LDM... Long Distance Marriage... Tinggal terpisah dengan istriku untuk jangka waktu yang cukup panjang, tidaklah pernah terbayangkan bagiku. Selama ini paling lama saya meninggalkan istri seminggu lamanya ketika Traveling ke luar negeri.Â
Kini sudah 43 hari kami terpisah pulau dan lautan. Sejak 18 Juni 2021 saya "Hijrah" untuk mencari nafkah ke Pulau Dewata, Bali. Ketika itu saya merasa harus "menyelamatkan diri" keluar dari Jakarta. Selama 2 tahun sejak resign dari perusahaan tempatku tumbuh dan berkembang selama 21 tahun. Keputusan berat yang harus diambil seperti halnya berhenti dari pekerjaan demi kesehatan lahir dan batin.Â
Malangnya sejak berhenti kerja kantoran justru saya semakin sakit-sakitan. Banyak terbaring di tempat tidur tanpa melakukan apapun, kecuali menonton TV dan memesan makanan delivery. Rencana menulis Buku pasca resign, hanya tinggal angan-angan saja.Â
Tanpa Doa restu dari Istriku dan Mama Mertua untuk meninggalkan mereka di Jakarta demi "menjemput rezeki", pastilah langkahku ini tidak diridhoi dan takkan berkah. Sikap Legowo mereka berdua meringankan langkahku untuk merintis di pulau seberang.Â
Alhamdulillah keputusanku tepat. Seminggu setelah saya berangkat, terjadi ledakan penularan Covid-19. Jakarta menjadi Zona Hitam... yang sangat beresiko bagi orang sepertiku yang komorbid (menderita Diabetes, Hipertensi dan Asam Urat) dan suka jalan-jalan keliling kota.
Ternyata bukan hanya "menyelamatkan diri" dari pagebluk pada saat yang tepat, Â di Bali kondisiku jauh membaik. Sebulan pertama tinggal di Pantai Sanur menumbuhkan kebiasaan baru : menikmati Sunrise dan berjemur di tepi pantai setiap hari selama jam 6-10. Sanur memang merupakan tempat terbaik untuk menyaksikan matahari terbit di Bali. Sunbathing sinar mentari pagi menguatkan imunitasku di saat pandemi memburuk.Â
Rutinitasku selama 4 minggu pertama dengan berkontemplasi, berdoa dan melakukan otosugesti di bawah mentari pagi di pinggir pantai, syukur Alhamdulillah membuatku "Sehat Lahir dan Batin". Kondisi fisik dan mentalku menjadi Bugar dan Prima... berbalik 180 derajat dengan kondisi 2 bulan lalu di Jakarta. Hal ini memungkinkanku untuk melalukan banyak hal. Mendapatkan inspirasi ide-ide baru, mulai rutin Menulis, berkenalan dengan orang-orang dari berbagai kalangan di Bali sampai blusukan ke Ubud dan 11 pantai untuk menikmati Sunrise dan Sunset.Â
Kusadari bahwa semua kemudahan itu takkan kudapati tanpa Doa restu istri di Jakarta. Justru selama di Bali, hatiku makin terpaut dengan keluarga besar dan kawan-kawan di Jakarta. Teknologi telekomunikasi memungkinkanku mengatasi hambatan jarak wilayah.Â
 Beberapa kali saya berinisiatif mengadakan "Malam Jumatan Online" dengan keluarga besar di Jakarta dengan Video Call. Termasuk diriku yang di Bali diminta keluarga besar istri untuk memimpin (menjadi Moderator) acara Tahlilan online hari pertama untuk Paman yang wafat di Jakarta.Â
4 X sudah kuadakan "Reuni Online"melalui Zoom dengan kawan dari berbagai kalangan : Rohis yang kudirikan ketika kerja kantoran (kusebut "Reuni Santri Kantoran"), Reuni pengurus Klub-klub Hobi karyawan yang kubentuk 10 tahun lalu serta temu-kangen dengan "kawan-kawan seperjuangan" ketika kuliah di Jurusan Sejarah Universitas Indonesia. Bahkan aku bisa mengadakan "Halal bi Halal Online" pada Hari Raya Idul Adha dan "Karaoke Online" dengan keluargaku di Jakarta.