Mohon tunggu...
P Joko Purwanto
P Joko Purwanto Mohon Tunggu... Guru - Teacher

Becoming added value for individual and institute, deeply having awareness of personal branding, being healthy in learning and growth, internal, external perspective in order to reach my vision in life, and increasingly becoming enthusiastic (passion), empathy, creative, innovative, and highly-motivated.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

10 Hal Penting yang Dapat Kita Pelajari dari Pengalaman Hidup Rohani St. Ignatius de Loyola

31 Juli 2024   12:31 Diperbarui: 4 Agustus 2024   22:46 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(St. Ignatius de Loyola/Dok Pri)

Pengalaman rohani St. Ignatius de Loyola memberikan banyak pelajaran berharga yang relevan bagi kehidupan rohani dan pribadi kita. Berikut adalah 10 hal penting yang dapat kita timba dari pengalaman rohani St. Ignatius de Loyola:

1. Discerning God's Will (Membedakan Kehendak Tuhan): 

St. Ignatius menekankan pentingnya discernment atau membedakan kehendak Tuhan dalam kehidupan kita. Melalui latihan rohani (Spiritual Exercises), kita diajak untuk merenungkan dan memahami bagaimana Tuhan memanggil kita dalam kehidupan sehari-hari.

Membedakan kehendak Tuhan merupakan inti dari spiritualitas Ignatian yang dikembangkan oleh St. Ignatius de Loyola. Discernment, atau proses membedakan, adalah upaya untuk memahami kehendak Tuhan melalui refleksi yang mendalam dan doa. Dalam Spiritual Exercises, St. Ignatius mengajak para pengikutnya untuk terlibat dalam serangkaian meditasi dan kontemplasi yang dirancang untuk membawa seseorang lebih dekat kepada Tuhan dan membantu mereka dalam membuat keputusan yang selaras dengan kehendak ilahi. Proses ini melibatkan pengamatan terhadap gerakan batin yang kita alami - perasaan, pikiran, dan dorongan hati - yang dianggap sebagai indikasi dari bimbingan Roh Kudus. St. Ignatius mengajarkan bahwa melalui latihan-latihan rohani ini, seseorang dapat mengembangkan kepekaan rohani yang memungkinkan mereka untuk lebih jelas mendengar dan memahami panggilan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan mereka. Discernment bukanlah proses yang instan atau sekali jadi, melainkan suatu perjalanan terus-menerus untuk mencari dan menemukan kehendak Tuhan dalam setiap pilihan dan tindakan kita sehari-hari (Ganss, 1992).

Lebih dalam lagi, filosofi discernment dalam ajaran St. Ignatius menekankan pentingnya kebebasan batin dan ketidakmelekatan. Untuk benar-benar membedakan kehendak Tuhan, seseorang harus belajar melepaskan diri dari keinginan pribadi dan keterikatan duniawi yang dapat mengaburkan penglihatan rohani mereka. St. Ignatius percaya bahwa dengan membersihkan hati dari keinginan yang tidak teratur dan keterikatan yang berlebihan, seseorang dapat mencapai kebebasan batin yang sejati, yang merupakan kondisi yang diperlukan untuk mendengar suara Tuhan dengan jernih. Ini sejalan dengan konsep Ignatian tentang indifference, di mana seseorang tidak melekat pada hasil tertentu melainkan terbuka sepenuhnya pada kehendak Tuhan. Dengan demikian, discernment adalah suatu proses transformasi batin yang mendalam, di mana individu belajar untuk mengenali dan mengikuti suara Tuhan, dan bukan dorongan ego atau keinginan duniawi (Tetlow, 2001). Proses ini mengajarkan kita untuk hidup dalam kerendahan hati dan penyerahan diri yang total kepada Tuhan, yang merupakan fondasi dari kehidupan rohani yang autentik dan bermakna.

2. Finding God in All Things (Menemukan Tuhan dalam Segala Hal):

Pengalaman rohani St. Ignatius mengajarkan kita untuk melihat Tuhan dalam semua aspek kehidupan, baik dalam hal-hal besar maupun kecil. Ini mengajak kita untuk memiliki mata rohani yang terbuka terhadap kehadiran Tuhan di sekitar kita.

St. Ignatius de Loyola mengajarkan konsep "Finding God in All Things" sebagai salah satu inti dari spiritualitas Ignatian. Ini berarti melihat dan mengalami kehadiran Tuhan dalam setiap aspek kehidupan kita, baik dalam momen-momen besar maupun dalam detail kecil sehari-hari. Filosofi ini mengajak kita untuk mengembangkan "mata rohani" yang peka terhadap tanda-tanda kehadiran ilahi di sekitar kita. Bagi St. Ignatius, dunia ini tidak dibagi menjadi yang sakral dan yang sekuler, melainkan segala sesuatu dapat menjadi sarana untuk mengalami Tuhan. Dalam praktiknya, ini berarti setiap aktivitas, interaksi, dan pengalaman—baik itu pekerjaan, hubungan, atau bahkan tantangan hidup—dapat menjadi kesempatan untuk lebih dekat dengan Tuhan. Dengan demikian, kehidupan menjadi sebuah doa yang berkelanjutan, di mana setiap tindakan, betapapun duniawinya, dilakukan dengan kesadaran akan kehadiran dan bimbingan Tuhan (Endean, 2001).

Lebih jauh lagi, pandangan ini mendorong kita untuk mengadopsi sikap kontemplatif dalam tindakan kita sehari-hari. St. Ignatius percaya bahwa dengan merenungkan kehadiran Tuhan dalam segala hal, kita dapat mengalami transformasi spiritual yang mendalam. Proses ini melibatkan melihat melampaui penampilan permukaan dan menyadari realitas ilahi yang mendasari segala sesuatu. Dalam konteks ini, penderitaan dan sukacita, keberhasilan dan kegagalan, semuanya memiliki potensi untuk mengungkapkan kebijaksanaan dan kasih Tuhan. St. Ignatius mengajak kita untuk menumbuhkan rasa syukur dan keajaiban atas karya Tuhan dalam hidup kita, serta mengembangkan hati yang peka terhadap kehendak-Nya dalam setiap situasi. Ini juga mencakup pengakuan bahwa Tuhan aktif bekerja dalam dunia dan melalui setiap orang yang kita temui. Dengan kata lain, spiritualitas Ignatian mendorong kita untuk hidup dengan kesadaran penuh akan kehadiran Tuhan, sehingga setiap momen menjadi kesempatan untuk pertumbuhan rohani dan perjumpaan dengan Yang Ilahi (Barry, 2008).

3. Examen (Pemeriksaan Batin):

St. Ignatius mengembangkan metode pemeriksaan batin yang mengajak kita untuk secara rutin merenungkan hari-hari kita, mengakui dosa, bersyukur atas berkat, dan mencari cara untuk lebih baik di hari berikutnya. Ini membantu kita untuk tetap dekat dengan Tuhan dan menjaga integritas rohani kita.

Examen, atau pemeriksaan batin, adalah praktik rohani yang dikembangkan oleh St. Ignatius de Loyola sebagai bagian dari Latihan Rohani (Spiritual Exercises). Praktik ini bertujuan untuk membantu individu dalam melakukan refleksi harian yang mendalam terhadap pengalaman mereka, dengan tujuan untuk mengenali kehadiran dan karya Tuhan dalam hidup mereka. Examen terdiri dari lima langkah utama: syukur, permintaan rahmat, tinjauan hari, pengakuan dosa, dan resolusi. Langkah pertama, syukur, melibatkan merenungkan dan mengungkapkan rasa terima kasih atas berkat-berkat yang telah diterima sepanjang hari. Langkah kedua, permintaan rahmat, adalah memohon bantuan Roh Kudus untuk melakukan refleksi yang jujur dan mendalam. Langkah ketiga, tinjauan hari, mengajak individu untuk melihat kembali peristiwa-peristiwa hari itu, mencari tanda-tanda kehadiran Tuhan dan merenungkan bagaimana mereka telah merespons panggilan-Nya. Langkah keempat, pengakuan dosa, melibatkan pengakuan terhadap kesalahan dan dosa yang telah dilakukan, serta memohon ampun. Langkah terakhir, resolusi, adalah menetapkan niat atau resolusi untuk hari berikutnya, berkomitmen untuk lebih setia dalam mengikuti kehendak Tuhan (Martin, 2010).

Secara filosofis, Examen dapat dipandang sebagai alat untuk mencapai kesadaran diri yang lebih besar dan kedekatan dengan Tuhan. Praktik ini mendorong individu untuk hidup dengan kesadaran yang lebih besar akan tindakan dan pilihan mereka, serta dampaknya terhadap hubungan mereka dengan Tuhan dan sesama. Melalui Examen, seseorang diajak untuk terus-menerus memperbaiki diri dan berusaha untuk hidup lebih selaras dengan nilai-nilai Injil. St. Ignatius percaya bahwa dengan melakukan refleksi harian ini, kita dapat menjaga integritas rohani kita dan menghindari pola-pola perilaku yang merugikan. Praktik Examen juga menekankan pentingnya kesederhanaan dan ketulusan dalam hubungan kita dengan Tuhan, karena melalui pengakuan dosa dan rasa syukur, kita diingatkan akan kerentanan kita dan kebutuhan akan rahmat Tuhan. Dengan demikian, Examen bukan hanya sebuah metode refleksi, tetapi juga sarana untuk transformasi rohani yang mendalam, membantu individu untuk tumbuh dalam kebijaksanaan dan kasih (Ganss, 1992).

4. Magis (Kebesaran):

Prinsip Magis berarti "lebih besar" atau "lebih baik". St. Ignatius mendorong kita untuk selalu mencari cara untuk melayani Tuhan dan sesama dengan lebih baik, selalu berusaha memberikan yang terbaik dalam segala hal yang kita lakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun