“Tidaklah penting memprediksi masa depan, namun sangat penting bersiap menghadapi dan menjalani masa depan” - (Pericles 495-429 B.C., Panglima perang yang hebat, ahli seni, disebut ”warga negara pertama dan utama” Negara Demokrasi Athena)
Satu hal yang pasti akan dihadapi oleh organisasi modern adalah ketidakpastian. Bencana alam, dinamika politik, gejolak keuangan, inovasi teknologi, perubahan sosial, perilaku bisnis, dan bisnis nasional dan global yang selalu berubah adalah beberapa contoh ketidakpastian. Cara kita mengelola organisasi akan memengaruhi lingkungan sekitar kita dan keadaan di sekitar kita memengaruhi cara kita beroperasi dan menjalankan misi.
Selain itu, Indonesia memiliki wilayah geografis yang luas dan merupakan salah satu negara yang paling rawan bencana di dunia. Dengan rata-rata tahunan sekitar 20% dari bencana dunia, risiko, dan kerentanan terhadap bencana (sebagai salah satu ketidakpastian yang berimplikasi besar) relatif tinggi.
Sayangnya, selama ini belum banyak pemerintah daerah yang memahami betapa pentingnya resilience bagi pemerintah daerah. Seolah resilience hanya untuk sektor swasta karena pemerintah termasuk pemerintah daerah dipandang sudah dijamin akan terus bertahan.
Padahal, banyak penelitian menunjukkan bahwa pemerintah daerah memainkan peran penting dalam pengurangan risiko bencana dan pembangunan resiliensi/ketahanan. Bahkan, pemerintah daerah sering kali berada di garis depan respons dan pemulihan.
Ketidakpastian yang contohnya dijelaskan di atas ini menyebabkan lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang lebih tidak stabil, lebih kompleks, dan lebih ambigu bagi pembuatan perencanaan strategis pemerintah daerah untuk mencapai tujuan akhir. Ketidakpastian akan memengaruhi setiap organisasi dan juga menjadi alasan mengapa pemerintah daerah sebagai organisasi harus gesit (agile), kuat (solid), dan tangguh (resilience) agar dapat bertahan dan berjaya.
Menghadapi situasi global yang sangat dinamis, mengharuskan kita selalu sigap dalam mengantisipasi dan beradaptasi terhadap perubahan. Salah satu faktor pengubah penting adalah pandemi Covid-19 yang mendisrupsi perekonomian, kehidupan sosial, cara berproduksi dan mengonsumsi, mempercepat perkembangan dan adopsi teknologi, dan yang paling utama: mengubah pola perilaku manusia dan masyarakat.
Perubahan-perubahan seperti itu dapat berdampak signifikan pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemerintah daerah harus selalu memberikan pelayanan terbaik bagi semua pemangku kepentingan, agar pemangku kepentingan dapat bersama berkembang dan mengembangkan daerah (provinsi, kota, dan kabupaten).
Untuk menjaga agar pemerintah daerah tetap resilien dan berjaya secara berkesinambungan, pemerintah daerah harus agile dan adaptif menyikapi perubahan, melakukan transformasi operasional, serta mengembangkan kapabilitas dan kompetensi dinamis sesuai dengan kebutuhan.
Ketika pandemi COVID-19 terjadi, semua pihak menghadapi tekanan hebat yang belum pernah mereka alami sebelumnya. Semua rencana dan operasi terganggu. Pertanyaan penting yang harus diajukan setiap organisasi, termasuk pemerintah daerah di Indonesia, baik tingkat 1 maupun tingkat 2, seberapa resilien organisasi kita bila terjadi krisis atau shock karena berbagai sebab pada masa depan?
Pada era di mana perkembangan teknologi berlangsung sangat cepat dan saling berhubungan antara satu sistem, organisasi, masyarakat satu dengan yang lain, maka risiko semakin meningkat melintasi batas-batas lokal, regional, dan nasional.
Akibatnya, masyarakat akan semakin sering dihadapkan pada keadaan darurat dan krisis yang menantang stabilitas sosial dan ekonomi mereka. Untuk menjadi tangguh, masyarakat bergantung pada layanan yang disediakan oleh organisasi, pemerintah utamanya, untuk memungkinkan mereka merencanakan, menanggapi, dan pulih dari keadaan darurat dan krisis.
Organisasi yang menyediakan layanan bagi masyarakat seperti air, gas, listrik, dan transportasi, serta organisasi yang menyediakan pendidikan dan perawatan kesehatan, biasanya terlihat sebagai bagian yang sangat kritis. Sebab peran dan keberhasilan kerja organisasi-organisasi ini di masa krisis yang memungkinkan masyarakat untuk kembali berfungsi dan berkegiatan secara normal atau kuasi normal.
Ketahanan organisasi dan komunitas adalah dua sisi mata uang yang sama; jika organisasi tidak siap untuk menanggapi keadaan darurat dan krisis, masyarakat juga tidak siap. Organisasi yang tangguh juga lebih siap untuk mengembangkan keunggulan kompetitif. Organisasi berjuang untuk memprioritaskan ketahanan (resiliensi) dan mengalokasikan sumber daya untuk mencapai ketahanan (resiliensi) yang tinggi untuk bisa bertahan secara berkesinambungan (sustained). Ketahanan masyarakat, kemampuan masyarakat untuk mengatasi atau bangkit kembali dari kejadian atau situasi yang merugikan, semakin penting untuk menjaga stabilitas ekonomi dan sosial.
Mengapa ketahanan/resiliensi itu penting?
Di Indonesia, seperti di banyak belahan dunia lainnya, pemerintah daerah berada di bawah tekanan karena berbagai faktor. Kota-kota tumbuh, layanan diperluas, dan anggaran ketat.
Pada saat yang sama, risiko bencana alam, konflik sosial, dan guncangan ekonomi meningkat. Dalam konteks ini, ketahanan/resiliensi menjadi lebih penting dari masa sebelumnya.
Resiliensi adalah kemampuan individu, komunitas, dan sistem untuk menahan guncangan dan bangkit kembali dengan lebih kuat. Provinsi/kabupaten/kota yang tangguh dapat pulih dengan cepat dari bencana atau krisis, dan terus berfungsi serta berkembang. Pemerintah daerah yang tangguh lebih mampu menyediakan layanan penting bagi warganya selama masa-masa sulit.
Mengapa resiliensi begitu penting? Ada tiga alasan utama:
- Bencana dan krisis menjadi semakin sering: Seperti disebutkan di atas, risiko bencana alam, konflik sosial, dan guncangan ekonomi meningkat. Di Indonesia khususnya, risiko gempa bumi, gunung meletus, dan tanah longsor meningkat karena negara ini berada di ring of fire. Pemerintah daerah perlu bersiap ketika peristiwa ini terjadi.
- Konsekuensi dari bencana dan krisis semakin parah: Tidak hanya bencana dan krisis menjadi lebih umum, tetapi dampaknya juga semakin besar. Gempa bumi besar, tsunami, atau krisis kesehatan seperti pandemi COVID-19 dapat menghancurkan infrastruktur dan mengganggu rantai pasokan selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Hal ini dapat menyebabkan kemiskinan dan penderitaan yang meluas. Untuk itu, perencanaan dan persiapan serta ketahanan menghadapi hal terburuk harus selalu dilakukan.
- Ketidaksiapan dalam menghadapi ketidakpastian dan tanggapan tradisional terhadap bencana dan krisis sering kali memperburuk keadaan: Dalam banyak kasus, tanggapan tradisional terhadap bencana–seperti membangun tembok yang lebih tinggi atau memberikan bantuan tunai–justru memperburuk keadaan.
Apa itu Ketahanan Daerah?
Indonesia merupakan negara yang rawan terhadap bencana alam dan krisis lainnya. Untuk mengurangi dampak bencana tersebut, pemerintah berupaya membangun ketahanan daerah/wilayah (regional resilience). Ketahanan daerah/wilayah merupakan kemampuan suatu wilayah untuk bangkit kembali dari suatu shock atau stressor.
Ketahanan wilayah/daerah adalah tentang kondisi atau keadaan bersiap menghadapi peristiwa yang dapat mengganggu kehidupan normal dan memiliki kekuatan kapasitas untuk pulih dengan cepat. Berbagai inisiatif telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan ketahanan daerah. Salah satunya adalah upaya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam meningkatkan sistem peringatan dini.
Meningkatkan ketahanan daerah adalah proses yang berkelanjutan dan membutuhkan kerja sama antara semua pemangku kepentingan, seperti, misalnya berbagai tingkat pemerintahan, masyarakat, serta mitra sektor swasta. Dengan inisiatif yang tepat, Indonesia akan lebih siap menghadapi guncangan dan tekanan di masa depan.
Konsep resiliensi, dalam konteks daerah atau perkotaan telah ada sejak tahun 1970, di mana konsep ini awalnya menjelaskan tentang cara sistem daerah atau perkotaan mengatasi stres/tekanan dan gangguan yang disebabkan oleh faktor eksternal (semula hanya disebabkan oleh alam, misalnya bencana alam).
Resiliensi didefinisikan sebagai ketahanan (persistensi) hubungan antarsubsistem di dalam sistem dan kemampuannya untuk menyerap shock/krisis, bertahan, dan kemudian bangkit untuk berjaya. Dengan kata lain, resiliensi adalah kapasitas suatu sistem untuk menghadapi gangguan/krisis/shock dan tetap dapat mempertahankan fungsi dan kontrolnya (Gunderson & Holling, 2001).
Resiliensi juga didefinisikan sebagai kemampuan suatu sistem, komunitas atau masyarakat yang terpapar bahaya untuk menghindar dari bahaya tersebut, menyerap dampak dari bahaya, mengakomodasi dampaknya dan kemudian pulih dari efek bencana secara tepat waktu dan efisien, termasuk melalui pelestarian dan pemulihan struktur organisasi dan fungsi dasarnya yang utama dan penting/esensial (United Nations Secretariat for International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR 2010)
Untuk menjadi resilien, organisasi harus menyiapkan manajemen risiko bencana dan krisis (dengan tahap pencegahan, kesiapsiagaan, tanggap dan pemulihan). Diperlukan kebijakan dan pedoman yang menjelaskan bagaimana organisasi dapat mengidentifikasi sumber daya dan menentukan peran serta tanggung jawab masing-masing bagian.
Pemerintah daerah harus menetapkan dan menjalankan mekanisme koordinasi dan memasukkan manajemen risiko bencana dan krisis dalam kebijakan dan peraturan. Pekerjaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk membangun dan memperkuat masyarakat sangat penting untuk membentuk ketahanan (resilience) dan kesuksesan warga yang tinggal di daerah/wilayah tersebut.
Dengan bermitra antara semua pemangku kepentingan, maka akan terbangun provinsi yang lebih kuat (stronger) dan tangguh (resilient) bersama-sama.
Ketahanan (resiliensi) di tingkat provinsi/kabupaten/kota merupakan fungsi dari birokrasi di provinsi/kabupaten/kota yang didukung oleh lembaga eksekutif dan diamanatkan Undang-Undang. Masukan dari subunit di provinsi, kabupaten, dan kota berkontribusi pada ukuran ketahanan di tingkat provinsi.
Proyek e-RAT ini melihat ketahanan di tingkat pemerintahan provinsi, memperlakukan pemerintah provinsi sebagai unit pengambil keputusan dengan masukan dari subunit birokrasi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Membuat provinsi menjadi resilien adalah inisiatif lintas fungsi yang harus didukung oleh semua pemangku kepentingan untuk meningkatkan ketahanan lokal. Serangkaian kegiatan, seperti, misalnya advokasi, sesi berbagi pengetahuan dan pengalaman, membangun jaringan pembelajaran provinsi ke provinsi yang saling memperkuat dan menghubungkan berbagai lapisan pemerintah dan membangun kemitraan.
E-RAT (Electronic Resilience Assessment Tool) merupakan perangkat yang membantu “memotret” kondisi saat ini yang ada di pemerintah daerah dalam menghadapi ketidakpastian yang tinggi, dinamika perubahan yang dinamis, menuju ketahanan provinsi yang siap untuk menyediakan alat, akses ke pengetahuan, serta alat pemantauan, dan pelaporan yang akan mendukung provinsi-provinsi untuk mengurangi risiko dan membangun ketahanan.
E-RAT dapat membantu untuk memastikan kota menjadi inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan, berkontribusi langsung pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, yaitu menjadikan Provinsi Kalimantan Utara sebagai pemukiman manusia inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan, sesuai dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs).
Mengapa Ketahanan/Resiliensi Daerah Penting?
Ada banyak alasan mengapa resiliensi penting untuk diukur bagi pemerintah daerah di Indonesia. Ketika dunia semakin saling terhubung, kemampuan pemerintah daerah untuk bertahan dan pulih dari guncangan–baik bencana alam maupun bencana yang disebabkan oleh manusia, misalnya krisis ekonomi–menjadi lebih penting dari sebelumnya. Komponen kunci ketahanan adalah kemampuan untuk menyerap dan beradaptasi terhadap perubahan/guncangan/shock.
Dengan mengukur ketahanan, pemerintah daerah dapat mengidentifikasi bidang-bidang yang perlu ditingkatkan agar lebih siap dan menanggapi tantangan, perubahan, dan ketidakpastian di masa depan.
Selain itu, mengukur ketahanan dapat membantu pemerintah daerah melacak kemajuan dari waktu ke waktu dan membandingkan hasil di berbagai wilayah. Informasi ini dapat digunakan untuk menginformasikan keputusan kebijakan dan mengalokasikan sumber daya secara lebih efektif. Terakhir, dengan berbagi data pengukuran ketahanan, pemerintah daerah dapat saling belajar dan mengidentifikasi praktik terbaik yang dapat diikuti oleh daerah lain.
Ketika dunia menjadi lebih terhubung, bisnis dan organisasi semakin terpapar risiko global. Pemerintah daerah harus mampu mengidentifikasi dan mengelola risiko ini untuk melindungi masyarakatnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah adalah dengan mengukur ketahanan mereka, kemampuan untuk pulih dari atau beradaptasi dengan guncangan dan tekanan. Dengan memahami tingkat ketahanan mereka, pemerintah daerah dapat mengidentifikasi area yang rentan dan mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan kemampuan mereka bertahan dan bangkit kembali dari guncangan.
Ada banyak manfaat mengukur ketahanan di tingkat pemerintah daerah. Pertama, ini dapat membantu pejabat lokal mengidentifikasi faktor risiko yang mengancam keselamatan dan kesejahteraan komunitas di wilayahnya.
Kedua, ini dapat membantu pimpinan daerah memprioritaskan sumber daya dan investasi untuk membangun ketahanan yang lebih baik. Ketiga, itu dapat membantu pimpinan daerah melacak kemajuan dari waktu ke waktu dan mengevaluasi keefektifan upaya kebijakan dan kegiatan yang sudah dilakukan.
Mengukur ketahanan bukanlah proses yang dilakukan hanya satu kali. Proses ini harus menjadi proses berkelanjutan yang diintegrasikan ke dalam pengambilan keputusan di semua tingkat pemerintahan. Pemerintah daerah yang berkomitmen untuk mengukur ketahanan wilayahnya akan lebih siap untuk melindungi komunitas di wilayahnya, dari risiko yang berasal dari domestik maupun global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H