Mohon tunggu...
Saepiudin Syarif
Saepiudin Syarif Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Karyawan Betah Bekerja di Kantor, Loyalitas atau Profesionalitas?

20 November 2021   13:05 Diperbarui: 25 November 2021   04:15 1402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di kantor loyalitas atau profesionalitas? | Sumber gambar: Kolase olahan via dreamstime.com dan campaignasia.com

Bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan artinya kita sebagai pekerja harus tunduk dan mentaati peraturan yang berlaku dan melakukan jobdesk sesuai dengan yang sudah disepakati bersama. Kesepakatan tersebut dituangkan dalam perjanjian atau kontrak kerja.

Perjanjian atau kontrak kerja yang harusnya menjadi acuan dalam hubungan kantor (perusahaan) dengan karyawannya. Masalahnya sering kali terjadi di individu/person yang menjalankan relasi tersebut. Baik person yang menjadi wakil perusahaan (manajemen) dengan para karyawan.

Sering kali terjadi gesekan atau ketidaknyamanan pekerja saat masih dihubungi, diminta mengurus pekerjaan di luar jam kantor bahkan di saat hari libur.

Seperti yang dialami oleh Markus, seorang Staf IT di sebuah perusahaan rumah produksi. Sering kali jadwal hari liburnya terganggu karena telepon bukan hanya dari bosnya tapi juga bagian lain yang langsung menghubunginya jika ada kendala.

Markus akan sigap melakukan tugasnya jika masih dalam jam kantor. Masalahnya orang produksi di lapangan punya jadwal syuting yang sering tidak jelas maka ketika mereka mengalami kendala di lapangan atau saat di kantor tapi di luar jam operasional normal, nine to five, seluruh kendala yang berkaitan dengan jaringan maka dialah yang akan dihubungi.

Jika kendalanya kecil, Markus bisa memberi instruksi melalui telepon, tapi tak jarang ia yang harus datang ke lokasi padahal dia sedang jalan-jalan atau nonton dengan pacar di mal.

Markus merasa serba salah. Sebagai pekerja ia ingin bekerja dengan baik, ia ingin loyal pada perusahaan, dan mengerjakan tugasnya secara profesional.

Lalu bagaimanakah loyalitas dan profesionalitas karyawan seharusnya di kantor?

Di kantor loyalitas atau profesionalitas? | Sumber gambar: Kolase olahan via dreamstime.com dan campaignasia.com
Di kantor loyalitas atau profesionalitas? | Sumber gambar: Kolase olahan via dreamstime.com dan campaignasia.com

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti loyalitas adalah kepatuhan; kesetiaan, sedangkan profesionalitas artinya perihal profesi; keprofesian atau kemampuan bertindak secara profesional.

Dilihat dari artinya maka dua kata itu adalah dua hal yang berbeda. Tapi mengapa sering kali dianggap harus jadi satu ketika peran kita sebagai karyawan. Seorang karyawan harus loyal dan profesional. Betul, seorang karyawan hendaknya memiliki loyalitas dan profesionalitas kerja.

Maka Markus harus mengerjakan keluhan dari bagian lain yang berkaitan dengan jobdesknya kapan pun maka Markus dianggap loyal dan profesional pada perusahaan.

Di sinilah permasalahan terjadi ketika loyalitas dan profesionalitas diterjemahkan tanpa dimensi. Kesannya jadi cuma satu  padahal spektrumnya ada banyak lapis dan ada juga yang beririsan.

Loyalitas sejatinya adalah pada etika profesi dan bukan pada bos (atasan) dan juga bukan pada organisasi (perusahaan). Loyalitas letaknya di hati, sisi emosi manusia, tak kasat mata tapi bisa dirasa. 

Sedangkan profesionalitas adalah tindakan, cara, dan kemampuan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan  nilai, standard, dan parameter yang ditentukan.

Jadi loyalitas tidak ada standard baku sedangkan profesionalitas punya standard baku. Celakanya para pemilik perusahaan, bos, atau manajer sendiri tidak sadar atau bahkan tidak mengetahui bahwa ada perbedaan antara loyalitas dan profesionalitas sehingga cara menilai dan konsekuensinya pada karyawan pun seharusnya berbeda.

Akhirnya terjadi tumpang tindih jobdesk di mana posisi karyawan sering terjepit antara loyal atau profesional. Berani menentukan sikap adalah salah satu cara. Karyawan harus berani menyatakan apa yang dirasa dan menyampaikan pada manajemen.

Bernegosiasilah dengan kantor masalah yang dihadapi dan minta penjelasan dan batasan dari jobdesk yang terjadi.

Buat kesepakatan baru terkait kompensasi jika jobdesk makin berat, bertambah, atau kewenangan yang lebih, termasuk dalam kasus Markus adalah sebagai staf IT yang bisa menyuruhnya adalah atasannya. 

Jika membutuhkannya di luar jam kantor maka harus ada permintaan khusus antar bagian dengan kompensasi tersendiri atau kantor menyiapkan tenaga lain di lapangan saat syuting.

Relasi kantor dengan karyawan memang selalu dinamis maka sebab itu ada bagian personalia, human resource, human development, atau apa pun sebutannya. Relasi manusia dengan manusia tidak mudah apalagi berkaitan dengan bekerja bersama.

Yang terutama adalah menyadari bahwa kantor dan karyawan adalah simbiosis mutualisme yang saling membutuhkan. 

Kantor yang diwakili oleh manusia (manajemen) harus memandang manusia lain (karyawan) dengan lebih manusiawi terkait dengan jobdesk, jam kerja, lingkungan kerja, kompensasi, dan lainnya sehingga tujuan organisasi (perusahaan) tercapai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun