Rakyat jelata menggunakan baju ala kadarnya sekadar bisa menutupi dari panas dan dinginnya cuaca. Bahkan saking miskinnya membeli baju dari kain alternatifnya adalah menggunakan karung goni. Hal itu masih dirasakan oleh generasi masa awal kemerdekaan. Tidak terbayang oleh generasi tersebut kelak ada pekerjaan yang dinamakan model atau peraga busana.Â
Walaupun demikian bukan berarti peragaan busana tidak pernah ada sebelumnya. Para priyayi dan orang-orang Eropa yang tinggal di negeri ini pada dasarnya berlomba untuk menggunakan baju bagus saat ada pertemuan, hajatan, makan malam, atau acara kongkow-kongkow kaum tajir di sela acaranya tidak jarang membuat acara memamerkan baju yang dikenakan dengan berjalan lenggak-lenggok di tengah tempat acara.Â
Akan tetapi jumlahnya masih terbatas dan sering disambi oleh orang dari profesi lain seperti artis film, penyanyi, istri dan anak pejabat atau pengusaha.
Kemunculan desainer-desainer busana lokal yang didukung oleh industri media majalah wanita dewasa semisal Kartini dan Femina membuat industri fashion makin berkembang.
Profesi model pun sebagai profesi ikutan makin digeluti banyak orang. Perempuan-perempuan cantik, bertubuh langsing dan tinggi adalah syarat utama menjadi seorang model saat itu.Â
Industri media massa khususnya majalah wanita dan remaja seperti Sarinah, Gadis, Mode, Aneka Yess, kemudian ditambah dengan kemunculan majalah-majalah franchise luar negeri seperti Cosmopolitan, Hers, Harper,s Bazaar, Cover Girl, dan sebagainya menjadikan kebutuhan akan model makin meningkat.
Animo masyarakat pun makin terbuka dengan profesi satu ini. Bisa dilihat dari ajang pemilihan model di berbagai tempat, baik yang diselenggarakan oleh pusat perbelajaan dan merek produk, dari tingkat RT hingga tingkat nasional peminatnya membludak. Bisnis ikutan seperti event organizer dan sanggar seni yang berhubungan dengan model pun bermunculan.Â
Untuk model pria malah lebih terlambat lagi. Selain pasarnya belum ada, mungkin dunia lenggak-lenggok memperagakan baju untuk kalangan pria masih dianggap tidak umum atau bahkan terkesan feminim, yang dihindari saat itu.
Pada awalnya sangat sedikit pria yang terjun ke dunia model dan lebih banyak cabutan dari artis film atau penyanyi. Bisa dipastikan aktor atau penyanyi terkenal zaman 60-an atau 70-an pernah mendapat pekerjaan sampingan sebagai model. Sebut saja seperti Koes Hendratmo, Bob Tutupoly, dan Rahmat Kartolo.Â
Sedangkan model perempuan sudah cukup banyak di era angkatan Rima Melati, Dhany Dahlan, Titik Qadarsih. Bahkan di akhir tahun 70-an dan awal 80-an adalah masa keemasan dunia model perempuan. Kita punya belasan model kelas atas dengan jadwal show yang padat merayap. Hal ini disebabkan industri fashion lokal sedang berkibar dengan munculnya desainer lokal yang cukup banyak.Â