Selagi masih hangat, pemakaian kata pribumi di minggu ini, aku ingin menulis beberapa hal dan menjelaskan sedikit sejarah di negeri ini.
Tahun 1863 setelah Kolonial Belanda mendapatkan hak konsensi atas lahan untuk jalur kereta api antara Semarang ke Jogjakarta, dimulailah pembangunan jalur kereta api. Seorang arsitek ternama dari belanda bernama JP Dudok van Heel menerima tantangan menggarap, merencanakan jalur kereta api tersebut.
Peristiwa itu didahului oleh perintah dari Raja Willem 1 kepada Gubernur Jenderal Kolonial Belanda Ludolph Anne Jan Wilt Baron Sloet van de Beele untuk membawa masuk teknologi perkeretaapian ke Pulau Jawa.Â
Pembangunan pun berjalan, dimana kompeni (sebutan untuk Belanda) membuat jalur melewati pelosok-pelosok negeri ini, di sepanjang pulau Jawa dan juga Sumatera. Di Jawa sendiri pembuatan kereta api melibatkan tenaga pribumi (sebutan untuk orang yang lahir di tanah jajahan waktu itu). Jadi saat itulah interaksi antara pribumi dan kumpeni dimulai. Tidak hanya di kota besar, tetapi masuk ke hutan-hutan juga membuka lahan jalur kereta api.
Lintasan kereta api adalah salah satu bukti bahwa kumpeni dikenal di negeri ini sejak abad 19, lebih tepatnya mulai tahun 1860-an. Baik di Jawa dan Sumatera.
Bila kita melihat saat ini, ada ribuan lintasan kereta api, sudah tentu jalur kereta apinya ada lebih dahulu, terutama di jalur kereta utama di Jawa dan Sumatera. Kereta api lewat membawa kumpeni memindahkan hasil bumi. Kereta api selalu diprioritaskan, ini terjadi di negara manapun. Saat kereta api mau lewat, yang didepan harus berhenti dan menunggu, tidak peduli kumpeni, pribumi maupun pemimpin negeri.
Itulah cikal bakal negeri ini, negeri bernama Indonesia, yang dahulu terisi oleh kumpeni dan pribumi.
Zaman sudah berubah, karena saat ini kita bisa melihat semua adalah WNI. Tidak ada lagi istilah pribumi ketabrak kereta api, tidak ada lagi pribumi yang menyalahkan kereta api yang lewat, karena memang seharusnya begitu.
Indonesia sekarang mempunyai masyarakat yang sudah berpendidikan, sudah cukup cerdas. Mari jangan mudah diadudomba dengan istilah penyebutan pribumi. Jangan pula mau diadu domba dengan menyalahkan kereta api saat terjadi keteledoran orang menyeberang di perlintasan dan tertemper kereta api.
Gunakan mata dengan baik, gunakan telinga dengan baik, untuk kemudian pakailah otak untuk berpikir lebih jernih, agar Negara Kesatuan Republik Indonesia semakin maju dan semakin rukun rakyatnya.