Bukankah kita, manusia dan makhluk lainnya adalah produk dari cintanya Tuhan yang Maha Esa?
Bukankah tidak ada sesuatu yang diciptakan Tuhan dengan maksud untuk mencelakai kita sebagai hamba?
Di zaman yang serba canggih sekarang ini, belajar agama dan Tuhan menjadi susah-susah gampang.
Dibilang gampang karena semua informasi (ceramah, kajian, khotbah) bisa didapat dan dipelajari melalui internet. Dibilang susah karena menemukan narasumber yang benar dan sesuai itu pun tidak mudah.
Banyaknya narasumber yang tidak bertanggung jawab, oknum dengan motif ekonomi atau popularitas, tidak ada standard kualifikasi dari profesi yang disebut ustadz atau guru.
Belum lagi distraksi untuk fokus belajar dan mengikuti kajian. Gangguan dari internet berupa media sosial atau media hiburan adalah musuh bersama. Musuh anak-anak sekolah, musuh para pekerja kantor, musuh para orang tua.
Hilangnya fokus yang akhirnya menggerus motivasi kita untuk mempelajari agama. Dengan beragama lebih baik diharapkan mengerti kehidupan lebih baik. Mengerti kehidupan lebih baik diharapkan kita menjalani hidup dengan lebih baik.
Sifat-sifat pemarah, arogan, pembenci, mau menang sendiri, serakah, mengambil hak orang lain, pembohong, manipulasi, dan lainnya dapat kita hindari.
Kita tunjukan akhlak yang baik pada anak-anak kita, adik-adik kita, sebagaimana dicontohkan Baginda Nabi Muhammad SAW. Beliaulah teladan manusia yang paling utama yang seharusnya menjadi idola.
Bila dilihat dari sejarahnya sungguh malang bagi Muhammad kecil yang tidak mengenal ayahnya karena meninggal saat beliau masih dalam kandungan. Ibunya pun meninggal saat beliau masih kecil.
Hidup yatim piatu sejak kecil lalu menjalani kerasnya kehidupan sebagai penggembala kambing tak membuat Muhammad kecil menjadi anak pemberontak. Justru semua itu menjadikan beliau makin bijak melihat hidup.