Mohon tunggu...
P Joko Purwanto
P Joko Purwanto Mohon Tunggu... Guru - Teacher

Becoming added value for individual and institute, deeply having awareness of personal branding, being healthy in learning and growth, internal, external perspective in order to reach my vision in life, and increasingly becoming enthusiastic (passion), empathy, creative, innovative, and highly-motivated.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tantangan Dan Peluang Pendidikan Inklusif Dalam Perspektif SDGs

8 September 2023   00:01 Diperbarui: 25 Maret 2024   00:03 994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(https://pterraza.weebly.com/)

Pendahuluan

Dalam era yang semakin global dan kompleks, pendidikan inklusif menjadi sebuah isu krusial dalam upaya mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) yang telah ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pendidikan berkualitas, yang merupakan SDG keempat, menjadi fondasi bagi pencapaian tujuan-tujuan SDGs lainnya. Dalam konteks ini, para ahli telah memberikan pandangan penting tentang bagaimana ketidaksetaraan dalam akses pendidikan dapat menghambat pencapaian SDG 4 (Quality Education).

Profesor Amartya Sen, seorang ekonom terkemuka dan penerima Hadiah Nobel dalam bidang Ekonomi, menggambarkan pentingnya pendidikan sebagai "The most powerful tool for reducing inequality and promoting sustainable development." 

Ketidaksetaraan akses terhadap pendidikan tidak hanya terkait dengan faktor ekonomi, tetapi juga dampak dari kurangnya fasilitas fisik yang ramah disabilitas. Dalam konteks pendidikan inklusif, peran fasilitas fisik sangatlah penting, dan ketidaksetaraan ini bertentangan dengan semangat SDG 4, seperti yang ditegaskan dalam kata-kata Dr. Judith Heumann, seorang advokat hak disabilitas yang berpengalaman, "Disability-friendly facilities are a fundamental right of every individual, and without them, we neglect their potential contribution to society." 

Tantangan ekonomi juga menjadi penghalang bagi partisipasi anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah dalam pendidikan, yang dapat berkonflik dengan SDG 1 (No Poverty). Profesor Martha Nussbaum, seorang filsuf terkenal, menjelaskan, "Inequality in education is a source of broader social inequality. Without equitable education, we cannot achieve the goals of prosperity and balance in society."

Akar penyebab ketidaksetaraan gender dalam pendidikan juga merupakan perhatian utama, dan hal ini bertentangan dengan SDG 5 (Gender Equality). Dr. Rukmini Banerji, CEO Pratham Education Foundation, mengingatkan kita bahwa "Education is key to gender equality. When all children, regardless of gender, have equal access to quality education, we create a strong foundation for gender equality."

Dalam upaya untuk mengatasi tantangan ini, pendekatan kurikulum yang inklusif memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan masyarakat yang lebih beragam dan toleran, sejalan dengan semangat SDG 16 (Peace, Justice, and Stong Institutions). Dr. Paulo Freire, seorang pendidik dan filsuf asal Brasil, menyatakan, "An inclusive curriculum is not just about learning, it's also about shaping a more inclusive and empathetic view of the world."

Pemanfaatan teknologi juga memegang peran penting dalam memfasilitasi akses pendidikan yang lebih luas, yang mendukung SDG 9 (Industry, Innovation dan Infrastructure). Dr. Sugata Mitra, seorang ilmuwan pendidikan, menekankan, "Technology is a tool to achieve universal access to knowledge. It is the key to tackling inequality in education."

Pendidikan inklusif juga memiliki peran dalam membentuk pola pikir yang mendukung tindakan iklim, sesuai dengan SDG 13 (Climate Action). Greta Thunberg, seorang aktivis lingkungan, mengatakan, "Inclusive education must include an understanding of climate change and its impacts. This is an important step towards global climate action."

Selain itu, pendidikan inklusif dapat membantu mengurangi kesenjangan antargenerasi dan mendukung SDG 10 (Reduced Inequalities). Dr. James Heckman, seorang ekonom dan penerima Hadiah Nobel dalam bidang Ekonomi, menyoroti, "Investasi dalam pendidikan inklusif adalah investasi dalam masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan." 

Penerapan pendidikan inklusif juga memberikan peluang ekonomi kepada kelompok marginal, sesuai dengan SDG 8 (Decent Work and Economic Growth). Profesor Muhammad Yunus, pendiri Grameen Bank, menjelaskan, "Inclusive education is not just about knowledge, it is also about giving all individuals access to broader economic opportunities."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun