"Madison. Malvin Madison" Jawabku.
"Orang biasa memanggilku Nenek Ken, dan namaku Kenrich." Katanya sambil mengajakku bersalaman.
"Sebagai hukuman atas kejahatanmu, mulai sekarang aku akan mengurungmu di sini. Dan tentu saja ini bukan sebuah penawaran tapi keharusan." Lanjutnya.
 Hari-hari yang aku lewati setelah bertemu dengan Nenek Ken terasa berbeda dengan hari-hari yang aku lalui sebelumnya. Di sini aku tidak pernah mendengar lagi bunyi keroncongan alami dan akupun tidak merasakan lagi lambungku menari-nari. Saat hujan aku tidak perlu mencari pohon berdaun rimbun untuk menghatkan diri karena di sini ada terdapat tungku api.
 Pada suatu hari, aku berkesempatan untuk berbicang denga orang yang memborgolku. Dia menceritakan bahwa Nenek Ken diasingkan oleh dunia luar. Mereka menganggap bahwa rumah besarnya itu berhantu dan siapapun yang masuk ke dalamnya akan menjadi korban. Oleh karena itu dia hanya menghabiskan hari-harinya dengan menantap tungku, sambil berharap akan ada seseorang yang mencuri sesuatu di dalam gentongnya.
 Dahulu Nenek Ken hidup bahagia dengan anak-anaknya namun setelah besar mereka meninggalkannya dengan alasan mereka sedang mencari dan mengumpulkan kebahagian untuk Nenek Ken.Â
 "Kenrich, pemimpin yang bijaksana. Orangtua ku berkata seperti itu. Jadi sebagai hukuman atas kejahatanmu, mulai sekarang aku akan mengurungmu di sini. Dan tentu saja ini bukan sebuah penawaran tapi keharusan." Kata-kata yang selalu aku ingat.
Mereka mengatakan bahwa "Malvin Madison" artinya pejuang kecil yang kuat dan beruntung. Awalnya aku sangat pesimis dengan hal itu. Namun pada akhirnya aku menyadari bahwa itu adalah kenyataannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H