Mohon tunggu...
Pitutur
Pitutur Mohon Tunggu... wiraswasta -

Mencoba BERMANFAAT dengan MENULIS. Mencoba menuliskan sebuah peristiwa dari sudut pandang yang berbeda.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Trotoar Ditata, LBH Pun Tiba

30 Januari 2018   12:27 Diperbarui: 30 Januari 2018   17:22 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Geliat penataan trotoar untuk mempercantikan Kota Jogjakarta rupanya jadi obyek menarik bagi LBH Jogja. 

Ini dibuktikan dengan pemberitaan hari ini (30/01/2018) perihal tuntutan 26 pedagang Jalan Pasar Kembang yang terkena penataan, menuntut pihak Pemkot Jogjakarta, Kraton Jogjakarta dan PT KAI sebesar 101,2 miliar.

Tuntutan ini atas kerugian materiil dan imateriil. Sebuah tuntutan yang dilakukan oleh Paguyuban Manunggal Karso (perkumpulan pedagang jalan Pasar Kembang) yang didampingi oleh LBH dilakukan kemarin, Senin 29 Januari 2018 di PN Jogjakarta. Sebaiknya kita pahami pihak-pihak yang digugat kemarin, agar kita dengan mudah memahami benar salahnya proses penataan tersebut terjadi.

Siapa mereka yang digugat?

Lahan di wilayah Sosromenduran, Gedongtengen Jogjakarta dimana Jalan Pasar Kembang berada, berada di selatan Stasiun Besar Yogyakarta, yang merupakan tanah sultanaat grond / tanah kasultanan, alias tanah yang dimiliki Kraton Yogyakarta. Dari sini kita bisa mengetahui hak yang dimiliki Kraton Yogyakarta terhadap tanah/lahan di Jalan Pasar Kembang tersebut. 

Di Kraton Jogjakarta terdapat lembaga yang ngurusi semua tanah kasultanan, disebut dengan nama Panitikismo, yang diketuai oleh GBPH Hadikusumo, salah satu anak dari HB IX, alias saudara dari Hamengkubuwono X, Raja Kasultanan Jogjakarta saat ini.

Pemerintah Kota Jogjakarta, adalah pihak yang dipercaya Pemerintah Pusat untuk mengurusi semua urusan administrasi terkait perizinan, penataan, mengembangan kota Jogjakarta yang berada di dalam wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.  

Pemerintah Kota Jogjakarta berhak memberikan dan mencabut atau membatalkan bentuk perizinan terhadap semua aktivitas / kegiatan di dalam Kota Yogyakarta.

PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 6 Yogyakarta, adalah pihak yang diberi tugas mengelola operasional dan menjaga seluruh aset PT KAI yang berada di dalam wilayah Daop 6. Khususnya Stasiun Besar Tugu Yogyakarta, adalah menempati lahan tanah kasultana /sultanaat grond. 

Pihak Panitismo, mewakili Kraton Yogyakarta memberikan izin penggunaan lahan untuk operasional Stasiun Kereta api dan fasilitas penunjangnya.

Melihat ketiga pihak yang digugat tersebut, apakah penataan yang dilakukan oleh ketiga pihak tersebut salah? Salahnya dimana? karena penataan dilakukan untuk kepentingan seluruh warga Jogja tanpa kecuali, karena seluruh warga Jogja berhak menikmati kenyamanan Jalan Pasar Kembang dan Kelancaran operasional kereta api. Pemkot Jogja berhak menata wilayahnya, berhak memberikan dan membatalkan izin kios di wilayah penataan.

Jadi, kehadiran LBH saat ini, beberapa bulan setelah penataan selesai, bisa kita bilang sebagai pahlawan kesiangan. Saya yakin LBH berada dalam posisi dilema, di satu sisi mereka ingin meladeni aduan Paguyuban Mangunggal Karso, di satu sisi mereka tahu akan kalah di dalam pengadilan.

Ya sudahlah, kepalang basah!

Jogja, 30 Januari 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun