Tindak pidana kekerasan seksual dengan pelaku seorang penyandang disabilitas, contohnya kasus I Wayan Agus Suartama yang dikenal sebagai Agus Buntung. Seorang penyandang disabilitas tanpa kedua tangan yang didakwa melakukan perbuatan yang melanggar hukum yaitu tindak pidana kekerasan seksual terhadap perempuan di Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Selama Penahanan, terdapat keluhan Agus Buntung terkait kondisi kesehatannya yang memburuk dan merasakan ketidaknyamanan di penjara. Ia mengajukan permohonan pengalihan penahanan menjadi tahanan rumah agar mendapatkan perawatan yang lebih layak dan baik.[12]
Kasus tersebut menarik perhatian publik, terutama karena status Agus yang merupakan penyandang disabilitas. Banyak yang menyoroti bagaimana perlakuan atau tindakan terhadap tersangka difabel dalam sistem peradilan pidana.tentu perlu menekankan perlakuan yang adil dan sesuai dengan kondisi kesehatannya.[13]
Pelaku yang merupakan penyandang disabilitas berhak atas perlakuan yang manusiawi dan rehabilitatif berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Di sisi lain, korban kekerasan seksual juga memiliki hak atas keadilan, keamanan, dan pemulihan yang dijamin oleh UU TPKS. Adanya ketidakharmonisan antara kedua undang-undang tersebut dan menimbulkan dilema etis dan hukum. Selain itu, aparat penegak hukum dihadapkan pada pilihan yang sulit antara memberikan keadilan kepada korban dengan menghukum pelaku dengan berat atau memberikan rehabilitasi kepada pelaku sesuai dengan kebutuhannya sebagai penyandang disabilitas.Â
Teori keadilan dari John Rawls, memberikan kerangka untuk menilai bagaimana perlakuan hukum yang adil dapat diterapkan dengan baik. Disamping itu, HAM menekankan perlindungan semua individu tanpa diskriminasi, termasuk pelaku penyandang disabilitas yang terkadang rentang terhadap perlakuan tidak adil dalam proses peradilan.
Â
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan konseptual. Sumber data penelitian ini yaitu data primer yang bersumber pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Serta data sekunder yaitu Buku, Jurnal, dan dokumen yang relevan dengan teori keadilan John Rawls dan HAM.
Data dianalisis dengan menggunakan metode deduktif, dengan menerapkan prinsip-prinsip keadilan dan HAM untuk menganalisis kasus kekerasan seksual dengan pelaku penyandang disabilitas.
Â
Hasil Penelitian & Pembahasan