Mohon tunggu...
Saepiudin Syarif
Saepiudin Syarif Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Metaverse: Saat Dunia Imaji Menguji Nurani

29 Desember 2021   08:01 Diperbarui: 29 Desember 2021   11:24 1800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah revolusi industri di Eropa dengan ditemukannya mesin-mesin penunjang kebutuhan manusia percepatan teknologi semakin tak terbendung. 

Setiap hari selalu ada temuan baru dan teknologi baru yang menggantikan teknologi lama dan membuat manusia makin tergantung dengan teknologi itu sendiri.

Perlu ribuan tahun manusia moderen (jika diambil dari Adam sebagai manusia pertama) ke titik revolusi industri di akhir tahun 1700-an akan tetapi "hanya" perlu 200-an tahun saja ke masa sekarang (2000), manusia menghasilkan teknologi seberagam dan secepat ini.

Tentu saja teknologi hari ini merupakan lanjutan dari ilmu pengetahuan dan penemuan-penemuan manusia di masa lalu. 

Bila berkaca dari hal tersebut perlu ribuan tahun untuk menemukan teori dasar tapi untuk mengembangkannya bisa lebih cepat.

Perubahan teknologi tersebut tentu saja membawa perubahan bagi kebudayaan manusia. Yang pertama dan mengubah tatanan peradaban di masa awal revolusi industri adalah dengan ditemukannya mesin cetak.

Ilmu, pengetahuan, pemikiran yang sebelumnya hanya tertulis di satu buku atau bahkan tertanam di kepala para intelektual akhirnya bisa digandakan dalam jumlah banyak lalu disebarkan ke banyak tempat.

Transfer ilmu pengetahuan menjadi penting antar manusia karena dengan adanya buku cetakan, surat kabar, manusia yang terterpa dan kemudian menyerap informasi jadi lebih besar.

Belum ada efek domino dari timbulnya keinginan menemukan hal baru berupa teori, analisa, hipotesa, dari manusia yang terpapar buku atau informasi yang mereka dapat. 

Dari sinilah manusia berpacu untuk selalu menciptakan teknologi baru dan memperbarui teknologi sebelumnya. Faktanya dalam kurun 200 tahun saja, manusia sudah bisa sebegini hebat.

Terlepas dari banyaknya pengorbanan atau yang menjadi korban baik itu dari pihak manusianya sendiri maupun sumber daya alam yang tereksplorasi dan tereksploitasi, fakta manusia sebagai makhluk hidup tercerdas tak dapat terbantah.

Bukti lain lagi yang bisa dijadikan "sumber data" adalah jenama-jenama berikut yang 20-30 tahun lalu belum ada, tapi sekarang identik dengan kekuatan teknologi dan pundi uang, seperti iPhone, Android, Amazon, Facebook, Instagram, Whatsapp, Youtube, Netflix, Tesla, TikTok.

Masih banyak jenama lain yang melejit dua-tiga dekade belakangan. Termasuk di Indonesia sendiri pun jenama yang baru hitungan tahun pun sudah jadi raksasa seperti Gojek dan turunannya seperti Gopay, lalu ada Tokopedia, Traveloka, Ruangguru, Bukalapak, dan lainnya.

Berkat teknologi lah semua terjadi, maka tak heran jika para pengamat menilai Metaverse akan terjadi sebentar lagi. Percepatan akan terjadi tak memakan waktu lama seperti di era awal peradaban manusia maupun saat revolusi industri. 

Sekarang eranya revolusi teknologi dengan kecepatan super. Teknologinya sudah ada, investornya sudah ada, pasarnya (manusia dunia) jelas ada.

Salah satunya adalah Mark Zuckerberg, yang digadang-gadang akan menjadi pemilik perusahaan metaverse terbesar nantinya. 

Dengan modal Facebook, Instagram, dan Whatsapp yang sudah diintegrasikan di bawah bendera Meta, diprediksi dunia metaverse tinggal beberapa tahun lagi akan kejadian.

Jika Elon Musk beranggapan peradaban manusia selanjutnya di Mars maka Zuckerberg yakin peradaban manusia selanjutnya ada di Metaverse. 

Jika di KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) belum ditemukan arti Metaverse, maka jika dalam bahasa Inggris, Metaverse diartikan sebagai berikut:

"A virtual-reality space in which users can interact with a computer-generated environment and other users."

Bila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia kira-kira seperti ini:

"Ruang realitas virtual di mana pengguna dapat berinteraksi dengan lingkungan yang dihasilkan komputer dan pengguna lain."

Secara sederhana akan ada dunia virtual yang lebih "mirip" dengan kehidupan manusia di bumi dengan karakter yang kita ciptakan sendiri sesuai kemauan kita. 

Akan ada dua "saya", satu "saya" sebagai manusia bumi seperti saat ini, satu lagi "saya" versi metaverse di mana saya bisa mendesain diri saya sesuai dengan yang saya inginkan.

Jika saya di bumi bertampang dan berpostur biasa saja, saya bisa membuat saya versi metaverse semau saya. Bisa lebih tampan, postur tubuh, dan penampilan lebih "sempurna".

Saya versi metaverse pun bisa bekerja, memakai barang-barang yang dijual di dunia sana, membeli properti, kendaraan, dan melakukan aktivitas layaknya di bumi seperti nyata tapi semua tidak nyata. Yang dirasakan adalah sensasi. Teknologi Virtual Reality memungkinkan semua itu terjadi.

Jika sekarang teknologi tersebut masih sebatas di dunia game seperti Roblox atau film seperti Ready Player One, tapi tak lama lagi akan kejadian secara nyata.

Akan tetapi tetap ada aturan main yang akan dibuat oleh pemilik metaverse yang akan kita ikuti. Selain Zuckerberg, masih banyak investor yang akan bermain di dunia metaverse ini. Masalahnya akan ada berapa "dunia virtual" yang benar-benar akan eksis dengan syarat:

  1. Sarana dan prasarananya mendukung
  2. Banyaknya manusia yang mau menjadi warga di metaverse tersebut
  3. Kesempatan yang tersedia secara ekonomi
  4. Pengalaman sensasi apa yang ditawarkan
  5. Biaya yang dikeluarkan apakah akan seimbang dengan kesempatan mencari penghasilan di sana

Hal-hal tersebut baru sebagian saja, masih banyak pertimbangan lain seperti dari sisi keamanan dan perlindungan hukum misalnya yang sampai saat ini masih menjadi perdebatan di banyak pihak. Bagaimana jika terjadi pelanggaran hukum di dunia metaverse?

Kejadian negatif di dunia metaverse ini yang dikhawatirkan oleh sebagian pakar akan berimbas pada eksistensi manusia bumi. 

Apakah lantas manusia bumi menjadi palsu karena mempunyai hidup yang "sempurna" di dunia metaverse?

Secara psikologi dan sosiologi, bagaimana menghadapi hal tersebut? Ketika sensasi yang dijual tentu berpengaruh pada sisi psikologis pelakunya, jika dilakukan terus menerus akan mempengaruhi perilaku dan budaya. Peradaban dan kebudayaan manusia bumi jelas akan berubah.

Secara logika yang akan menggunakan teknologi metaverse tentu yang punya duit duluan. Tidak bisa disangkal, duit yang menggerakkan teknologi. 

Ketika dunia metaverse sudah duluan "dikuasai" kaum berduit, bagaimana dengan orang-orang yang masuk belakangan atau bahkan tidak punya akses ke dunia metaverse? Lagi-lagi mereka hanya akan jadi penonton atau pasar saja karena semua lini sudah dibeli, dimonetisasi oleh kaum yang duluan masuk.

Berkaca pada media sosial yang bikin dunia makin gaduh-- kasus ribut pemilu dan lainnya-- selain masih banyak juga digunakan untuk kejahatan, penipuan, hate comment, oleh akun-akun palsu alias anonim, penanganan dari pemilik pun masih jauh dari yang diharapkan.

Teknologi penting. Manusia maju penting. Pada dasarnya yang membedakan manusia dengan makhluk lain selain otak untuk berpikir tentunya adalah nurani. Kemanusiaan kita sebagai manusia. Etika kemanusiaan.

Semaju apapun manusia tanpa nurani hanya akan jadi robot. Secanggih apapun robot hanya sebuah ciptaan manusia. 

Mampukah manusia memadukan nurani dalam kemajuan teknologi? Apakah nilai nurani selalu bergeser menurun saat berhadapan dengan teknologi?

Yang bisa saya lakukan sebagai orang awam, baik untuk diri sendiri ataupun anak keturunan saya kelak adalah menanamkan nilai agama, nilai-nilai kemanusiaan, cinta kasih, dan kemampuan berpikir kritis sehingga bisa memilih dan memilah mana teknologi yang positif yang bisa ditolerir dan mana yang tidak.

Sejatinya kemajuan teknologi harus selalu diuji dengan pertanyaan-pertanyaan dari nurani kita sebagai insan manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun