Mohon tunggu...
P Joko Purwanto
P Joko Purwanto Mohon Tunggu... Guru - Teacher

Becoming added value for individual and institute, deeply having awareness of personal branding, being healthy in learning and growth, internal, external perspective in order to reach my vision in life, and increasingly becoming enthusiastic (passion), empathy, creative, innovative, and highly-motivated.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Connective Thinking dan Reflective Writing dalam Perspektif Profesi Pendidik

16 September 2024   22:24 Diperbarui: 16 September 2024   23:31 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(St. Kartono pada sesi connective thinking dan reflective writing dalam perspektif profesi pendidik (HSG SMA Tarakanita Magelang)/Dok Pri)

 Pengantar

Dalam konteks Kurikulum Merdeka Belajar yang telah diimplementasikan saat ini, pendidik diharapkan mampu beradaptasi dengan pendekatan pembelajaran yang lebih fleksibel, inovatif, dan berpusat pada siswa. 

Peran pendidik tidak lagi sekadar sebagai penyampai materi, melainkan sebagai fasilitator yang mampu membimbing siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kreatif, dan reflektif. Di sinilah connective thinking menjadi krusial, yaitu kemampuan untuk menghubungkan ide-ide, disiplin ilmu, dan pengalaman nyata yang relevan, memungkinkan pendidik untuk menciptakan pembelajaran yang lebih holistik dan kontekstual. 

Di sisi lain, reflective writing sebagai kemampuan reflektif yang harus dimiliki seorang pendidik, memainkan peran penting dalam proses evaluasi diri dan pengembangan profesional yang berkelanjutan. 

Gabungan dari kedua kemampuan ini mencirikan pendidik yang mampu menciptakan pembelajaran bermakna, mendorong inovasi, serta memberikan dampak positif yang signifikan bagi peserta didik dalam menghadapi tantangan pembelajaran abad ke-21.

Definisi Connective Thinking dalam Perspektif Pendidik

Connective thinking dalam konteks pendidikan merujuk pada kemampuan untuk menghubungkan ide, konsep, atau informasi dari berbagai sumber dan disiplin ilmu guna menciptakan pemahaman yang lebih mendalam dan inovatif. Sebagai pendidik, kemampuan ini sangat penting karena mendorong pembelajaran lintas disiplin, memfasilitasi pemecahan masalah, dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis serta kreatif pada siswa. Connective thinking bukan hanya tentang mengumpulkan informasi, tetapi tentang bagaimana mengaitkan informasi tersebut secara bermakna sehingga dapat diaplikasikan dalam konteks kehidupan nyata.

Dalam perspektif pendidikan, connective thinking memungkinkan pendidik untuk melihat hubungan antara berbagai teori, metode pengajaran, dan pendekatan pembelajaran yang beragam. Ini juga mengajak pendidik untuk berpikir di luar batas-batas konvensional dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang yang berbeda untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan adaptif. Menurut Rychen dan Salganik (2003), connective thinking mendorong integrasi pengetahuan yang diperlukan untuk menghadapi situasi kompleks dan dinamis, baik di dalam maupun di luar kelas.

Pendekatan connective thinking dapat diterapkan dalam pembelajaran melalui berbagai strategi, seperti pembelajaran berbasis proyek (project-based learning), pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning), dan pembelajaran kolaboratif yang mengajak siswa untuk menggabungkan berbagai sumber informasi guna menyelesaikan tugas atau masalah tertentu (Hmelo-Silver, 2004). Dalam pembelajaran berbasis proyek, misalnya, siswa dituntut untuk menghubungkan pengetahuan dari berbagai mata pelajaran guna menyelesaikan proyek yang kompleks, sehingga mengembangkan kemampuan berpikir secara holistik dan terintegrasi (Thomas, 2000).

Sebagai pendidik, mengembangkan connective thinking juga berarti mendorong siswa untuk berpikir tentang bagaimana ide-ide mereka berhubungan satu sama lain dan dengan dunia di sekitar mereka. Pendidik dapat memfasilitasi proses ini dengan mengajukan pertanyaan terbuka, mendorong diskusi reflektif, dan menyediakan kesempatan bagi siswa untuk melihat hubungan antara teori dan praktik. Brown (2009) menekankan bahwa connective thinking dalam pengajaran mendorong pembelajaran yang lebih bermakna karena siswa tidak hanya menghafal informasi, tetapi juga memahami bagaimana informasi tersebut saling berkaitan dan relevan.

Connective thinking juga berperan penting dalam membangun keterampilan abad ke-21 seperti literasi digital, kolaborasi, dan kemampuan beradaptasi. Dalam era digital saat ini, di mana informasi dapat diakses dengan mudah dari berbagai sumber, pendidik yang mampu menerapkan connective thinking dapat membantu siswa untuk memilah informasi, menemukan keterkaitan, dan menggunakan informasi tersebut secara kritis dan kreatif (Trilling & Fadel, 2009).

Definisi Reflective Writing dalam Perspektif Kemampuan yang Harus Dimiliki Seorang Pendidik

Reflective writing adalah proses menulis yang melibatkan pemikiran kritis dan introspektif mengenai pengalaman, praktik, atau pembelajaran tertentu untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam dan peningkatan diri. Dalam konteks seorang pendidik, reflective writing menjadi salah satu keterampilan penting karena memungkinkan pendidik untuk merenungkan pengalaman mengajar mereka, menilai efektivitas metode pengajaran, dan mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan. Melalui reflective writing, pendidik dapat mengevaluasi apa yang telah mereka lakukan, mengapa mereka melakukannya, dan bagaimana mereka dapat melakukan perbaikan di masa depan (Moon, 2006).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun