"Kakek buyut kamu itu cukup hebat membaca tanda alam dari pergerakan benda-benda langit itu," kata kakek mengawali cerita ketika sedang berdua di suatu malam musim kemarau, 20-an tahun silam. Langit Desa Kolbano nampak cerah dihiasi ribuan bintang yang bertaburan.
"Dia jeli dan akurat meramalkan kondisi musim berikut, maupun memprediksikan kapan tiba musim hujan dengan tepat hanya dengan mengamati posisi bintang-bintang," kakek melanjutkan. Saya selalu antusias menyimak cerita beliau seperti ini.
"Walaupun belum turun hujan dan tanah masih kering karena musim kemarau namun kakek buyutmu akan menyuruh warga se-desa untuk lebih dulu menanam bibit jagung. Prediksinya tidak akan meleset, paling lambat 1 minggu lagi hujan pasti mengguyur," kakek terus bercerita panjang lebar.
"Kalau sudah hujan tapi kakek buyut bilang bintangnya belum sampai posisi bagaimana?" Tanyaku polos.
"Bapak saya itu akan melarang untuk mulai tanam hingga kapan tiba musim hujan yang sebenarnya," jawab kakek.
"Wah, hebat ya..." Kagum cucu berusia sekitar 10 tahun saat itu. "Kakek juga bisa?"
"Iya, tapi tidak sehebat kakek buyut," pungkasnya singkat.
***
Pada kesempatan lain saya 'mengkonfirmasi' pada bapak, cucunya kakek buyut, tentang cerita kakek itu.
"Bapak sempat memperoleh ilmu perbintangan dari kakek buyut?"Â
"Dapat walau tak sehebat kakek buyutmu dalam meramal," jawab bapak mirip jawaban kakek.
"Coba bapak buktikan," ucapku bernada menantang.