Kulihat kegetiran di pelupuk matamu...Â
Kau berusaha tampak tegar di samping pusara yang tercinta...Â
Sisa tangis air mata terlihat di wajahmu yang sendu...Â
Tanpa suara kau merintih dalam hati sambil membelai lembut nisan yang baru dipasang...Â
Di seberang, kutertegun dan tergetar menyaksikan kepiluan ini...Â
Langkah terasa berat, Lidah terasa kelu, ada rasa tak berdaya untuk dapat membantumu...Â
membiarkanmu termenung sendiri dalam kesedihan yang mendalam...Â
Ku takkan bilang bahwa ku bisa merasakan yang kau rasakan, karena sesungguhnya ku takkan bisa.Â
Menahan diri dari kehilangan yang menyayat hati.. yang menghampakan jiwa...Â
Kusendiri mungkin takkan setegar itu jika mengalami apa yang kau alami...Â
Terdengar lagu "A Shoulder to Cry on" di radio...Â
Bahuku mungkin tak cukup nyaman untuk engkau menumpahkan air matamu...Â
Ku tak bisa merangkul untuk menguatkanmu...Â
Ucapan simpatiku mungkin akan terdengar sebagai basa-basi tanpa makna...Â
Karena takkan ada penghiburan sehebat apapun yang dapat menggantikan kehilanganmu...Â
Yang kubisa lakukanlah adalah... Mendoakanmu dengan tulus.Â
Semoga Tuhan yang Maha Pengasih dapat mengkaruniakanmu kesabaran dan kekuatan iman...
Menguatkanmu lahir batin agar  momen duka ini menjadi  titik balik dalam hidupmu untuk menemukan kebahagiaan di kehidupan yang fana ini...Â
*Pandji Kiansantang, 15 Juni 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H