Kita hidup dalam keberagaman profesi yang ada dilingkungan kita. Dari profesi yang paling sederhana, seperti contohnya pengemis, pengamen, atau profesi yang sangat melelahkan seperti halnya pengusaha, bahkan pialang saham yang punya konsentrasi ekstra.
Semua profesi punya resiko, baik resiko kecil maupun besar. Apalagi bila dalam profesinya melakukan pelanggaran aturan/hukum.
Beberapa waktu lalu, kita disuguhi dengan anjloknya nilai tukar bitcoin (uang digital / cryptocurrency), dimana anjlok nya nilai itu punya resiko kerugian secara finansial yang mengejutkan.
Ada juga pembatalan konser Paramore awal bulan ini, yang mengakibatkan kerugian besar pada event organizer sebagai pihak penyelenggaranya, serta sponsor sebagai penyandang dana. Itu resiko yang cukup besar menurut saya.
Beberapa hari lalu saya membaca artikel, perihal keributan kecil, yang sempat viral di media sosial (facebook), saat seorang pedagang asongan kena penertiban di stasiun Rancaekek Bandung.
Dimana penertiban yang dilakukan menyebabkan sebuah thermos air pecah.
Seperti biasa, dalam penyampaian di media sosial seringkali hanya melihat dalam satu sudut pandang.
Pedagang asongan karena merasa wong cilik (orang kecil), sepertinya berharap mendapatkan perlakuan istimewa soal hukum, padahal semua sama, harus patuh kepada aturan.Â
Resiko menjadi pedagang asongan jelas ada, selain dagangannya tidak laku, ada juga yang harus berurusan dengan SatpolPP karena melanggar batas wilayah jualan.
Stasiun secara nasional sudah ditentukan menjadi daerah steril, bebas pedagang asongan. Sehingga saat ada pihak yang ngeyel berdagang di stasiun, semua kembali kepada kebijakan pejabat setempat. Pejabat di sini adalah pihak yang berwenang mengatur di sana.
Kita sering disuguhi berita di media, baik cetak maupun elektronik, perihal pedagang kaki lima yang kena penertiban, kadang tempat usahanya diangkut pakai truk, atau dirobohkan lapaknya, petugas / Satpol PP tentu bertugas karena ada dasar hukumnya. Pihak yang ditertibkan pun sebenarnya sudah tahu kalau dia melanggar aturan, dimana area yang dia pakai adalah area steril dari aktivitas pedagang kaki lima / asongan.
Itulah hal yang sebenarnya terjadi, saat kita melihat pedagang ditertibkan, dengan semua resikonya, kita akan disodori dengan berita wong cilik yang teraniaya. Padahal berita yang juga sebenarnya juga ada didalamnya adalah wong cilik melanggar aturan.
Mari kita lihat setiap persoalan, minimal dari dua sisi. Agar kita lebih jernih melihat setiap persoalan. Mari mengurangi resiko dengan mentaati aturan, sehingga dalam bekerja akan lebih terhindar dari loyo.
Selamat Pagi.
Jogja | 26.02.2018Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H