Ticket to Paradise bercerita tentang orang tua yang diperankan Julia Roberts dan George Clooney yang sudah bercerai akan tetapi harus kembali berhubungan karena putri mereka yang diperankan oleh Kaitlyn Dever akan menikah dengan Gede, pria Bali yang diperankan oleh Maxime.
Julia dan George berusaha menggagalkan pernikahan tersebut karena tidak mau putrinya menikah muda dan mengalami nasib seperti pernikahan mereka yang gagal. Apalagi dengan lelaki yang hidup jauh dari rumah mereka yang sangat berbeda latar belakang dan budayanya.
Iya cerita ini menggunakan setting Bali sebagai tempat petualangan mereka. Meskipun demikian, sayangnya lokasi syuting semua dilakukan di Australia mengingat berbagai alasan, salah satunya Bali masih ditutup total akibat pandemi. Beberapa lokasi syuting di Australia disulap agar menyerupai Bali. Kita lihat saja bagaimana hasilnya.
Maxime memang bukan menjadi peran utama tapi perannya sebagai pacar anak Julia Roberts dan George Clooney tentu tidak bisa dibilang kecil. Maxime yang sudah biasa bermain genre drama remaja ataupun komedi romantis semestinya pun sudah punya pengalaman dengan genre ini. Kepercayaan sutradara dan Universal Pictures tentu bisa kita buktikan saat filmnya tayang.
Sutradara film ini adalah OI Parker, yang sebelumnya pernah membuat Mama Mia! Here We Go Again (2018). Parker juga seorang penulis skenario dan produser. Ticket to Paradise juga menjadi produksi kesekian dari Julia Roberts dan George Clooney yang ikutan menjabat sebagai produser.
Skema pembuatan film di Hollywood yang membutuhkan biaya besar dan hanya bisa dibuat oleh perusahaan film besar sudah lama bergeser. Sudah banyak produksi kerja sama yang melibatkan banyak pihak sehingga sebuah film bisa didanai gotong royong.
Perusahaan besar tidak lagi alergi bekerja sama dengan production house kecil selama punya cerita dan potensi pasar yang menjanjikan. Era perusahaan besar mempekerjakan pembuat film pun sudah sedikit bergeser.
Untuk itu sutradara, artis, tidak hanya mau dibayar sebagai pekerja tapi ikutan terjun menjadi produser karena selain ingin mengembangkan karir di dunia film tentu ada prosentase laba jika filmnya laku.
Dinamika ini mulai dirasakan di industri film tanah air lima tahun belakangan. Filmmakers harus gigit jari bila filmnya laris dan hanya menerima sesuai honor di awal. Semua keuntungan milik produser (investor).
Tentu ada positif dan negatifnya dan perlu dilihat dari berbagai segi. Perusahaan film besar tidak bisa semena-mena mentang-mentang punya duit. Artis tidak bisa mentang-mentang terkenal lalu minta honor dan fasilitas berlebih. Semua berdasarkan hitung-hitungan karena ada uang yang juga mereka investasikan.