Mohon tunggu...
Pitri Lestari
Pitri Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

Sometimes, your best is not good enough

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Salju dan Simfoni di Dalam Perpustakaan

25 September 2024   14:18 Diperbarui: 25 September 2024   14:19 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Stanislav Kondratiev from Pexels

Perpustakaan itu sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Dindingnya terbuat dari kayu ek tebal yang berderit lembut saat ada angin kencang di luar. Lantai kayu yang usang, dengan beberapa papan yang mulai melengkung karena waktu, menjadi saksi bisu ribuan langkah kaki yang pernah melintasinya. Buku-buku kuno memenuhi rak-rak yang menjulang hingga ke langit-langit, beberapa bahkan tertutup debu tebal karena jarang dijamah. Di salah satu sudut perpustakaan, sebuah perapian batu besar menyala, memberikan cahaya lembut yang menari di permukaan buku-buku dan bayangan hangat yang memantul di lantai.

Di sudut itulah mereka duduk, berdua di atas sofa tua yang empuk, saling berbagi selimut wol tebal untuk menahan dingin yang merambat meskipun api di perapian berkobar. Di pangkuan mereka, buku-buku terbuka, namun tidak sepenuhnya dibaca. Ada sesuatu yang lebih menarik daripada kata-kata di halaman itu-kehadiran satu sama lain.

Lara dan Adrian sudah sering datang ke perpustakaan ini, bahkan sebelum mereka bersama. Bagi mereka, perpustakaan adalah tempat pelarian dari kebisingan dunia luar, dari kesibukan hidup yang terkadang terasa terlalu penuh tekanan. Namun, malam ini berbeda. Ada keheningan yang jauh lebih dalam, yang membawa ketenangan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Salju yang turun di luar, lampu kuning hangat yang menyinari buku-buku, dan suara api yang berderak di perapian, semuanya terasa seperti latar sempurna untuk kisah mereka.

Adrian, yang sejak tadi tenggelam dalam buku favoritnya, sesekali mencuri pandang ke arah Lara. Ia melihat bagaimana wajahnya diterangi cahaya perapian, bagaimana bibirnya sedikit terkatup sambil serius memandangi halaman buku yang ada di tangannya. Namun, Adrian tahu, sama seperti dirinya, Lara tidak sepenuhnya tenggelam dalam bacaan itu. Ada sesuatu di udara malam ini yang membuat mereka lebih sadar akan kehadiran satu sama lain.

"Apakah kamu suka salju?" tanya Adrian tiba-tiba, suaranya nyaris berbisik, seolah takut merusak ketenangan yang telah tercipta di antara mereka.

Lara mengangkat pandangannya dari buku, menatap Adrian sambil tersenyum tipis. "Aku menyukainya, tapi hanya dari dalam ruangan yang hangat seperti ini," jawabnya sambil melirik jendela di mana salju terus turun tanpa henti. "Dingin di luar itu terlalu kejam."

Adrian tertawa kecil, menutup bukunya dan meletakkannya di meja kecil di samping sofa. "Aku setuju. Tapi di sini, dengan api yang hangat dan kamu di sini, salju di luar justru terasa indah."

Lara tersenyum lebih lebar, lalu menyandarkan kepalanya di bahu Adrian. "Ini malam yang sempurna," katanya pelan.

Adrian mengangguk setuju. Ia merasakan kehangatan dari tubuh Lara di sampingnya, dan itu cukup untuk mengalahkan rasa dingin yang merembes dari jendela-jendela tua perpustakaan ini. Di luar, dunia mungkin beku, tapi di sini, di sudut kecil perpustakaan yang tenang, mereka merasa seolah berada di dunia mereka sendiri---dunia yang hangat, penuh dengan ketenangan dan cinta yang sederhana namun mendalam.

"Perpustakaan ini selalu punya cara untuk membuat kita merasa tenang, ya?" ujar Lara, tangannya bermain-main dengan ujung selimut yang menyelimuti mereka.

Adrian mengangguk lagi. "Aku selalu merasa seperti bisa melupakan segalanya saat berada di sini. Buku-buku, suasana, semuanya membuatku merasa... damai."

Lara menghela napas panjang. "Mungkin karena di sini kita bisa berhenti sejenak dari segala hal yang membuat dunia di luar terasa begitu cepat. Tidak ada suara bising, tidak ada kebisingan modern. Hanya kita dan buku-buku ini."

Mereka terdiam sejenak, membiarkan kata-kata Lara menggantung di udara. Api di perapian berderak, memberikan nyala kecil yang memantulkan cahaya hangat di dinding. Di luar, salju terus turun, tanpa henti, menambah ketebalan putih yang menutupi jalan setapak di depan perpustakaan.

"Kadang aku berpikir, bagaimana jadinya kalau kita tidak pernah menemukan tempat ini?" Adrian tiba-tiba berkata, suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya.

Lara menoleh, memandang Adrian dengan alis sedikit terangkat. "Maksudmu?"

"Perpustakaan ini," jawab Adrian sambil menggerakkan tangannya mengisyaratkan ruangan di sekitar mereka. "Kalau kita tidak pernah bertemu di sini... mungkin kita tidak akan seperti sekarang."

Lara tersenyum, mengingat kembali pertama kali mereka bertemu. Itu adalah hari hujan deras, saat ia mencari tempat untuk berlindung dan secara kebetulan menemukan perpustakaan kecil ini. Adrian sudah ada di sana, duduk dengan buku tebal di tangan, dan saat itulah mereka mulai berbicara---percakapan ringan tentang buku yang mereka baca. Sejak saat itu, perpustakaan ini menjadi tempat khusus bagi mereka, tempat di mana mereka selalu kembali, tidak peduli betapa sibuknya kehidupan di luar.

"Mungkin memang sudah takdir," jawab Lara akhirnya. "Perpustakaan ini sepertinya selalu punya caranya sendiri untuk menyatukan orang."

Adrian tersenyum. "Mungkin. Tapi bagaimanapun juga, aku senang kita ada di sini sekarang."

Lara hanya mengangguk setuju, lalu kembali menyandarkan kepalanya di bahu Adrian, menikmati kehangatan dari api perapian dan kehadiran pria di sampingnya. Malam semakin larut, dan salju di luar semakin tebal. Dunia di luar mungkin membeku, tapi di sini, di perpustakaan tua yang tenang, mereka menemukan tempat yang jauh lebih hangat dari sekadar api yang menyala.

Waktu seolah berhenti di sana, di sudut perpustakaan itu, di antara buku-buku yang menyimpan ribuan kisah lain. Tapi malam ini, kisah mereka yang paling nyata, kisah yang tertulis tanpa kata-kata di antara detik-detik sunyi dan senyuman yang saling mereka berikan. Di luar, dunia mungkin terus berjalan, namun di sini, mereka menemukan keabadian yang hanya bisa dirasakan oleh dua orang yang berbagi cinta yang tenang dan sederhana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun