Karena "kebodohan" (keterbatasan pengetahuanku), saya menyarankan untuk ambil pengobatan medis. Karena bagiku, pilihan itu terasa lebih rasional, apalagi saat itu saya memandang pengobatan alternatif itu spekulatif dan "belum teruji".Â
Entah karena feedbacku atau hal lain, Kak Ritha memutuskan untuk menjalani opsi pengobatan medis (termasuk kemoterapi sebagai konsekuensinya). Ternyata... Maafkan adikmu ini ya Kak Ritha atas saranku yang keliru
 3). Cuci Darah (Hemodialisa). Sepanjang yang saya amati, Cuci Darah (Hemodialisa) itu sangat menyiksa, secara fisik maupun keuangan. Prosesnya sangat menyakitkan  ditambah biaya yang sangat besar...  saking mahalnya dan karena harus terus dilakukan secara rutin (seumur hidup), maka sering membuat keluaga penderitanya jatuh miskin.Â
Dulu sebelum ada BPJS sejumlah pasien lansia yang tidak mampu, banyak yang "menyerah" pasrah karena tak mampu membayar biayanya. Ringkasnya dalam banyak kejadian, pasien cuci darah secara perlahan "mati" secara semangat hidup maupun keuangannya...Â
Dulu waktu dirawat di RS MMC, Dokter yang merawat Mama pernah bilang pada kami ke-4 anaknya bahwa Ginjal Mama sudah "rusak"... divonis "Gagal Ginjal" ..dan HARUS CUCI DARAH. Saya yg tau "efek negatif" dari Cuci Darah itu langsung menolak keras saran itu sehingga dokter menerimanya. Saya tau Mama akan "sangat tersiksa" dengan terapi itu...alih alih "memperpanjang umur", malah bisa "memperpendek umur"...Â
Alhamdulillah diagnosis dokter itu ternyata salah, Mama bisa bertahan beberapa tahun lagi... dan "meninggal dunia dengan TENANG" ketika sedang duduk disampingku yang sedang menemaninya di teras rumah Kak Teddy... Alfatihah untuk Mama.Â
Semoga pengalamanku ini MENYADARKAN kita untuk :Â
1). Harus Crosscek atas diagnosis dan saran dokter untuk terapi untuk penyakit berat (termasuk operasi untuk memotong tumor, dll). Pasien apalagi kalau sudah tua dan sedang sakit, biasanya pasrah saja dan cenderung mengikuti advis dokter. Justru kita, sebagai keluarga pasien yang harus CERDAS dan KRITIS.Â
Bertanya pada dokter adalah "hak pasien" dan tugas kita adalah mencari opsi pengobatan. Setelah dipikirkan baik-baik positif dan negatifnya (termasuk efek samping) sebaiknya didiskusikan bersama keluarga untuk mencari opsi terbaik. Dokter mungkin lebih tau tentang kondisi penyakitnya, tapi sebagai keluarga, kita lebih tahu tentang kondisi kejiwaan dan "ketahanan mental" pasien, apalagi jika itu ORANGTUA kita.Â
Mencari solusi TERBAIK untuk pengobatan Orangtua kita adalah wujud BAKTI kita sebagai seorang Anak.Â
2). Ternyata TIDAK semua penyakit bisa disembuhkan secara medis. Ada yang bisa disembuhkan dengan pendampingan (konseling terutama yang psikomatis : sakit karena faktor kejiwaan), Â secara rohani (religi) maupun pengobatan alternatif, termasuk herbal.