukannya. Orang-orang yang menderita  sulit untuk berempati, khususnya pada mereka yang lebih beruntung. Sebaliknya orang-orang kaya dan sukses, sulit untuk berempati pada orang miskin dan para "pecundang". Kebanyakan orang bisa "berempati" pada orang lain yang "sederajat" dan senasib... karena mereka berada dalam posisi yang relatif sama. Untuk merubah paradigma untuk merasakan dan memahami orang yang "berbeda derajat" dalam status sosial, ekonomi, agama dan budaya... itu diperlukan usaha-lebih (extra effort). 

Caranya dengan menekan ego (tidak menggunakan standar diri untuk menilai orang lain) dan mengutamakan orang lain ("menyamakan frekuensi"). Memang sulit, tapi itulah Kunci Sukses komunikasi dan Silaturahmi. 

EMPATI DALAM HALALBIHALAL

 Tradisi di masyarakat kita ketika Hari Raya Idul Fitri adalah Silaturahmi. Bentuknya Halalbihalal  (HBH) dengan keluarga dan handai taulan. Silaturahmi Lebaran ini didasari Semangat saling memaafkan. Bulan Syawal sering disebut "Bulan Silaturahmi".

 Ada satu "tantangan" dalam Berhalalbihalal dengan keluarga besar yang jarang bertemu, apalagi di kampung halaman. Karena hanya setahun sekali bertemu ketika Lebaran, ikatan emosional mengendur. Walau ada keakraban dan rasa kangen, tapi tak diragukan yang kebanyakan yang terjadi adalah komunikasi "basa basi" : menanyakan apa kabar, dst. 

Tanpa disadari muncul "Ewuh pakewuh" (sungkan berlebihan). Tapi sekikuk-kikuknya suasana halalbihalal dengan keluarga besar, masih "terselamatkan" dengan semangat baraya (keluarga besar). Ada respek (rasa hormat), khususnya pada yang dituakan. Masih "dipagari" norma sopan santun (fatsun) adat tradisi. 

Walau begitu, tetap saja ada pertanyaan-pertanyaan "standar" yang tanpa disadari dapat menyinggung perasaan yang ditanya. Contohnya pertanyaan "Kapan kawin?" yang bagi penanya diniatkan sebagai atensi, tapi bagi yang single (jomblo), pertanyaan basa-basi itu adalah "mimpi buruk". 

EMPATI DALAM REUNI 

Setelah berhalalbihalal dengan keluarga besar dan rekan-rekan kerja, biasanya diadakan Reuni, "lepas kangen" dengan kawan-kawan lama. Biasanya teman sekolah atau kuliah, dari teman sewaktu SD, SMP, SMA dan Universitas. Reuni yang berarti Re-union : bersatu kembali adalah suatu acara yang dilematis. Banyak yang merindukannya, tidak sedikit yang menghindarinya. 

Setelah berpisah belasan tahun, bahkan puluhan tahun, keadaan menjadi rumit (kompleks). Yang dulunya sewaktu sekolah dan kuliah, mereka "seragam" dan "sederajat" setelah perjalanan waktu sekian lama menjadi "beragam" dan "tidak sederajat". Ada yang Sukses dan ada yang Gagal... dalam berbagai hal : karir, harta, jodoh, keluarga, kesehatan, dll. 

Kita sering terjebak dengan memakai paradigma (cara berpikir) masa lalu : ketika masih bersekolah atau kuliah... teman reuni itu dianggap masih SAMA seperti dulu. Padahal kita semua BERUBAH. Bedanya ada yang sedikit berubah (misal : awet muda, tetap ceria), tapi ada pula yang berubah drastis : penampilannya kini bikin "pangling" dan "perilakunya bukan seperti yang dulu". 

Sesungguhnya setelah terpisah sekian tahun, kita TIDAK mengetahui apa yang terjadi dalam hidupnya. Mereka ada yang mengalami ujian hidup yang berat : bercerai, sakit keras, atau jatuh miskin. Merasa gagal dan menjadi "pecundang". Kawan lama seperti ini biasanya minder sehingga tak menghadiri undangan reuni. Kalaupun  "memaksa diri" atau "dipaksa"  untuk datang, mereka hadir dengan berat hati. Selama Reuni, mereka "menarik diri" dan pasif, lebih banyak diam. Apalagi jika mereka di dalam hati membandingkan kondisi mereka dengan  kawan-kawan yang lebih sukses dan kaya. Itu akan menjatuhkan kepercayaan diri mereka. Suasana hati mereka RENTAN (Fragile). Jika kita - kawan lama yang lebih beruntung - tidak sensitif dengan perasaan mereka, itu akan membuat mereka menyesal datang ke Reuni, dan besar kemungkinan kapok datang ke reuni berikutnya dan menghilang selamanya dari lingkaran pertemanan kita.

 Yang kita inginkan dengan Reuni adalah lepas kangen, tertawa lepas mengenang kenangan indah masa lalu. Melupakan sejenak dari beban dan masalah hidup saat ini. Reuni yang baik dapat membangkitkan semangat hidup (re-charge) bahkan katarsis (pelepasan emosi secara positif). 

Nostalgia itu baik untuk kesehatan mental. Walaupun kadang ada efek CLBK (Cinta Lama Bersemi Kembali) yang bisa menjadi "bencana" (perselingkuhan) bagi yang sudah berkeluarga. 

Melihat kondisi psikologis di atas, sudah seharusnya ada "Etika Reuni" yang harus disadari oleh semua pesertanya. Disinilah pentingnya Empati dalam Reuni. 

Don'ts-nya adalah menghindari unjuk sukses dan kekayaan. Pamer harta, karir, suami/istri dan anak. Istilah kekinian-nya adalah "Flexing" : menunjukkan sesuatu kepemilikan atau pencapaian dengan cara yang dianggap  tidak menyenangkan bagi orang lain.

 Ingatlah, banyak Persahabatan yang menjadi Renggang karena Kesenjangan !

 PESAN EMPATI DALAM PERGAULAN 

"Orang Pintar" bukan yang IP-nya 4 atau yang IQ-nya 200. "Orang Pintar" adalah orang yang pintar-pintar MERASAKAN PERASAAN sahabatnya... Kalau kawan tak punya mobil, jangan cerita mobil. Kalau kawan masih ngontrak, jangan cerita Rumah baru kita. Kawan tak berbini, jangan cerita Istri. Kawan tak berlaki, jangan kita cerita Suami. Kawan tak beranak, jangan cerita Anak. 

Jaga hati PERASAAN orang. Ini penting. Tampaknya simpel sederhana. Ini tak ada dalam buku (atau diajarkan di sekolah). Ini hanya bisa dirasakan oleh orang yang lama berkawan, lama bersahabat. Halus perasaan dan lidahnya..." (Taushiah Ustadz Abdul Somad) 

Pesan Shahabat Nabi, Ali bin Abi Thalib tentang "Empati" dalam berbicara dengan orang lain :

 1) Jangan bicara tentang Hartamu di hadapan orang Miskin 

2) Jangan bicara tentang Kesehatanmu di hadapan orang Sakit

 3) Jangan bicara tentang Kekuatanmu di hadapan orang Lemah 

4) Jangan bicara tentang Kebahagiaanmu di hadapan orang yang sedang Bersedih 

5) Jangan bicara tentang Kebebasanmu di hadapan orang yang Terpenjara 

6) Jangan bicara tentang Anakmu di hadapan orang yang Tidak punya Anak 

7) Jangan bicara tentang Orangtuamu di hadapan Anak-anak Yatim.

 *Pandji Kiansantang, 16 Syawal 1443 Hijriah (17 Mei 2022) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun