Mohon tunggu...
Saepiudin Syarif
Saepiudin Syarif Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Tjoet Nja' Dhien dan Titian Serambut Dibelah Tujuh: Film (Religi) Terbaik Indonesia

6 April 2023   11:16 Diperbarui: 6 April 2023   11:34 1560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Asrul Sani pernah menyutradarai skenario yang ditulisnya pada tahun 1959 tapi tidak terdokumentasi dengan baik sehingga tidak bisa ditonton lagi. Kemudian dengan naskah yang sama Chaerul Umam, sutradara yang terkenal religius ini membuat ulang di tahun 1982.

Bercerita tentang Ibrahim, yang diperankan oleh El Manik, guru muda yang teguh, menemukan kejanggalan-kejanggalan dalam kehidupan kampung yang akan dia tinggali. Kehidupan masyarakatnya diibaratkan sebagai layang-layang putus.

Sementara Sulaeman, yang diperankan oleh Rachmat Hidayat, selaku guru agama dan sesepuh kampung, kehidupannya malah banyak dipengaruhi kebejatan moral Harun, yang diperankan Sukarno M. Noor (ayah dari Rano Karno) dengan cemerlang. Harun adalah orang terkaya di kampung itu, yang hidupnya dihiasi perjudian dan perbuatan cinta sejenis meskipun mempunyai istri Jamilah.

Plot Jamilah bisa jadi diambil dari kisah Nabi Yusuf di mana dicintai oleh salah satu istri raja yang lalu memfitnahnya melakukan pelecehan seksual karena Nabi Yusuf menolak cinta sang istri raja. Jamilah menuduh Ibrahim telah memperkosanya.

Selain itu Ibrahim juga harus berhadapan dengan Sulaiman, guru tua yang mengajar agama dengan keras dan konservatif sehingga Ibrahim dianggap sebagai saingan yang membawa pengaruh buruk pada masyarakat.

Ibrahim juga harus berhadapan dengan Arsad, pemuda brandalan yang tidak suka dengan kehadirannya, terutama karena Ibrahim pernah memergoki Arsad ketika memperkosa Halimah, gadis desa yang kemudian dianggap sakit jiwa.

Cobaan, tantangan, dan ketabahan Ibrahim dalam memperjuangkan agama Allah ibarat jembatan shiroothol mustaqiim yang harus dilalui Ibrahim hingga akhirnya berhasil membuka kesadaran Islam yang baru bagi kehidupan di kampung itu.

Film ini dengan cantik mengangkat hipokrasi dalam masyarakat, mengaku beragama Islam tapi jauh dari tuntunan Islam. Guru agama seakan simbol yang bisa dimanfaatkan atau memanfaatkan kekuasaan padahal ada pelanggaran syariat.

Untuk film yang tayang di masa orde baru, film ini tidak hanya jadi kritik sosial bagi umat Islam untuk instrospeksi diri tapi juga kritik bagi penguasa yang cukup berani.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun