Mohon tunggu...
My Journal
My Journal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hukum

Topik Konten akan seputar Hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Analisis Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dengan Pelaku Penyandang Disabilitas Perspektif Teori Keadilan John Rawls

22 Januari 2025   15:07 Diperbarui: 22 Januari 2025   15:07 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut teori keadilan John Rawls, pendekatan yang ideal dalam kasus pelaku penyandang disabilitas yang melakukan tindak kekerasan seksual adalah memastikan adanya perlakuan yang adil tanpa mengabaikan hak-hak korban. Prinsip John Rawls menekankan bahwa keputusan hukum harus dibuat tanpa memandang identitas atau kondisi individu yang terlibat, baik pelaku maupun korban. Dengan demikian, proses hukum yang ideal tidak boleh bias terhadap kondisi pelaku sebagai penyandang disabilitas, namun tetap memperhatikan kebutuhan korban untuk mendapatkan keadilan. Prinsip perbedaan John Rawls juga relevan dalam kasus ini, di mana kelompok rentan seperti penyandang disabilitas berhak mendapatkan perlakuan khusus yang mampu mengurangi ketidakadilan struktural yang mereka hadapi, misalnya dalam hal keterbatasan fisik atau mental yang dapat memengaruhi tindakan mereka.

Dalam kasus kekerasan seksual dengan pelaku penyandang disabilitas, rehabilitasi menjadi salah satu cara yang sangat penting untuk dipertimbangkan. Rehabilitasi bukan hanya bertujuan untuk memperbaiki perilaku pelaku, tetapi juga menjadi sarana untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana serupa di masa depan. Pendekatan ini sejalan dengan Pasal 12 dan Pasal 13 UU Nomor 8 Tahun 2016 yang menegaskan pentingnya layanan rehabilitasi berbasis medis, sosial, maupun komunitas bagi penyandang disabilitas yang terlibat dalam sistem peradilan. Dengan memberikan rehabilitasi, pelaku penyandang disabilitas dapat memahami kesalahan mereka dalam konteks kondisi psikososial mereka, tanpa meniadakan konsekuensi atas tindakan yang telah mereka lakukan.

Namun, penerapan pendekatan rehabilitatif ini harus tetap memperhatikan hak-hak korban sebagai prioritas utama. UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual secara jelas memberikan perlindungan hukum kepada korban, termasuk hak atas rehabilitasi medis, psikologis, dan sosial, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 25. Oleh karena itu, meskipun pelaku membutuhkan perlakuan khusus berdasarkan prinsip nondiskriminasi, hak-hak korban tidak boleh diabaikan. Pendekatan hukum yang bersifat restoratif dapat menjadi solusi untuk menyeimbangkan kedua hal ini, yakni melalui mediasi atau dialog antara pelaku, korban, dan masyarakat, di mana keduanya sama-sama mendapatkan keadilan yang manusiawi dan proporsional.

Secara keseluruhan, teori keadilan John Rawls memberikan kerangka konseptual yang relevan dalam menangani kasus ini yaitu dengan menekankan pentingnya prinsip keadilan yang berlandaskan nondiskriminasi. Melalui peraturan yang ada, perlu mengintegrasikan perlindungan terhadap korban dan rehabilitasi terhadap pelaku penyandang disabilitas agar keduanya dapat terakomodasi dengan baik. Pendekatan seperti ini tidak hanya mendukung pemenuhan hak-hak asasi manusia, tetapi juga menciptakan sistem hukum yang lebih inklusif, humanis, dan berkelanjutan. Dengan demikian, teori Rawls mengingatkan kita bahwa keadilan bukan sekadar hukuman, melainkan proses untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan korban, pelaku, dan masyarakat secara keseluruhan.

 

Kesimpulan

Teori keadilan John Rawls memberikan pendekatan yang relevan dalam menangani kasus tindak pidana kekerasan seksual dengan pelaku penyandang disabilitas. Prinsip keadilan distributif menuntut agar perlakuan terhadap pelaku disabilitas tidak diskriminatif, dengan tetap mengutamakan hak-hak korban untuk mendapatkan keadilan, keamanan, dan pemulihan. Rehabilitasi pelaku menjadi elemen penting untuk mengatasi ketidakadilan struktural, sejalan dengan UU Nomor 8 Tahun 2016. Di sisi lain, UU Nomor 12 Tahun 2022 menegaskan hak korban atas perlindungan hukum dan pemulihan komprehensif. Pendekatan restoratif, yang melibatkan dialog antara pelaku, korban, dan masyarakat, menjadi solusi untuk menciptakan keseimbangan antara kebutuhan rehabilitasi pelaku dan pemulihan korban. Dengan demikian, sistem hukum yang inklusif, humanis, dan berlandaskan prinsip nondiskriminasi dapat diwujudkan untuk menyelesaikan dilema hukum dan etika dalam kasus ini.

 

Daftar Pustaka

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun