Sudut kafe ini adalah tempat favoritku
Tak terlalu terlihat
Tapi jelas melihat seluruh ruangan
Siapa yang datang dan pergi
Kusesap cangkir kopi pertamaku
Hitam
Kental
Tanpa gula
Mataku mulai menyala
Kuambil gawai
Lalu kutulis cerita
Teman setia yang selalu kubawa
Otakku menyala
Ribuan huruf tumpah tanpa jeda
Kata demi kata
Hingga kopiku pun tak bersisa
Pikirku melayang
Ada kamu yang terbayang
Perempuan cantik tersayang
Meski belum sepenuhnya kusandang
Kamu adalah impianku
Kamu adalah idamanku
Kamu adalah khayalku
Tapi kamu adalah sahabatku
Kusesap cangkir kopi keduaku
Hitam kecokelatan
Berbuih putih di lapisan atas
Sedikit manis dengan aroma vanila
Kucoba lanjutkan ceritaku
Tapi terhenti
Entah kenapa
Tak ada huruf tak ada kata
Lalu kamu tidak hanya di pikirku
Kamu berdiam di hatiku
Kamu hadir di mataku
Kamu muncul di depanku
Sosokmu nyata menghampiriku
Tidak lagi dalam benak
Jantungku terkejut telak
Aku harus bersikap bijak
Lalu kamu tersenyum
Meraih cangkir kopiku
Menyeruputnya satu kali
Meninggalkan jejak bekas bibirmu
Lalu kamu meraih tanganku
Menepuk punggung tanganku
Ini bukan mimpi
Kamu hadir karena pikiranku
Lalu kamu pergi entah kemana
Aku tak beranjak
Sebab kamu sudah tampak
Sebab kurasakan bibirmu di cangkir kopiku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H