Mohon tunggu...
Saepiudin Syarif
Saepiudin Syarif Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Awal New Normal, antara yang Patuh dan yang Cuek

27 Mei 2020   10:06 Diperbarui: 27 Mei 2020   12:08 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiga bulan sudah dunia berhenti. Detaknya tampak lemah. Semua tampak lelah dan susah. Di mana-mana terjadi kepanikan, kemarahan, kekecewaan, kesedihan, juga kehilangan. 

Tahun 2020 adalah tahun bencana bagi dunia. Serangan virus covid-19 yang menjadi pandemi bagaikan momok menakutkan buat semua manusia.

Berbagai upaya telah dilakukan. Semua negara membuat beragam peraturan. Meski banyaknya korban berjatuhan membuat beragam analisa sekaligus gagapnya semua pihak akan bencana ini. Apalagi fakta bahwa vaksin belum ditemukan dan masih memerlukan sekian bulan atau tahun lagi.

Tapi hidup harus terus berjalan. Kegiatan perlu lagi dimulai. Ekonomi perlu kembali bergulir. Dengan catatan positif dan negatifnya selama pandemi ini harus menjadi pelajaran bersama untuk melangkah lagi dengan kesadaran baru.

Kesadaran baru mungkin lebih tepat digunakan dibanding istilah "New Normal" yang sekarang mulai sering digunakan untuk hidup "berdampingan" dengan Covid-19. 

Kesadaran baru menuntut perubahan, baik sikap maupun mental. Sayangnya hal tersebut belum terlihat jelas dan serempak di masyarakat kita.

Perilaku cuek dan masa bodoh masih sering dijumpai di tengah masyarakat yang seharusnya melaksanakan peraturan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Pun begitu aturan yang kurang tegas baik di tingkat pembuat kebijakan dan tingkat aparat selaku pengawas di lapangan. 

Koordinasi yang jalan, eksekusi yang timpang, menjadi catatan tersendiri di musibah kali sekaligus menjadi ketakutan bagi sebagian masyarakat yang sudah patuh menjalankan semua kebijakan yang diberlakukan.

Banyak masyarakat yang sudah berdiam diri di rumah sejak tiga bulan lalu, melakukan karantina sesuai kesadaran sendiri dengan tujuan mengikis persebaran virus sehingga kurva penyebaran makin landai. Tapi apa yang terjadi, peraturan yang kurang tegas dan sikap masa bodoh sebagian masyarakat membuat kurva masih tinggi yang berarti akan semakin lama dalam kondisi pandemi ini.

Hal ini tentu memicu kemarahan sebagian masyarakat terlihat dari isi media sosial yang mengecam tindakan-tindakan sebagian masyarakat lainnya yang tidak bertanggung jawab. Lantas jika "new normal" berjalan tapi tanpa kesadaran baru dari sebagian masyarakat lainnya bukankah keadaan  justru malah makin abnormal?

Kita seharusnya melihat contoh dari kasus Amerika Serikat di mana korban yang meninggal paling banyak dikarenakan sikap masa bodoh dan tidak bertanggung jawab sebagian masyarakatnya yang cuek akan bahaya pandemi Covid-19 ini. Sebagai negara maju tentu sangat disayangkan kenyataan tersebut. Juga sebagai pengingat bahwa kaum ignorant itu bisa ada di mana saja. Termasuk di negara yang katanya maju dan berpendidikan.

Sayangnya sikap ignorant ini pun ada di sebagian masyarakat indonesia dan jumlahnya tidak sedikit. Akhirnya kita akan rela hidup "berdampingan" dengan Corona dengan melakukan segala tindakan antisipasi yang diperlukan, tapi apa kita "rela" jika usaha sebagian besar kita untuk hidup dengan kesadaran baru malah "terancam" oleh sebagian masyarakat lain yang cuek, tidak peduli, tidak bertanggung jawab, ndableg, pada dirinya sendiri dan juga bisa mengancam orang lain?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun