Ada kata mutiara dari Confucius yang selalu kuingat "Pada saat MURID siap, maka GURU ada dimana-mana"... pada saat kita membuka pikiran kita, maka kita dapat BELAJAR dari siapapun dan apapun... Belajar dari Kehidupan... menuntut ilmu dalam "sekolah besar bernama kehidupan"...Â
SULITNYA BELAJAR PADA HARI SENIN BAGI ORANG DEWASA
Senin adalah hari yang buruk untuk mengadakan training (pelatihan). Para praktisi training bagi karyawan dan eksekutif sudah paham itu. "Monday blues" : emosi jiwa  negatif yang memblock pikiran untuk membuka diri menerima hal-hal baru.Â
Pada hari itu, banyak orang kantoran yang tidak fokus : pada saat fisiknya sudah di tempat kerja, setengah jiwanya masih ingin istirahat di rumah... Fenomena "I don't like Monday" yang sudah umum dan "dimaklumi"...Â
Tapi tidak denganku... Bukan lagi "orang kantoran", kini saya "orang bebas" secara finansial, emosional dan... intelektual...Â
Tanggal muda dan tanggal tua tidak ada pengaruhnya. Hari apapun adalah hari BAIK untuk melakukan hal-hal  BAIK...Â
Jadi datangnya hari Senin, 28 September 2020 kusambut dengan semangat. Secara fisik, sebenarnya masih lelah karena sehari sebelumnya, Minggu 27 September " merayakan Hari Istri", yaitu Syukuran HUT ke-50 (Setengah Abad) istri di rumah mertua di Ciganjur, Jakarta Selatan.Â
Di antara hal spesial yang kulakukan untuknya pada hari spesialnya itu adalah memasak Steak Wagyu untuk dirinya dan keluarganya. Menyetir mobil pulang pergi yang cukup jauh, sampai di rumah capai banget tapi puas. Target pada hari ini sudah terlaksana... Mission accomplished!Â
AWAL YANG BAIK PADA HARI SENIN : MENULIS 2 ARTIKEL
Mengawali hari Senin dengan "awal yang baik". Menjelang fajar, Â mulai jam 3 sampai 7 pagi, mampu merampungkan 2 Tulisan dan mempostingnya di Kompasiana. Ya, sejak 2 bulan ini kutekadkan untuk membiasakan diri MENULIS setiap hari, minimal 1 tulisan.Â
2 artikel yang kutulis berjudul : "Now I Love Monday! Menjadi "Pribadi Baru" pada masa Pandemi" dan "Apa Jadinya Tanpa Istri". Keduanya artikel "inspiratif" yang ingin membangkitkan semangat bekerja pada hari Senin dan memberikan apresiasi pada Istri dalam rumah tangga. Alhamdulillah, keduanya dijadikan "Pilihan Editor" di Kompasiana.Â
Di artikel pertama, penulis menggugat perilaku "I Don't Like Monday" bukan hanya sebagai "self-destructing habit" yang merugikan diri sendiri, tapi juga membahayakan karir dan pekerjaan kita pada masa pandemi.
 Artikel kedua "Apa Jadinya Tanpa Istri", mendapat inspirasi dari perilaku istriku yang telah mendampingiku selama 22 tahun... yang luar biasa... "Istriku, Guruku"... Selayaknya tulisan ini didedikasikan pada istri yang berulangtahun setengah abad... semacam kado KHAS PENULIS, yaitu Hadiah berupa Tulisan.Â
Sungguh bersyukur artikel yang Penulis bagikan juga di WA pada keluarga dan relasi, mendapat sambutan positif, terutama dari kaum wanita yang merasa diapresiasi. Kakak perempuanku bahkan menelponku menceritakan bahwa itu adalah salah 1 hari yang paling "membahagiakan" bagi dirinya.Â
Setelah ia menshare tulisanku "Apa Jadinya Tanpa Istri" ke grup WA keluarganya, suaminya di kantor langsung menelponnya mengucapkan "Thank you. I Love You". Ketiga anaknya yang ada di rumah, spontan masuk ke dalan kamarnya dan memeluknya sambil mengungkapkan rasa terimakasih mereka pada Ibunya. So sweet... Â
"What a perfect start"... Awal yang sempurna untuk memulai aktivitas pada hari Senin... Apa yang terjadi selanjutnya membuat hari ini menjadi hari yang sungguh spesial dalam hidupku : dapat belajar dari  Lima "Guru Kehidupan" dalam Sehari...Â
GURU PERTAMA : AKTIVIS SPIRITUAL
Jam 9 pagi meluncurlah mobilku ke Cilandak untuk bertemu dengan seorang bule kenalan sobat lamaku. Melihat foto mereka berdua di medsos, saya bilang ke temanku bahwa aku ingin bertemunya untuk belajar tentang kehidupan...Â
Learning from a total stranger... niat belajar pada orang yang sama sekali belum kukenal. Hanya instingku yang mendorongku untuk jauh-jauh berkendara melintasi setengah ibukota dari Rawamangun ke Cilandak demi bertemu dengan orang asing itu.Â
Namanya Pak Harris Roberts, kelahiran Florida, AS Â pada 75 tahun yang lalu. Ilmunya sangat beragam : Sejarah Agama-agama untuk S-1, MBA untuk S-2 dan Change Management & Organization Development untuk S-3. Ia tinggal di Indonesia sejak 1968, menikahi wanita Indonesia dan memiliki 2 anak. Ilmunya dilengkapi dengan wawasan spiritual dari latihan kejiwaan yang digelutinya sejak tahun 1960-an.Â
Ngobrol dari topik yang ringan-ringan sampai akhirnya membahas topik yang ingin kuketahui : hakekat pandemi Corona bagi kemanusiaan. Pak Harris, panggilan untuknya, orang yang enak diajak bicara. Cerdas, bijak tapi tidak menggurui... Tidak ada samasekali sindrom "white men's burden" yang memposisikan orang kulit putih pada kedudukan superior yang perlu "mendidik" orang kulit berwarna. Sungguh ia jauh dari prasangka rasial seperti itu. Kita dengan mudah bercanda, tertawa bersama. Ada  semacam "chemistry" di antara kita.
 Topik diskusi dengan Pak Harris tentang Hakekat Pandemi iyang sarat dengan makna filosofis ini, nanti akan kutuangkan dalam artikel tersendiri. Tak terasa hampir 4 jam kami berbicara... Time goes fly... waktu memang terasa terbang jika kita sedang asyik pada sesuatu... Thank you very much Mr. Harris for your enlightment.
GURU KEDUA : PEMERHATI KERETA API
Kemarin adalah Hari Kereta  Api Nasional, bertepatan dengan 75 Tahun Kereta Api Indonesia (KAI) 28 September 1945 - 2020. Pada momen ini, siapa lagi yang pantas kuajak diskusi selain sobat lamaku Anton Dwi Slamet. Satu almamater, jurusan Sejarah UI, yang dulunya gandrung pada sejarah militer, yang beralih menjadi "ahli sejarah kereta api". Sehari-harinya ia adalah Konsultan Branding. Ia sungguh menjadi "pribadi baru" setelah mendapat "pencerahan" dengan mengikuti latihan kejiwaan.
 Ia adalah temanku yang mengenalkanku pada "Guru pertama" : Pak Harris, yang menjuluki sobatku ini sebagai "Ensiklopedi Berjalan". Bicara tentang seluk beluk kereta api dengannya bisa seharian. Tapi pada momen Hari KA Indonesia, hanya 1 pertanyaan yang kuajukan : "Apa Wisdom Kereta Api bagi kehidupan?" Â
Jawabannya ringkas : "Hanya 1 : Setia pada Tujuan". Kereta Api dengan jalur relnya tidak mungkin menyimpang, beda dengan moda transportasi umum lainnya yang bisa nyasar, bahkan "hilang". Fokus pada tujuan yang telah ditetapkan dan konsisten bergerak mencapainya "on the right track". Kalimat ringkas, singkat dan padat itu adalah intisari kebijaksanaan seperti kata mutiara. Matur nuwun Mas Arifin.Â
GURU KETIGA : "KEARIFAN BAJAJ"
Puas telah menambah ilmu dari 2 Guru yang kutemui di Cilandak, ada yang tak terduga terjadi ketika aku pulang. Dalam perjalanan, tak sengaja melihat tulisan menarik di sebuah jalanan yang melintas di Jl Pemuda, Rawamangun. Penasaran, mobil kukebut dan kupepet di belakang bajaj itu.Â
Benar ada poster buatan sendiri bertuliskan "BADAI Pasti Berlalu, Patuhi Protokol Kesehatan : DOA, Masker, Jaga Jarak, Cuci Tangan"... poster yang terpasang di belakang sebuah BAJAJ yang melintas di Jl Pemuda, Rawamangun kemarin... Tak percuma kukejar dengan mobil untuk motret "street wisdom" (kebijaksanaan di jalanan) ini...
 Ini poster yang dibuat sendiri, bukan sticker. Ada niat MULIA ketika membuat dan memasangnya : mengingatkan sesama. Inisiatif RAKYAT KECIL semacam ini yang patut diacungi jempol. Mereka BUKAN selebritis "influencer", tapi sukarela mau berbagi nasehat dan semangat Semoga jadi pembangkit semangat sekaligus nasehat bagi pengguna jalan yang melihatnya.
 Salut dan hormat pada Pak Sopir Bajaj. Semoga berkah, banyak tumpangan dan selamat.
GURU KEEMPAT : KAKEK TUA BUNGKUK
Mendekati rumah, dalam perjalanan pulang, tepatnya di Jl Kayu Putih, Jakarta Timur secara kebetulan melihat pemandangan yang mengusik hati nurani di pinggir jalan. Sedih sekaligus kagum melihat sang kakek TUA yang sudah BONGKOK bersusah-payah mendorong gerobak dagangannya... menyusuri jalan2 di ibukota untuk MANDIRI mencari nafkah dengan cara halal ... Semoga dagangannya laku dan berkah ya Pak. Aamiin.Â
Peristiwa ini aku abadikan dengan merekamnya dan memostingnya di medsos. Ketika merekamnya, derai air mataku langsung tumpah, terisak sedih melihat nasib kakek tua... betapa berat hidup yang ia jalani. Bukannya dirawat anaknya pada masa tua, justru harus seorang diri berjuang bertahan hidup di jalanan... Kejamnya ibukota, kerasnya hidup, kegigihan sang kakek itulah pelajaran hidup yang kuperoleh dari pedagang kaki lima.Â
"Street Wisdom"... "Kebijaksanaan di jalanan" yang bisa kita pelajari setiap hari... BUKAN di klas ber-AC, tapi di jalanan yang panas dan berdebu... dari ORANG-ORANG KECIL... mereka yang paling paham tentang getir pahitnya kehidupan... mereka menyadarkan kita untuk "tidak memandang ke atas, tapi perlu memandang ke bawah" untuk LEBIH BERSYUKUR atas karunia Tuhan. Ayo kita bantu UMKM dengan membeli barang dagangan pedagang kecil...
 GURU KELIMA : COACH INTUISI
Setelah 2 X berguru dengan tatap muka dan 2 X belajar dari "kebijaksanaan jalanan" dari pagi sampai sorenya... semangat menuntut ilmuku belum padam. Walau sudah malam hari, Penulis masih antusias melalui belajar "kekinian" dengan metode yang lagi trend pada masa pandemi ini.Â
Ikut Zoominar dengan topik menarik "Peran Intuisi dalam Kehidupan kita". Acara yang diadakan "Kelasku" ini berlangsung dari jam 8 malam selama 2 jam. Narasumbernya adalah Coach Fiona Wang, guruku dalam hal Coaching. Sudah satu tahun lebih tidak berkomunikasi dengan "Kak Fio" membuatku tambah semangat.Â
Kak Fio adalah tipe trainer idaman : ramah, ceria dan menyemangati peserta trainingnya... bikin "happy" yang membuat orang akan lebih membuka hati dan pikiran untuk mempelajari hal-hal baru. Materinya tentang Intuisi menarik perhatianku, karena mungkin Penulis adalah tipe orang yang lebih banyak mengandalkan intuisi dibanding logika. Lebih memakai otak kanan. Â
Malam hari adalah waktu yang 'RAWAN" dalam mengadakan training, pada hari Senin pula... "Rawan" karena pada  malam hari,  fisik sudah letih karena beraktivitas dari pagi hingga malam. Tapi Kak Fio mampu mengatasi "hambatan" ini  dengan baik.. dengan semangat cerianya, bermurah hati berbagi slide informasi dan "mengajak bermain" peserta Zoominar.Â
Karena padatnya ilmu dari zoominar ini, Penulis berencana menuangkan intisari zoominar ini dalam tulisan tersendiri. Terimakasih Kak Fio...Â
Alhamdulillah hari Senin kemarin kujalani dengan mengesankan.  Terimakasih untuk ke-5 Guru Kehidupanku... Di atas segalanya, kubersyukur pada Tuhan, sang Sumber Ilmu dan Kebijaksanaan yang membuka hati dan pikiranku pada usia lebih dari setengah abad untuk terus mau belajar... pada siapa saja... dimana saja... Sungguh karunia yang tak ternilai untuk terus belajar dan BERBAGI ILMU DAN PENGALAMAN, termasuk dengan MENULIS.... "What a wonderful world"...Â
*Pandji Kiansantang, 29 September 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H