Mohon tunggu...
Saepiudin Syarif
Saepiudin Syarif Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Sambung Menyambung Menjadi Satu Itulah Antrian Salaman Lebaran

22 Mei 2020   10:43 Diperbarui: 22 Mei 2020   10:48 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto. antarafoto.com

Hari Raya Idulfitri adalah waktunya untuk berkumpul dan bermaaf-maafan dengan keluarga dan handai taulan sekalian. Hari istimewa untuk melebur segala salah dan khilaf setelah menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan.

Selalu ada cerita di setiap momen Idulfitri. Bersama siapapun dan di mana pun, momen lebaran menambah tabungan kenangan kita.

Berkumpul di kampung halaman, bertemu sanak keluarga yang jarang bersua, kegiatan yang dilakukan adalah mengobrol, bercerita, mendengar cerita, berbagi kisah, berbagi kenangan, bahwa ada ikatan di antara kita, bahwa persaudaraan itu berharga.

Kebiasaan di kampung halaman di Cirebon, selesai melakukan shalat Idulfitri di masjid atau di lapangan desa biasanya para warga akan berbaris antri untuk bersalam-salaman satu dengan lain, anak-anak hingga orang tua, kenal atau tidak. Jumlahnya bisa ratusan orang. Barisan laki-laki dan perempuan terpisah.

Setelah bubar dari masjid atau lapangan, warga bergerak menuju ke rumah masing-masing yang terpencar ke percabangan jalan atau gang.

Di mulut-mulut jalan atau gang ini pun tidak ada langsung masuk ke rumah tapi berdiri di depan rumah masing-masing untuk bersalaman dengan sesama warga yang tinggal di jalan atau gang tersebut.

Di sini bermaafan atau bersalaman sudah bisa dengan warga perempuan yang tadi terpisah saat di masjid atau lapangan.

Para wanita atau anak-anak yang tidak bisa melaksanakan shalat Idulfitri pun ikut bergabung dalam barisan. Setelah antrian habis, warga baru masuk ke rumah masing-masing.

Di dalam rumah mulai diadakan sungkeman antar anggota keluarga. Bisa dilakukan di rumah yang paling dituakan. Tradisi maaf-maafan dengan sungkeman pada kakek-nenek, orang tua, dan saudara-saudara, dan anak keponakan.

Biasanya di sinilah momen berbagi angpao lebaran kepada keponakan atau saudara-saudara. Lalu dilanjut dengan makan bersama dengan menu khas lebaran berupa ketupat dan lauk pauk khas lainnya.

Canda, gelak tawa, dan suka cita akan mewarnai percakapan pagi itu. Tak ada lagi marah dan dendam. Semua lebur. Kegiatan bermaaf-maafan belum selesai.

Jika ada tetangga atau kerabat yang dirasa dekat atau orang yang dituakan, warga akan datang lagi ke rumah secara pribadi, bisa dengan membawa makanan atau oleh-oleh. Bermaaf-maafan lagi walaupun tadi sudah bertemu di masjid dan di jalan depan rumah.

Setelah bermaafan dengan para tetangga dekat biasanya menjelang siang atau sore baru mengunjungi saudara atau kerabat yang jaraknya lebih jauh. Biasanya sekalian jalan-jalan atau berekreasi.

Kegiatan silaturahmi, halal bihalal, atau apapun nama yang dikemas biasanya sudah berderet bahkan jauh hari sebelum bulan puasa.

Biasanya di grup percakapan teman-teman sekolah zaman dulu, ada saja satu-dua orang yang inisiatif untuk membuat halal bihalal saat pulang kampung. Acara bisa resmi atau dadakan.

Di hari kedua atau ketiga lebaran di kampung mulai bermaafan dengan para teman lama walaupun sudah saling mengucapkan lebaran dan minta maaf di grup percakapan.

Tradisi bermaaf-maafan di saat lebaran memang baik mengingatkan kita untuk saling silaturahmi dan tidak menyimpan dendam.

Meskipun sejatinya kita bisa bermaafan kapan saja, di mana saja, dan lewat media apa saja. Jika kita merasa berbuat salah langsung meminta maaf. Pada siapapun. Biasakan anak-anak sejak kecil untuk bilang, "maaf" jika berbuat salah atau saat meminta tolong.

Semoga di lebaran kali ini saat pandemi melanda dan mungkin sebagian besar dari kita tidak bisa pulang kampung tidak mengurangi kekhusuan dan niat kita untuk saling memaafkan dan meminta maaf dengan tulus kepada siapa pun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun