Indonesian Idol musim ke sepuluh di tahun 2020 ini sudah ada pemenangnya. Lyodra, gadis yang masih 16 tahun ini, dengan kualitas vokal dan kesiapannya sebagai penyanyi profesional adalah talenta sekaligus aset Indonesia yang berharga.Â
Pun jika dilihat dari 15 besar Indonesian Idol lainnya. Nama-nama seperti Novia, Ainun, Tiara, Mirabeth, dan Agseisa secara kualitas bisa bersaing di ajang kompetisi tingkat internasional sekalipun.
Kemenangan Claudia Emanuela, gadis asal Cirebon di The Voice Germany 2019 bisa menjadi bukti betapa banyak potensi bagus anak muda Indonesia. Bila kita mundur ke masa lalu, sudah banyak penyanyi Indonesia yang berjaya di festival-festival musik internasional.Â
Sebut saja Harvey Malaiholo pernah memenangkan World Pop Song Festival di Budokan Tokyo Jepang tahun 1985. Saat itu Harvey berhasil mengalahkan Celine Dion yang mewakili negara Swiss. Kita juga punya Ruth Sahanaya yang menang di Midnite Sun Song Festival di Finlandia, Trie Utami yang menang di Rumania, dan Krisdayanti yang menang di Asia Bagus di Jepang.Â
Tidak hanya di nomor solo, paduan suara dari beberapa perguruan tinggi seperti Paragita Universitas Indonesia, PS. Universitas Padjajaran, PS Universitas Atmajaya, PS. Universitas Parahiyangan, PS. Universitas Diponegoro pernah memperoleh kemenangan di berbagai kompetisi paduan suara di Asia dan Eropa.Â
Selain jalur festival, Indonesia juga sudah menghasilkan beberapa penyanyi kelas internasional lewat jalur pribadi seperti Anggun, Shandy Sondhoro, Agnes Monica, dan Dira Sugandi. Bakat-bakat baru terus bermunculan. Ajang pencarian bakat yang sebagian besar punya lisensi internasional seharusnya bisa dimanfaatkan oleh para stake holders permusikan tanah air.Â
Beberapa tahun lalu Bekraf, Badan Ekonomi Kreatif bentukan pemerintahan Presiden Jokowi periode pertama membuat Indonesian Creative Incorporated (ICINC) yang pernah melakukan audisi talenta muda bersama 88rising. Lima anak penyanyi muda yang terpilih digembleng di Amerika hingga menghasilkan lagu.
88rising adalah manajemen musik di Amerika Serikat yang banyak menaungi talenta dari Asia, di antaranya Rich Brian, Niki, dan Stephanie Poetri dari Indonesia.
Melihat Bekraf yang di periode kedua pemerintahan Jokowi ini dilebur ke Kementerian Pariwasata dan Ekonomi Kreatif maka keberadaan ICINC entah bagaimana nasibnya.
Konsep ICINC yang sebenarnya sudah bagus bisa diterapkan menjadi permanen untuk ke depannya mendukung bakat-bakat baru di berbagai bidang untuk bisa unjuk gigi dan bersaing di dunia internasional.
Masalah nama dan dibentuk lembaga atau tidak bisa dipikirkan selanjutnya. Tapi yang penting ada jalur resmi yang didukung pemerintah (yang nantinya bisa menggandeng sponsor pihak swasta) agar talenta-talenta ini dapat mencoba bersaing di tingkat global. Sebab tidak semua punya nasib seperti Claudia Emanuela yang bisa kuliah di Jerman.Â
Cara yang mudah adalah mengikutkan talenta-talenta baru ini ke ajang pencarian bakat di berbagai negara. Semisal beberapa nama yang disebut di atas diikutkan ke Idol, The Voice, Got Talent, dan sejenisnya di negara-negara penting seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Perancis, Belanda, Arab dan lain-lain. Pelajaran dari positifnya efek bola salju yang dihasilkan saat Parasite, film dari Korea Selatan menang di ajang Piala Oscar 2020 kemarin.Â
Hal yang mirip sudah dilakukan oleh bakat-bakat dari Filipina, di mana selain diasporanya yang tersebar di banyak negara, talenta-talenta muda di bidang musik, tari, dan kontes kecantikan banyak ambil bagian. Di beberapa musim ajang American Idol, The Voice US, dan American's Got Talent, penyanyi asal atau berdarah Filipina bisa unjuk gigi hingga ke babak final dan bahkan juara.
Tentu tidak mudah tapi bukan berarti tidak bisa. Lembaga ini harus dipimpin oleh seorang pemimpin yang cinta akan seni  dan punya jiwa entrepreneur yang tinggi selain memiliki pergaulan di dunia internasional.Â
Teknisnya setelah menyeleksi talenta dari berbagai bidang lalu mendistribusikan ke negara-negara yang potensial beberapa bulan sebelum kompetisi digelar. Bisa dilakukan kerja sama dengan Kementerian Luar Negeri khususnya kedubes atau konjen di negara tujuan agar talenta-talenta ini dianggap sebagai anak magang atau duta budaya sehingga proses legalitas di negara orang pun lebih terjamin.
Kalau hal dilakukan dengan proses penyeleksian yang ketat dan transparan, maka bukan tidak mungkin juara-juara ajang pencarian bakat di negara-negara tujuan berasal dari Indonesia.Â
Konsep ini bisa diterapkan di bidang lain seperti ilmu pengetahuan, olahraga, dan lain-lain. Amerika Serikat sudah mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang dan memasukkan ke dalam daftar negara maju.
Tantangan semakin besar, untuk itu anak-anak muda harus diberi kesempatan untuk bisa bersaing dengan negara-negara lain. Sebab ke depan, negara ini akan dikelola, dipimpin, dijalankan oleh generasi mereka. Sehingga kelak Indonesia tidak hanya besar dalam jumlah penduduk tapi juga besar prestasinya di dunia internasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H