Mohon tunggu...
Pius Rengka
Pius Rengka Mohon Tunggu... Pemulung Kata -

Artikel kebudayaan, politik, sosial, budaya, sastra dan olahraga. Facebook:piusrengka. Surel:piusrengka@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Proposal Kebersihan Kota Kupang Cermin Pembelajaran

24 Januari 2019   11:59 Diperbarui: 24 Januari 2019   12:08 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai orang kampung yang dididik dengan cara kampung, saya  masih sulit meninggalkan kekampungan saya. Semua jenis kekampungan saya dibawa ke Kota Kupang dan kemudian berinteraksi dengan sesama manusia bekas dari kampung yang memang belum sanggup meninggalkan kelakuan kampungan. Kami bertemu sesama kampung yang kampungan.

Misalnya, cara manusia kampung menafsir waktu. Bagi orang kampung turunan petani ladang dan sawah serta ternak (meski ayah saya guru sekolah dasar), waktu sebagai sesuatu yang siklis.

Artinya, waktu selalu ada dan tersedia, sehingga ketersediaan waktu itu akan pasti datang kembali tanpa saya minta. Maka, kata-kata yang sering diucapkan sesama manusia kampung itu adalah ini: "Jangan khawatir, masih ada waktu".

Jika terlambat datang saat rapat, misalnya, selalu ada ucapan pemaaf diri yang sesuai watak kekampungan yaitu, tak apa-apa karena masih ada waktu.

Lalu, tradisi lambat rapat itu dianggap biasa-biasa saja. Bahkan tidak malu jika sering datang lambat untuk hampir semua urusan. Lambat kawin, lambat rapat, lambat makan, lambat target, lambat datang ke kantor. Jika ditemukan pegawai kantor pemerintahan plesiran saat jam kantor,  itu diangap biasa saja. Urusan ijin atau apa pun di kantor pemerintah mesti terlambat dan bahkan yang lebih mengerikan urusan penting apa pun dilambat-lambatkan. Pegawai kantor belanja untuk kepentingan rumah tangga saat jam kantor, dianggap pantas.

Urus ijin lambat dan diperlambat. Urus SIM dihambat dan dilambatkan, atau urusan apa pun di semua jenis kantor pemerintah selalu terlambat dan suka berlambat-lambat. Tetapi saat terima gaji, biasanya tak lambat-lambat.

Demi lancarnya urusan, biasanya sesama kampung, memberi uang pelancar urusan, padahal itu urusan menjadi tanggung jawab di kantor itu, dan demi  itu semua rakyat perlu bayar pajak, bayar macam-macam administrasi.

Di kota yang banyak dihuni para orang kampung, akan banyak polisi di jalan raya, karena para polisi bertugas menjaga orang kampung tertib lalu lintas, agar manusia kampung tidak liar. Soalnya, para orang kampung itu akan liar membiarkan dirinya berkendaraan tanpa surat ijin mengemudi, tanpa helm, dan bahkan membiarkan anak-anaknya mengendarai kendaraan meski belum boleh seturut aturan. Manusia kampung itu, tampaknya, serba boleh.

Bagi anak-anak kampung tertib lalu lintas ditentukan oleh kehadiran polisi. Di traffick light ditemukan orang-orang kampung itu menerobos lampu merah tanda  harus berhenti. Mengapa tak malu berbuat begitu? Karena di kampung, kuda dan kerbau  yang dieret dan ditunggangi tanpa perlu tanda lalu lintas. Kuda dan kerbau yang ditunggangi di kampung tak perlu traffick light. Nah, kebiasaan di kampung ini dibawa ke kota dan banyak orang kampung ini menunggang binatang besi (motor dan mobil) dengan mentalitas dan kebiasaan dari kampung itu. Para mahasiswa pun, nyaman-nyaman saja tinggal di kota meski tanpa tanda penduduk jelas, semisal kartu penduduk.

Polisi pun lebih mengerikan. Mereka memang melihat anak-anak kampung ini melanggar lalu lintas, tetapi mereka menonton saja. Melihat anak-anak yang belum boleh mengendarai kendaraan, dibiarkan saja. Karena mentalitas polisi juga tak jauh beda dengan para pengendara.

Nah dalam urusan sampah, sama saja. Di kampung buang tinja itu urusan alam bebas. Buang kotoran paling privat itu saja, dibuang ke mana saja dia suka. Apalagi sekadar urusan buang plastik, kertas, dan sisa makanan atau limbah rumah tangga. Dibuang saja di mana mereka suka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun