Mohon tunggu...
Saepiudin Syarif
Saepiudin Syarif Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Netizen Boikot Saipul Jamil

9 September 2021   09:32 Diperbarui: 9 September 2021   12:03 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saipul Jamil Keluar Penjara. 

 Foto: Suara.com

Keluarnya Saipul Jamil dari penjara tanggal 2 September lalu langsung menjadi berita panas di media tanah air. Tidak hanya viral tetapi juga berbuntut ajakan boikot pada pedangdut mantan personil boyband dangdut, G4UL tersebut.

Pasalnya Bang Ipul begitu ia dipangil oleh rekan sejawatnya malah pamer dengan diarak di atas mobil layaknya atlet-atlet yang baru pulang setelah berperang merebut medali. Perayaan bebas setelah lima tahun mendekam di LP Cipinang yang terlalu diglorifikasi.

Prosesi arak-arakan yang tidak elok secara etika juga tidak peka secara psikologis bagi korban tindakan pelecehan seksual yang dilakukan Bang Ipul.

Saipul Jamil sudah mendapatkan hukuman penjara selama lima tahun tapi korban pelecehan seksual yang dilakukannya mungkin masih mengalami trauma seumur hidup. Apakah pantas merayakan kebebasan dengan arak-arakan dan disambut meriah dengan tampil di siaran langsung televisi nasional?

Hal inilah yang memicu kekesalan netizen, selebritis yang vokal, dan masyarakat yang peduli pada civil society. Termasuk pada pihak yang memanfaatkan potensi keviralan tersebut seperti stasiun televisi dan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) yang dianggap tidak bersuara dan tidak berpihak pada korban.

Di sisi lain KPI sedang tersandung kasus yang hampir mirip di mana tindakan karyawannya menjadi viral karena melakukan pelecehan seksual sejenis kepada koleganya sendiri. Yang makin membuat netizen makin panas menyerang kinerja dan keberpihakan KPI.

Apabila dilihat lebih dalam, kasus Saipul Jamil adalah kasus kekerasan seksual pada anak di bawah umur. Bila tempo hari sebagian media sudah mengganti kata "koruptor" menjadi "maling" maka sebagian netizen menyebut Saipul Jamil adalah "predator pedofil". Sebuah istilah yang harusnya membuat malu dan introspeksi bagi pelaku.

Sayangnya hal tersebut abai dilakukan Saipul Jamil bersama timnya dan stasiun televisi yang berpikir akan menangguk banyak penonton dari keviralan prosesi arak-arakan tersebut justru makin membuat netizen emosi.

Seorang sutradara dan petinggi production house malah terang-terangan membatalkan semua kerjasama dengan stasiun televisi yang berniat menayangkan film-film dari production house tersebut.

Berkaca pada kasus yang hampir mirip di Hollywood, ada Bill Cosby, seorang aktor dan produser serial komedi keluarga The Huxtable yang sangat terkenal itu harus menerima konsekuensi hukum dan sosial akibat kejahatan seksual yang dilakukannya.

Ada juga Harvey Weinstein, pemilik perusahaan dan investor di banyak film di Hollywood yang tidak hanya karirnya hancur tetapi juga membuka perilaku bejatnya terhadap artis baru yang ingin masuk ke dunia film Hollywood. Melihat panjangnya karir yang sudah dia lakoni, kelakuannya terbongkar justru di masa tuanya dan saat perusahaan filmnya bertengger di jajaran top dunia.

Netizen dan hukum Amerika terlihat tegas dan saklek terhadap pelaku kejahatan seksual. Bill Cosby dan Harvey Weinstein tidak bisa bergenit-genit ria mencari "perhatian" atau menggunakan popularitasnya untuk mencari simpati publik.  Meskipun menggunakan pengacara dan tim komunikasi yang handal.

Tak ada juga siaran televisi yang memberi panggung. Kepemilikan siaran televisi nasional yang seharusnya milik publik tapi di sini dikuasai dan dijalankan secara seenaknya oleh para pemilik modal.

Semua pembelaan dan proses hukum terjadi di dalam persidangan. Berita, dokumenter pun dibuat secara berimbang dan memberi edukasi betapa kejahatan seksual bisa terjadi di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja.

Hal-hal seperti ini yang harus di edukasi pada masyarakat agar menjadi pelajaran dan perlindungan bagi kaum yang rentan menjadi korban kejahatan seksual seperti anak-anak, kaum perempuan, kaum pekerja. Kejahatan seksual adalah kejahatan kemanusiaan.

Apakah lantas pelaku harus mendapatkan hukuman seumur hidup?

Melihat kasus Saipul Jamil, hukum negara memang sudah dijalaninya tetapi kita semua harus sadar bahwa ada sanksi sosial. Yang ini sangat tergantung pada sikap pelaku. Pada dasarnya netizen Indonesia itu pemaaf dan mudah lupa tapi lagi-lagi jika pelaku malah "songong" dan "menantang" jangan harap bisa hidup tenang-tenang saja.

Aksi boikot terhadap Saipul Jamil karena dianggap "songong" itu. Seandainya Saipul Jamil mau menahan diri untuk tidak show off saat kebebasannya dan bersikap santun, penuh penyesalan, ingin memperbaiki diri, dan pelan-pelan membangun kembali karirnya di dunia hiburan mungkin ceritanya akan lain.

Perlu disadari cancel culture itu ada. Boikot itu ada. Sanksi sosial itu ada. Semua itu tergantung pada kondisi isu, waktu, kondisi masyarakat, hukum, dan hal-hal lain yang ada dalam dinamika masyarakat. Tidak semua kasus akan terjadi pemboikotan. Semua tergantung isu, situasi, kondisi, dan dinamika masyarakat.

Suka atau tidak suka hal ini terjadi dan akan menjadi budaya di masyarakat apalagi di saat global dan digital seperti ini. Dinamika masyarakat menandakan ada dinamika kehidupan. Dan ini salah satu ciri kebudayaan.

Oleh karena itu yang harus disadari dan dilakukan oleh setiap individu adalah berbuat sesuai porsi. Harus selalu berbuat baik dan jika kepleset dalam hidup harus berani minta maaf, bertanggung jawab, dan menjalani sesuai porsinya. Jika "melanggar" ya siap-siap terima konsekuensinya.

Apabila masing-masing individu manusia menjalani hidupnya dengan baik, benar, dan bertanggung jawab dan kemudian masyarakat madani tercipta maka budaya dalam masyarakat pun akan berubah. Tekanan netizen, sorotan masyarakat, dan sanksi sosial terjadi karena masyarakat merasa ada yang salah sedang terjadi.

Sejatinya kita, semua manusia ingin hidup di masyarakat yang sehat. Sehat jasmani dan rohani. Tugas kita bersama untuk mewujudkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun