Generasi sekarang tidak banyak yang tahu bahwa kata " *Ahad*" dulunya dipakai dalam bahasa sehari-hari oleh generasi pendahulu. Kata hari "Minggu" yang menggeser  menggantikannya berasal dari serapan bahasa Portugis "Domingo" yang berarti "Hari Tuhan", saat umat Nasrani beribadah di Gereja.
 Kata "Ahad" yang lebih familiar dengan kata "Allahu Ahad" (Allah itu Esa / Satu) memang berasal dari penanggalan Islam. Semua nama-nama dalam bahasa Indonesia sesungguhnya berasal dari serapan bahasa Arab untuk Bilangan, yaitu : Ahad = Satu), Senin (Itsnain : Dua), Selasa (Tsalasa : Tiga), Rabu (Arba'a : Empat), Kamis (Khams : Lima), Sabtu (Sab'a = Tujuh) kecuali Jum'at yang berarti "berjamaah" (berkumpul) yang berkaitan dengan ibadah Shalat Jum'at.
 Dengan memilih memakai kata "Ahad" sebagai nama hari, selain lebih bermakna bagi kita. Juga menghilangkan kerancuan kata "Minggu" sebagai "Nama hari" (day) dan penyebutan "Pekan" (week). Misalnya ucapan "Minggu depan" bisa ditafsirkan hari Minggu depan atau pekan depan.
 Jadi Ahad berarti  "Satu", yaitu angka istimewa, seperti ungkapan "Nomor Satu". Juga awal untuk menghitung: "Satu, Dua, Tiga..."Â
Hari Libur bukan hari kerja (working days), tapi bukan berarti "tidak produktif". Merupakan "Persiapan" hari-hari kerja. Pentingnya Persiapan tercermin "Gagal Mempersiapkan adalah mempersiapkan untuk Gagal" karena "Persiapan yang baik adalah sebagian dari Pelaksanaan".Â
1 pekan yang sukses diawali dengan "permulaan yang baik" (Good Starting point). Persiapan di awal akan menentukan hasil akhirnya. Pada hari Ahad ini kita perlu "meluruskan Niat" dalam bekerja dan beraktivitas pada hari-hari kerja berikutnya karena "semua amalan tergantung Niat". Meneguh kembali niat " lillahi ta'ala" dalam bekerja dengan membersihkan ego, hawa nafsu dan "menghalalkan segala cara".
 Ahad adalah saat "warming up" (pemanasan) sebelum aktivitas sepekan. Bagai lomba lari, inilah saat ambil ancang-ancang. Bagai bela diri, inilah saat menguatkan kuda-kuda. Semakin baik pemanasan akan semakin lancar aktivitas.Â
Ahad sebagai hari libur adalah saat  Re-charge (mengisi ulang) semangat dan tenaga, Re-freshing (penyegaran kembali) sehingga menciptakan Re-kreasi (penciptaan ulang). Untuk itu isilah dengan aktivitas  "energy booster" (pemompa energi) dengan mempererat ikatan keluarga di rumah, Silaturahim dengan keluarga dan sahabat, belajar agama ( tholabul ilmi) termasuk ikut Kuliah Subuh dan Kajian Ahad di Masjid,  berolahraga untuk meningkatkan kebugaran, membaca buku pengetahuan dan hal-hal positif lain. Intinya aktivitas  yang memulihkan tenaga dan semangat, bukan menghabiskan tenaga sehingga keletihan (exhausted) yang membuat sikap "Monday Blues" (I don't like Monday)  pada keesokan harinya. Aktivitas kontraproduktif pada hari Ahad jelas merupakan "awal yang buruk" dalam memulai rangkaian hari kerja.Â
Jadi ingat hari ini adalah hari Ahad = hari Pertama. Munculkan Mentalitas  "Juara Pertama"*(Sang Pemenang)" dengan memilih secara bijak aktivitas pada hari libur ini. Mari "berlomba dalam kebaikan" (fastabiqul khoirot). Selamat hari Ahad... BismillahÂ
*Pandji Kiansantang, Ahad, 13 Februari 2022 (10 Rajab 1443 Hijriah : 50 hari menjelang bulan suci Ramadhan)