*Renungan Pandji Kiansantang dalam rangka "Hari Relawan Sedunia", 5 Desember 2018
"Masalah terbesar di alam semesta adalah tidak adanya lagi sikap mau menolong sesama" (Anakin Skywalker dalam film "Star Wars episode 1 : The Phantom Menace")
Apakah Anda pernah menyaksikan peristiwa adanya korban kecelakaan lalu lintas dimana korban dikerubungi tapi hanya ditonton, tidak ada yang menolong?
Atau dengan dag dig dug  melihat komplotan pencopet beraksi di angkutan umum?Mereka menyasar seorang Ibu, tapi sampai Ibunya itu kecopetan dan pencopetnya kabur,  Anda memilih untuk berdiam saja dengan  alasan keselamatan diri Anda.
Pernah nonton acara "reality show" di TV tentang orang yang di-set di tempat umum di perkotaan yang seakan-akan membutuhkan pertolongan? Daya tarik acaranya adalah dari begitu banyak orang yang lalu lalang yang cuek, siapakan "sang budiman" yang bersedia untuk menolongnya? "Kebaikan hatinya" itu membuatnya layak untuk mendapat hadiah dari program TV itu.
Fenomena ini menggelitik pertanyaan filosofis : Kalau memang sifat dasar manusia itu baik, kenapa hanya SEDIKIT orang yang mau menolong? Apalagi menolong orang yang TIDAK dikenal : bukan keluarga, saudara, tetangga atau teman... just somebody on the street. Apakah hanya mereka yang kita kenal yang pantas kita tolong?
Ternyata ada "jarak" antara "kepedulian" atau "keprihatinan" dengan "menolong"... antara KEINGINAN menolong dan TINDAKAN menolong. Antara yang masih sebatas  di dalam hati dengan yang sudah dilakukan... Antara Niat dan Amal perbuatan.
Penulis yakin dengan fithrah kebaikan pada manusia, sesungguhya BANYAK orang yang peduli dan MAU menolong... tapi karena satu dan lain hal, TIDAK dilanjutkan dengan realisasi tindakan nyata.
Berdiam diri ketika melihat seseorang perlu ditolong merupakan wujud pilihan untuk "TETAP berada di Zone Nyaman". Â Dengan hanya menjadi "penonton dan pemerhati", nyaris tidak ada resiko atau bahaya yang dihadapinya... ia tetap aman dan nyaman.
Beda dengan  tindakan menolong... sesungguhnya ia MEMILIH untuk mengambil langkah besar  berupa "KELUAR dari zona nyaman. Ada resiko, bahkan bahaya yang dihadapinya. Resiko terkecil adalah "kehilangan" waktu yang terpakai untuk membantu orang. Dibanding menghentikan langkah jalannya, banyak orang yang hanya "menoleh" dan lalu meneruskan jalannya. Mungkin ini didorong etos manusia modern bahwa "waktu adalah uang" dan "jangan ikut campur urusan orang lain" (mind your own business).
Mungkin resiko lainnya adalah: takut harus bertanggungjawab mengurus korban kecelakaan... sehingga lebih memilih untuk mengerubungi daripada menolong. Mungkin juga khawatir jika menyentuh tubuh korban, bisa dituduh mau mencopet atau melecehkan... Atau takut dikeroyok komplotan pencopet sehingga "cari aman" membiarkan aksi pencopetan di bis. Tapi bagi yang berperasaan halus, sikap berdiam diri itu akan membawa "rasa bersalah" (guilty feeling)Â karena membiarkan kejahatan berlangsung.
Yang harus kita sadari : Menolong atau membantu sesama manusia, yang ARTINYA membantu orang yang TIDAK kita kenal (menolong orang yang kita kenal, apalagi keluarga, itu wajar saja) sebenarnya pilihan yang BERESIKO. Ada sesuatu yang kita harus kita BERIKAN... "korbankan"... dalam menolong, baik berupa  waktu, tenaga (menjadi Relawan), uang  (menyumbang donasi) maupun lainnya.
Sesuatu usaha-lebih (extra-effort) pantas diganjar dengan apresiasi. Itulah mengapa tindakan menolong atau membantu itu dianggap AMAL KEBAIKAN yang diganjar dengan PAHALA.... "tabungan amal" untuk bekal persiapan kehidupan di akhirat.
Tuhan saja MENGHARGAI perbuatan baik hamba-Nya.. mengapa sesama manusia tidak mengapresiasi hal ini? Sungguh keterlaluan rasanya jika orang yang ditolong, TIDAK BERTERIMAKASIH pada yang menolong. Tapi ada saja pertolongan yang tidak dihargai, bahkan disalah-sangkai...
Oleh karenanya, mari kita kita menjadi "hamba Tuhan yang pandai bersyukur" sekaligus "manusia yang tahu terimakasih pada sesamanya".
 Bagaimana kita TAHU bahwa seseorang itu BERSYUKUR? Pastinya dari UCAPANNYA. Berupa perkataan "Alhamdulillah" atau "Puji Tuhan". Hanya dengan ucapan "Terimakasih" sambil tersenyum, kita TAHU bahwa seseorang menghargai dan bersyukur atas bantuan yang kita berikan. Kita bukan "Pembaca Pikiran", bagaimana kita tahu seseorang berterimakasih jika ia tidak mengucapkannya?
Memang dalam ajaran agama, kita dituntun untuk menolong dengan tulus dan TANPA Pamrih, hanya mengharapkan ridho Tuhan dan tidak mengharapkan ucapan terimakasih apalagi pujian dari manusia.
Memang di sini ada 2 sisi :
- bagi pemberi bantuan, makin tulus, tanpa pamrih dan tak mengharapkan ucapan terimakasih, berarti semakin baik kualitas amalnya.
- bagi penerima : wajib bersyukur dan berterimakasih atas setiap kebaikan orang lain.
Jiwa manusia itu sering kering dan perlu disemangati. Bisa jadi orang lain akan kapok menolong kita, jika  kebaikan mereka tidak kita hargai.
Contohnya, jika teman kantor mentraktir makan siang. Jika setelah ditraktir, kita melenggang begitu saja tanpa mengucapkan "terimakasih", bisa saja sang teman akan dongkol dan mengumpat dalam hati "Sialan. Dia pikir gue bayar makanan dia dari daun. Emang itu uang neneknya... KAPOK gue, Â lain kali gak akan gue traktir dia lagi". Sebaliknya, jika sesudah selesai makan, kita yang ditraktir langsung berterimakasih dengan tulus, bahkan mendoakan agar teman kita itu makin banyak rezeki, DIJAMIN dia akan mentraktir kita lagi lain kali.
Apresiasi dan ucapan terimakasih  akan menyuburkan semangat membantu sang pemberi bantuan. Jadi berterimakasihlah atas perhatian dan kebaikan orang lain SEKECIL APAPUN, seperti ucapan "GWS, semoga cepat sembuh"... Apalagi terhadap bantuan dan pertolongan yang lebih besar, seperti teman yang bersedia meminjamkan uang pada saat kita kepepet. JANGAN bikin mereka Kapok dan Trauma untuk membantu orang lain... Ini sama saja artinya, kita membuat mereka berhenti jadi orang baik dan menghalangi orang lain untuk mendapat pertolongan
Jadi, kepada siapapun yang pernah berbuat baik dan membantuku -- dalam bentuk apapun -- kusungguh berterimakasih dan kunyatakan hormat karena telah berani KELUAR dari Zone Nyaman dengan mengambil resiko untuk menolong sesama... Semoga Tuhan mengganjar dan melipatgandakan kebaikannya. Â Aamiin.
www.PandjiKiansantang.com
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI