Mohon tunggu...
Pandji Kiansantang
Pandji Kiansantang Mohon Tunggu... Penulis - "Bahagia Membahagiakan Sesama"

Menulis itu Membahagiakan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seandainya Hari Ini adalah Hari Jumat Terakhirku...

25 September 2020   05:12 Diperbarui: 25 September 2020   05:26 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seandainya ini hari Jumat Terakhirku...

Maka aku akan bangun tidur dengan penuh rasa syukur. Kutunaikan Shalat Subuh dengan khusyu dengan menikmati keheningan... Aku akan keluar rumah, menunggu terbitnya fajar, menikmati keindahan pemandangan matahari terbit dan suara burung berkicau sambil menghirup  nafas dalam-dalam merasakan nikmatnya udara segar... 

Kita bernafas, maka kita hidup. Jadi kunikmati setiap tarikan nafas dengan penuh syukur atas karunia kehidupan yang Allah SWT berikan... . 

Alhamdulillah wa syukurillah... Ya Allah, begitu banyak karunia rezeki yang kau berikan padaku : kehidupan, Iman, Islam, usia, kesehatan, keluarga, ilmu, harta benda dan hal-hal lain yang tak mampu kusebut satu persatu. Mohon jadikanlah diriku termasuk "hambaMu yang pandai bersyukur", jangan Kau biarkan aku menjadi orang yang "kufur nikmat"... 

Pagi harinya akan kujalani dengan memperbanyak shalawat dan membaca Al Quran dengan terjemahannya. Kutelusuri kalam Ilahi yang merupakan sumber ilmu dan kebenaran. Semoga hidayah Illahi tetap membimbingku di hari terakhir hidupku ini... 

Kutuliskan wasiat untuk keluargaku. Pesan terakhir disertai permohonan maaf atas segala kesalahanku pada mereka. Setiap kata yang kutuliskan adalah hasil perenungan yang dalam... sebagai pesan terakhir untuk mereka yang kukasihi... 

Kuperbanyak amal shaleh pada hari Jumat barokah. Tersenyum dan mengucapkan salam pada orang-orang yang kujumpai, baik kukenal atau tidak... karena senyun dan mengucapkan salam adalah Shadaqah... 

Memesan nasi box dan membagikan pada orang-orang di jalanan : pengemis , pemulung, gelandangan dan orang-orang yang membutuhkannya. Shadaqah makanan di hari Jumat adalah teladan Mamaku. Kupesan makanan spesial dan kukirim melalui delivery pada keluarga... semoga bisa menceriakan hari mereka... 

Satu jam sebelum adzan Zhuhur, kubersiap memakai pakaian terbaik untuk menuju ke masjid. Kulangkahkan kakiku ke masjid sambil berzikir dan bershalawat... 

Memasuki "rumah Allah" dengan rasa hormat dan merendahkan diri serendah-rendahnya bagaikan seorang budak berjalan masuk ke Istana rajanya. Allahu Akbar. Allah Maha besar, sesungguhnya aku bukan apa-apa... hanya sebutir debu yang tidak penting... 

Kutempati shaf terdepan, menunggu adzan Shalat Jumat dengan memperbanyak shalat sunnah, berzikir, membaca Al Quran dan berdoa. Tidak ada yang memalingkan perhatianku, hanya fokus bermunajat pada Sang Pencipta, pemilik kehidupan. Sesungguhnya ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah semata... 

Telah kusiapkan dari rumah, uang yang pantas untuk shadaqah di masjid. Kulipat uang itu dengan penuh rasa syukur atas rezeki Tuhan yang begitu banyak padaku. Ketika di masjid, kulipat uang itu dan secara perlahan kumasukan ke dalam kotak amal sambil berdoa supaya amalku ini diterima Allah SWT, sang Maha Pemberi rezeki... 

Tak terasa menetes air mata haru, mengingat diriku ketika kecil selalu dibawa almarhum Papa ke masjid untuk ikut Shalat Jumat. Dengan lembut Papa membiarkanku tiduran di pangkuannya sambil mendengarkan Khutbah Jumat. Kenangan indah masa kecil atas teladan Papa yang tak terlupakan... agar anaknya mencintai masjid... 

Ketika adzan menggema, kubalas setiap kalimat dengan penuh penghayatan. Kusadar itu adalah panggilan untuk kemenangan... panggilan Illahi pada hambaNya untuk bersyukur dan memohon... 

Ketika Khutbah Jumat dimulai, kusiapkan diriku menyimak sebaik-baiknya. Fokus mendengarkan dan mencerna isi khutbah, seakan itu adalah kesempatan terakhirku untuk menuntut ilmu agama... 

Ketika iqamah dibacakan, kusiapkan jiwa ragaku sepenuhnya untuk menghadap sang Pencipta. Kusimak bacaan surah oleh Imam dengan kuikuti dalan hati. Bacaan Al Qur'an itu akan menjadi suara terindah yang pernah kudengar seumur hidupku... 

Kubaca bacaan shalat dengan khusyu. Akan kunikmati setiap gerakan shalat dengan perlahan dan penuh penjiwaan. Ini adalah baktiku terakhir pada Tuhanku, yang harus kutunaikan dengan sempurna tanpa cela... 

Ketika ruku', kubungkukkan badanku  dengan rasa hormat kepada Tuhanku yang maha Tinggi dari aku hambaNya yang sangat rendah derajatnya... 

Ketika sujud, dengan penuh rasa penyesalan... terisak...aku memohon ampun, bertaubat atas dosa kesalahanku sepanjang hidupku. Kuberharap ini menjadi taubat nasuha... 

Sampai akhirnya mengucapkan salam pada tahiyatul akhir. Kupalingkan wajahku  dan kuucapkan "Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh" dengan perlahan sambil mendoakan dengan tulus agar saudara-saudara di samping kanan dan kiriku dikaruniai keselamatan, kasih sayang dan keberkahan dari Allah SWT. Tak ada lagi yang dapat kuberikan pada sesama selain doa tulus dan ikhlas tanpa mereka tahu bahwa aku mendoakannya... 

Tak terasa shalat Jumat telah selesai. Ibadah telah kutunaikan...

Kini kupasrahkan diriku pada Sang Maha Pemberi Hidup... dengan ikhlas dan penuh rasa syukur. Penuh rasa terimakasih atas segala karunia untuk kehidupanku yang telah dipercayakan Allah yang Maha Baik. Alhamdulillah wa syukurillah... 

*Pandji Kiansantang, Jumat 25 September 2020 (8 Shafar 1442 Hijriah) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun