Ini cerita tentang seorang kerabat. Tanpa sengaja hidupnya selalu bersentuhan dengan yang namanya seragam. Sudah mafhum jika sekolah di sini sudah mengenal dan memakai yang namanya seragam.
Setiap hari Senin, memakai seragam putih-putih, hari Selasa hingga Kamis memakai seragam putih-merah, hari Jumat memakai batik dengan bawahan merah, dan Sabtu memakai seragam pramuka. Iya, zaman itu anak sekolah masuk hingga hari Sabtu alias enam hari per minggu.
Begitu pun saat masuk SMP dan SMA, setiap hari selalu mengenakan seragam ke sekolah. Salah satu keuntungannya adalah ongkos angkot atau bus jadi setengah harga. Entah aturan dari mana tapi memang begitu faktanya.
Kalau dipikir-pikir sebenarnya "pengusaha" atau pemilik angkot dan bus memberikan "subsidi" pada para anak sekolah dengan memberlakukan tarif yang murah. Secara tidak langsung mereka adalah bagian dari mata rantai proses pendidikan di negeri ini dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa yang tak pernah tercatat.
Berapa banyak anak sekolah yang terbantu dengan ongkos yang lebih rendah dari tarif normal saat menuju ke sekolah. Padahal pemilik angkot atau bus kebanyakan adalah pihak swasta bahkan sopirnya pun sering kali sopir tembak yang bukan pekerja tetap.
Kembali ke kerabat saya, maksud hati setelah kuliah akan bebas dari seragam akan tetapi dia harus kuliah di sebuah sekolah ikatan dinas dengan pertimbangan kuliah gratis dan akan langsung dapat kerjaan. Jadilah empat tahun kuliah mengenakan seragam.
Setelah lulus dan bekerja pun memakai seragam. Namanya abdi negara. Termasuk harus "nurut" saat harus dipindah ke kota lain. Selama 15 tahun bekerja sudah lima kota dia berpindah tugas. Ada yang masih dalam satu provinsi, pernah juga beda pulau.
Berkat seragam hidupnya lebih berwarna dan banyak pengalaman. Sekarang sudah 5 tahun ditugaskan di pusat. Suatu hari anaknya yang mahasiswa minta pinjam uang untuk bikin kaos dan jaket seragam klub basketnya.
Iseng-iseng ikutlah ke Bandung menemani anaknya ke sebuah pabrik garmen. Dari memilih bahan, desain, sablon, harga, hingga perkembangan dan prospek  bisnis clothing. Akhirnya dia menyuruh anaknya untuk mencari orderan jika ada yang mau bikin seragam dan dia bisa bantu modalin dulu.
Secara tidak langsung dia mau belajar sekaligus mengajari anaknya buat belajar bisnis juga. Ya kecil-kecilan dulu. Sejak itu pelan-pelan dia bersama anaknya mulai mencari peluang di bisnis seragam. Mencari orderan lalu mencari suplier bahan dan pabrik garmen di sekitaran Jakarta dan Bandung.