Pada suatu saat ada kucing kampung yang akhirnya menjadi hewan peliharaan di rumah. Sebenarnya tidak sengaja dipelihara tapi karena kadung suka dan tingkahnya yang bak raja akhirnya dibiarkan tinggal di rumah.
Kucing kampung itu sering muncul di teras rumah setiap menjelang senja. Badannya besar, berbulu putih, dengan ekor pendek. Bila berjalan perutnya gondal-gandul seperti sedang hamil.
Oleh ibu saya diberi alas tidur di pojokan dengan satu ekor ikan goreng sebagai jatah makan malamnya. Begitu setiap hari selama seminggu hingga selanjutnya tidak hanya makan malam tapi seekor lagi ikan atau sepotong ayam goreng untuk makan siangnya.
Oleh adik saya diberi nama Namja yang artinya lelaki dalam bahasa Korea. Ya, ternyata kucing berperut gempal itu jantan. Ukuran tubuhnya lebih besar dari kucing-kucing kampung lainnya yang sering berkeliaran di sekitar rumah tapi hanya Namja yang "berani menetap" dan bahkan "mengancam" kucing lain yang mencoba masuk ke area rumah.
Sejak itu Namja menjadi bagian keluarga kami. Sejak itu pula wilayahnya tidak hanya di teras rumah tapi juga masuk ke dalam rumah. Seluruh sudut bisa dia datangi kecuali kamar tidur. Ia suka sekali ndusel di kaki semua orang tapi yang favorit tentu saja di sebelah ibu seakan anak bayi yang minta dielus-elus.
Makanan dan alas tidur pun berubah. Namja tidak mau makan alias ngambek jika makanan untuknya langsung ditaruh di lantai tanpa alas. Jadi jika memberinya makanan kucing pabrikan harus di atas piring begitu juga jika menunya ikan atau ayam goreng.
Ia tidak suka ikan atau ayam goreng yang dingin yang diambil dari kulkas. Jadi harus digoreng ulang dulu baru ia mau makan. Itu pun sambil menunggu panasnya berkurang setelah digoreng, ia akan ndusel minta ditemani menjelang makan.
Apalagi jika ikan atau ayamnya baru dari pasar dan langsung digoreng khusus untuknya, ia akan melonjak kegirangan dan makan dengan lahap tanpa sisa. Ia juga akan menciumi tubuh kita dan menarik-narik ujung baju sebagai tanda terima kasih. Senyum di wajahnya itu lho yang bikin kita pun ikut tersenyum bahagia karenanya.
Bila musim hujan tiba dan udara dingin terasa hingga ke dalam rumah. Singgasana tidurnya sudah lengkap dengan alas dan selimut tebal. Bila diberi selimut kain biasa apalagi kotor, ia akan ngambek dan diam di pojokan.
Begitu juga saat terkadang dimarahi karena melakukan kesalahan seperti pipis sembarangan, menyenggol gelas hingga pecah, atau mencakar-cakar sofa, tingkah kekanakan yang mirip ngambeknya anak kecil. Padahal tentu saja marahnya kami tidak benar-benar marah hanya memberi tahu dan mengajarinya berlaku baik.