*Pengalaman pribadiku Penulis, yang semoga menjadi pelajaran bagi yang memiliki keluarga / orangtua yang memilki penyakit serius)
Dari pengamatan Penulis dan pengalaman anggota keluarga, saya menyimpulkan 3 Terapi medis yang sebisa mungkin HARUS DIHINDARI :
 1). Suntik  Insulin untuk Diabetes Mamaku sering bilang "menyesal" mengikuti advis dokter utk suntik insulin karena diabetes. Kata dokternya itu sementara, tapi ternyata seumur hidup. Masih terbayang betapa "menderitanya" Mama ketika dirinya menyuntik  insulin. Selalu kesulitan.Â
Ketika saya dirawat di RS Antam 2 tahun lalu karena Diabetes tinggi sampai 650, dokter minta saya untuk meneruskan Suntik Insulin di rumah. Tau tentang apa yg Mama alami, saya bilang "tidak" ke dokter karena saya yakin bisa menurunkan gula darah hanya dengan obat dan menjaga makanan.Â
Alhamdulillah manjur. Tanteku di Australia dengan tekad kuat mampu menghentikan menyuntik insulin dan mengganti dengan obat oral. Hasilnya pada usia 75 tahun masih fit dan sehat wal afiat.
 2). Kemoterapi Kanker. Takkan terlupakan kenangan betapa menderitanya Kak Ritha yang 4-5 X dikemo karena kanker limfoma yang dideritanya. Kasian Kakak, kepalanya harus digundulin dan menahan sakit  yg amat sangat selama proses kemo.Â
Walau dokter sempat  bilang bahwa kanker limfoma yang diderita Kak Ritha "sudah bersih" (disembuhkan), saya meragukannya. Kak Ritha jatuh sakit, sampai dipasang ventilator dan akhirnya wafat di ICU RSCM.Â
Setelah Kak Ritha wafat, saya penasaran tentang hal ini dan banyak mencari tau dan menemukan data bahwa sejumlah ahli menyatakan  Kemoterapi itu BANYAK efek sampingnya.Â
Penelitian media terkini yang independen tidak lagi merekomendasikan kemoterapi. Ada pengobatan alternatif untuk Kanker secara medis maupun pengobatan alternatif (herbal, dll).Â
Satu penyesalan saya yang mendalam adalah pada awal Kak Ritha tahu bahwa ia mengidap kanker, Kak Ritha sempat telfon padaku selama 1 jam (saya saat itu sedang ikut Workshop di Bogor).Â
Karena minta masukan dariku dari 2 alternatif pengobatan : medis (dengan kemoterapi sebagai konsekuensinya) dan pengobatan alternatif.Â
Karena "kebodohan" (keterbatasan pengetahuanku), saya menyarankan untuk ambil pengobatan medis. Karena bagiku, pilihan itu terasa lebih rasional, apalagi saat itu saya memandang pengobatan alternatif itu spekulatif dan "belum teruji".Â
Entah karena feedbacku atau hal lain, Kak Ritha memutuskan untuk menjalani opsi pengobatan medis (termasuk kemoterapi sebagai konsekuensinya). Ternyata... Maafkan adikmu ini ya Kak Ritha atas saranku yang keliru
 3). Cuci Darah (Hemodialisa). Sepanjang yang saya amati, Cuci Darah (Hemodialisa) itu sangat menyiksa, secara fisik maupun keuangan. Prosesnya sangat menyakitkan  ditambah biaya yang sangat besar...  saking mahalnya dan karena harus terus dilakukan secara rutin (seumur hidup), maka sering membuat keluaga penderitanya jatuh miskin.Â
Dulu sebelum ada BPJS sejumlah pasien lansia yang tidak mampu, banyak yang "menyerah" pasrah karena tak mampu membayar biayanya. Ringkasnya dalam banyak kejadian, pasien cuci darah secara perlahan "mati" secara semangat hidup maupun keuangannya...Â
Dulu waktu dirawat di RS MMC, Dokter yang merawat Mama pernah bilang pada kami ke-4 anaknya bahwa Ginjal Mama sudah "rusak"... divonis "Gagal Ginjal" ..dan HARUS CUCI DARAH. Saya yg tau "efek negatif" dari Cuci Darah itu langsung menolak keras saran itu sehingga dokter menerimanya. Saya tau Mama akan "sangat tersiksa" dengan terapi itu...alih alih "memperpanjang umur", malah bisa "memperpendek umur"...Â
Alhamdulillah diagnosis dokter itu ternyata salah, Mama bisa bertahan beberapa tahun lagi... dan "meninggal dunia dengan TENANG" ketika sedang duduk disampingku yang sedang menemaninya di teras rumah Kak Teddy... Alfatihah untuk Mama.Â
Semoga pengalamanku ini MENYADARKAN kita untuk :Â
1). Harus Crosscek atas diagnosis dan saran dokter untuk terapi untuk penyakit berat (termasuk operasi untuk memotong tumor, dll). Pasien apalagi kalau sudah tua dan sedang sakit, biasanya pasrah saja dan cenderung mengikuti advis dokter. Justru kita, sebagai keluarga pasien yang harus CERDAS dan KRITIS.Â
Bertanya pada dokter adalah "hak pasien" dan tugas kita adalah mencari opsi pengobatan. Setelah dipikirkan baik-baik positif dan negatifnya (termasuk efek samping) sebaiknya didiskusikan bersama keluarga untuk mencari opsi terbaik. Dokter mungkin lebih tau tentang kondisi penyakitnya, tapi sebagai keluarga, kita lebih tahu tentang kondisi kejiwaan dan "ketahanan mental" pasien, apalagi jika itu ORANGTUA kita.Â
Mencari solusi TERBAIK untuk pengobatan Orangtua kita adalah wujud BAKTI kita sebagai seorang Anak.Â
2). Ternyata TIDAK semua penyakit bisa disembuhkan secara medis. Ada yang bisa disembuhkan dengan pendampingan (konseling terutama yang psikomatis : sakit karena faktor kejiwaan), Â secara rohani (religi) maupun pengobatan alternatif, termasuk herbal.
 Jangan lupakan Kekuatan DOA (dilakukan secara yakin / husnul zohn oleh diri sendiri maupun mendoakan orang lain) dalam penyembuhan... karena penyakit itu berasal dari Tuhan, maka Kesembuhan juga akan datang dari Sang Pencipta.Â
3). "Mencegah Lebih Baik dari Mengobati... dari sedini mungkin sadar tentang pentingnya menjaga makanan, berolahraga secara rutin (sedikitnya JALAN PAGI di lingkungan tenpat tinggal untuk meningkatkan imunitas) Â dan menangani stress dengan baik... apalagi pada masa pandemiÂ
Be Smart, Stay HealthyÂ
*Salam sehat, Pandji Kiansantang, 17 Juni 2021
 #terapimedis #suntikinsulin #diabetes #kanker #kemoterapi #cucidarah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H