Mohon tunggu...
P Joko Purwanto
P Joko Purwanto Mohon Tunggu... Guru - Teacher

Becoming added value for individual and institute, deeply having awareness of personal branding, being healthy in learning and growth, internal, external perspective in order to reach my vision in life, and increasingly becoming enthusiastic (passion), empathy, creative, innovative, and highly-motivated.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Keluarga yang Senantiasa Berziarah dalam Pengharapan - Minggu Adven III (Minggu Sukacita)

14 Desember 2024   07:30 Diperbarui: 14 Desember 2024   07:30 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saudara-saudari yang terkasih, Minggu Adven III yang kita rayakan disebut juga Gaudete Sunday, Minggu Sukacita. Dalam perjalanannya, masa Adven bukan hanya tentang penantian akan kedatangan Kristus, tetapi juga tentang bagaimana kita hidup sebagai saksi pengharapan di dunia. Bacaan Injil dari Lukas 3:10-18 yang kita dengar Minggu ini memperlihatkan kepada kita bahwa sukacita sejati lahir dari kehidupan yang terarah kepada Tuhan dan sesama, dengan tindakan kasih yang nyata. Yohanes Pembaptis menyerukan kepada para pendengarnya untuk bertobat, berbagi, dan hidup dalam keadilan, sebagai persiapan menyambut kedatangan Mesias.

Sebagai keluarga Kristiani, panggilan ini mengingatkan kita untuk menjadi keluarga yang berziarah dalam pengharapan. Keluarga adalah tempat pertama di mana iman diajarkan, harapan dipupuk, dan kasih diwujudkan. Dalam perjalanan menuju Tahun Yubileum 2025, tema besar Spes Non Confundit—"Harapan Tidak Mengecewakan"—menggarisbawahi bahwa setiap keluarga dipanggil untuk menjadi tempat harapan yang hidup, di mana anak-anak dibesarkan dalam semangat iman dan kepercayaan kepada Allah.

Adven mengundang kita untuk merenungkan hakikat pertobatan sejati dalam kehidupan keluarga. Pertobatan bukan hanya tentang menghindari dosa, tetapi juga membangun relasi yang lebih erat dengan Tuhan dan sesama. Dalam konteks keluarga, ini bisa berupa memulai kembali dialog yang penuh cinta, saling mengampuni, dan mengutamakan waktu untuk bersama. Seperti yang diajarkan Yohanes dalam Injil, perubahan hidup tidak dimulai dari hal besar, tetapi dari tindakan-tindakan kecil yang merefleksikan kasih Tuhan.

Tahun Yubileum 2025, seperti yang dirayakan Gereja, adalah panggilan bagi semua umat untuk merasakan kehadiran Allah dalam perjalanan hidup mereka. Keluarga yang berziarah dalam pengharapan adalah keluarga yang menghidupi semangat pertobatan dan pelayanan kepada sesama. Mereka berbagi makanan kepada yang lapar, membantu yang membutuhkan, dan menciptakan suasana damai di tengah tantangan dunia. Dalam ini, mereka menjadi tanda harapan nyata di dunia.

Namun, perjalanan iman sering kali penuh tantangan. Dalam Bulla Paus Fransiskus, kita diingatkan bahwa harapan tidak mengecewakan karena didasarkan pada kasih Allah yang abadi. Dalam keluarga, harapan ini menjadi kekuatan yang membantu kita menghadapi penderitaan, ketidakpastian, atau bahkan konflik yang ada. Di tengah kesulitan, pengharapan akan janji keselamatan Allah menjadi penghiburan yang mendalam.

Masa Adven ini juga adalah kesempatan untuk merayakan sukacita iman. Sukacita yang kita rayakan bukanlah kebahagiaan sementara, tetapi sukacita yang lahir dari pengharapan akan kedatangan Kristus. Sebagai keluarga, mari kita menanamkan sukacita ini melalui kebiasaan doa bersama, membaca Kitab Suci, dan berbagi berkat kepada mereka yang membutuhkan. Dengan cara ini, kita tidak hanya mempersiapkan diri untuk Natal, tetapi juga untuk kedatangan Kristus yang kedua.

Mari kita belajar dari pengalaman rohani seorang ayah berikut ini bahwa sukacita lahir dari pengharapan dan tindakan kasih nyata. Seorang ayah dalam sebuah keluarga sederhana di pedesaan merasakan tekanan ekonomi yang berat, tetapi ia memilih untuk tetap hidup dalam pengharapan. Setiap malam, ia mengumpulkan istri dan anak-anaknya untuk berdoa bersama, meminta kekuatan dan bimbingan Tuhan. Meski sering kali merasa lelah dan putus asa, ia mengingatkan dirinya bahwa Kristus adalah sumber harapan yang tidak mengecewakan. Dalam perjuangan itu, sang ayah mulai berbagi sedikit dari apa yang mereka miliki kepada tetangga yang lebih membutuhkan, dan justru dari sana ia menemukan sukacita sejati. Tindakannya tidak hanya menguatkan keluarganya, tetapi juga menjadi teladan iman bagi orang-orang di sekitarnya. 

Sebagai keluarga beriman, kita diajak untuk menjadi saksi Injil dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Injil Lukas, Yohanes Pembaptis menyebutkan bahwa Mesias akan datang dengan Roh Kudus dan api, yang membersihkan dan memperbarui. Dalam keluarga, api ini dapat diartikan sebagai semangat untuk terus bertumbuh dalam kasih, kejujuran, dan komitmen untuk mendidik generasi yang penuh iman.

Menjadi keluarga yang berziarah dalam pengharapan juga berarti membuka diri untuk kebutuhan dunia. Paus Fransiskus dalam Bulla Spes Non Confundit menekankan pentingnya tanda-tanda harapan yang nyata. Sebagai keluarga, kita bisa mengambil bagian dalam misi ini dengan menunjukkan solidaritas kepada mereka yang membutuhkan, baik di komunitas lokal maupun di lingkungan yang lebih luas.

Penantian Kristus dalam masa Adven mengingatkan kita bahwa hidup adalah sebuah perjalanan menuju Allah. Dalam perjalanan ini, keluarga memainkan peran penting sebagai tempat pembentukan iman, harapan, dan kasih. Dengan menanamkan nilai-nilai ini dalam kehidupan keluarga, kita turut membangun Kerajaan Allah di dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun