Kalimat tersebut rasanya sangat mewakili situasi sekarang. Mengapa berat? Seandainya, kita mengikuti kata hati dan mengabaikan standar kesuksesan mereka, sudah pasti kita akan digunjingkan karena dianggap menyimpang. Di sisi lain jika mengikuti standar mereka, hati pasti tidak akan senang. Sebab segala sesuatu yang dijalankan secara terpaksa tidak akan baik.
Di tengah kebingungan tersebut, saya mendapat sedikit pencerahan dari lanjutan kalimat di atas katanya:
"Ketika seseorang bisa melepaskan diri dari standar-standar sukses orang lain maka pada saat itu dia telah menjadi manusia yang merdeka. Keputusan ini dibutuhkan segera atau sampai hari H itu tiba kita masih dalam keadaan menjadi orang lain."
Jadi sebenarnya standar sukses di masyarakat itu membantu atau membelenggu?
Jawabannya tergantung kepada pribadi masing-masing. Namun dari sudut padang saya rasanya memang membelenggu. Bagaimana tidak? Kita dituntut untuk punya a b c di usia sekian, kita dituntu untuk begitu-begini di usia sekian, dll. Bagi yang tidak kuat mental hal tersebut bisa sangat berbahaya, karena ketika tidak sesuai standar terkesan seperti menghakimi. Padahal setiap orang mempunyai jalannya tersendiri.
Bagi siapa saja yang sedang berada di fase ini, semoga dengan menemukan tulisan yang penuh kurangnya ini, bisa sedikit membantu. Kita memang tidak bisa mengubah standar-standar yang sudah mengakar, tetapi kita bisa mengubah diri kita menjadi pribadi yang lebih kuat dan bijak dalam menjalani hidup ini.
Mari menjadi manusia yang merdeka, sehingga ketika hari H itu tiba  kita benar-benar menjadi diri sendiri bukan orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H