Mohon tunggu...
Pandji Kiansantang
Pandji Kiansantang Mohon Tunggu... Penulis - "Bahagia Membahagiakan Sesama"

Menulis itu Membahagiakan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Budaya "Menunggu" bagi "Waiter" Restoran

16 September 2021   13:00 Diperbarui: 16 September 2021   13:04 743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 "Good things come to those that WAIT, but Better things come to those who are PATIENT" (Hal Baik akan datang pada mereka yang MENUNGGU, tapi hal Lebih Baik akan datang pada mereka yang SABAR) 

Seperti "Secretary" yang berasal dari kata "Secret" yang berarti harus mampu menyimpan rahasia, "Waiter" & "Waitress" ("Pramusaji") berasal dari kata "Wait" ( = Menunggu). Artinya dalam pekerjaannya, ia harus SABAR MENUNGGU CUSTOMER.

 Menunggu Customer datang, bukan hal mudah, apalagi di BALI pada saat pandemi seperti sekarang... ketika parawisata terhantam hebat, turis seret sehingga banyak hotel, restoran dan obyek wisata tutup karena merugi. 

Di saat seperti ini, SETIAP Tamu yang datang, apakah dari Rusia, Jakarta atau Denpasar pasti disambut ramah karena akan membawa income yang merupakan cashflow untuk menghidupi bisnis  "Customer is the King" kini benar2 dipraktekan di Bali. 

Sabar menunggu juga berlaku ketika ada tamu yang "lama" (baca : "lelet") dalam memilih makanan menu (termasuk banyak bertanya tentang kandungan makanan di menu), atau berlama2 tinggal di resto setelah selesai makan karena bekerja dengan laptopnya atau sekedar memanfaatkan Wifi resto. 

Wajar jika waiter ingin cepat2 membersihkan meja (table clean up) apalagi di saat banyak tamu, agar tamu lain dapat gantian duduk di mejanya. Tapi harus ia harus melihat situasi dan kondisi.

Saya punya 2 kejadian tidak enak tentang hal ini. Yang pertama, bulan lalu di Bali. Selama 3 bulan di Bali, saya hampir TIDAK punya pengalaman tak menyenangkan.  

Pengalaman kuliner di Bali hampir semuanya memuaskan. Cuma 1 kejadian di restoran Minang di Kerobokan Kelod. Saya makan siang hanya seorang diri di restoran itu. 

Sekitar seperempat jam, saya tetap duduk selesai makan sambil baca internet. Tiba-tiba Ibu bermuka masam yang menjaga resto itu menyapu lantai dan tanpa minta maaf, menyapu2 di bawah mejaku sampai gagang sapunya menabrak2 mejaku dengan sengaja. Rupanya ia ingin "mengusirku". 

Bagiku itu tindakan yang SANGAT KASAR. Mustahil orang Bali yang memiliki budaya hospitality melakukan hal semacam itu. Langsung kubayar dan dengan perasaan tidak senang kutinggalkan resto itu. 

Walaupun makanannya enak, resto itu sudah ku-blacklist dan takkan kudatangi lagi. Terakhir kali melewati resto itu kulihat resto itu sudah tutup. 

Satu lagi pengalaman tak menyenangkan dari waitress terjadi di Jakarta. Ada sebuah "Chinese Food" terkenal di Gondangdia, Jakata. Resto lama ini berjaya di masa lalu. 

Tapi ada 1 budaya kerja di resto itu yang bikinku kapok berkunjung lagi. Ketika makanan dihidangkan, ada seorang Waitress yang "ditugaskan" berdiri di samping meja kita. 

Ada orang yang memperhatikan kita makan saja, membuat kita jengah. Tapi itu dimaklumi jika itu adalah SOP dan merupakan bentuk service di resto premium itu. Yang tak bisa diterima adalah ketika satu piring, lauknya sudah kosong, mereka TANPA bertanya "Apa ini sudah boleh diangkat", langsung "gercep" mengangkat piring itu. 

Padahal mungkin saja kita masih ingin mengambil saus atau sayuran garnish di piring itu. Kesannya mereka "tidak sabaran" mengangkat piring dan mangkok kosong supaya tamu cepat makannya... padahal suasana resto sepi, tidak ada urgensinya terburu-buru. 

Beli makanan mahal tapi makannya tidak nyaman seperti diburu2 seperti itu sungguh membuat kapok. Mungkin pelayanan model ini cocok untuk para "sultan" yang memborong makanan untuk sekedar dicicipi, tapi tak cocok bagi orang kebanyakan. 

Zaman sudah berubah, tapi pemilik resto itu masih terbuai sukses masa lalu dan tak pernah memikirkan "perasaan" tamu. Bisa diprediksi resto senacam ini akan segera "menjadi dinosaurus" ( = punah) karena "TIDAK Sabar Menunggu". 

*Foto bersama 2 Waitress sebuah restoran di Ubud : Komang Mirah dan Wayan Irawati yang mengenakan dresscode pakaian adat setiap hari Kamis, 16 September 2021 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun