Mohon tunggu...
Pither Yurhans Lakapu
Pither Yurhans Lakapu Mohon Tunggu... Penulis - Pemitra (pejuang mielitis transversa)

Penulis buku "TEGAR!; Catatan Perjuangan Melawan Mielitis Transversa". Twitter: @pitherpung, blog: https://pitherpung.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pantai Kolbano, (Bekas) Pantai Yang Indah [2]

21 November 2012   10:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:56 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak hanya itu saja yang "lucu" dari Kolbano saat ini. Entah apa yang dipikirkan pemerintah dan pembuat kebijakan bagi Desa Kolbano. Pemerintah melihat penting untuk membangun sebuah dermaga niaga (bukan perikanan) dipantai ini yang lokasinya berjarak hanya sekitar 300 m dari pusat wisata pantai Fatu Un. Kita patut bersedih, pantai yang indah itu tidak lagi akan kita nikmati pemandangannya. Kini tak lagi jauh mata bisa mamandang, kita hanya akan melihat sebuah dermaga yang saya prediksi akan mubazir paling tidak 5 tahun setelah dikerjakan. Jangan lagi berharap bisa memandang pasir putih ke arah barat (tanjung Noesiu) karena sudah terhalangi dermaga. Keindahan tempat wisata yang mengandalkan pemandangan tidak hanya terbatas pada 100-200 meter daerah sekeliling tetapi sampai sejauh mata memandang. [caption id="attachment_210395" align="aligncenter" width="320" caption="Pemandangan Pantai Kolbano akan terhalang oleh dermaga yang sudah mulai dibangun."][/caption] Pemandanganpun akan semakin buruk dengan meningkatnya eksploitasi pasir yang tak terkendali. Tak akan ada lagi pasir yang indah karena sudah diangkut ke daerah dan negara lain. Sungguh pengrusakan alam yang luar biasa. Dapatkah wisata alam berada satu kawasan dengan pertambangan dan aktifitas dermaga bisnis? Sedikit saya menjelaskan kenapa saya mengatakan dermaga yang sementara dibangun pasti mubazir 5 tahun lagi. Tak perlu jauh-jauh mencari contoh pembanding. Sekitar 50 km arah timur dari Kolbano, belasan tahun lalu pernah dibangun dermaga Boking tapi apa yang terjadi, kini dermaga itu hanyalah bongkahan beton yang hancur diterjang ombak pantai selatan. Kolbano dan Boking memiliki karakter pantai yang sama, tidak mustahil nasib dermagapun sama. Pemerintah beralasan struktur dermaga sudah didesain untuk menahan gelombang yang kuat (http://ttskab.go.id), okelah sementara kita anggap pasti kuat karena baru dibangun. Namun kalau dianalisa lebih lanjut, kapal apa yang bisa berlayar kesana? Kapal yang berkunjung harus menghadapi ketinggian ombak laut lepas yang bisa mencapai 5 meter. Ini jelas kapal sekelas fery tak akan mampu melawan gelombang yang ganas itu. Dermaga akan mubazir karena tidak dikunjungi kapal. Lalu, mana yang lebih efektif dan efisien, mengangkut barang/penumpang ke Kupang lewat darat atau laut? Sudah pasti masyarakat akan memilih darat karena fleksibel, minim resiko, murah, cepat, banyak pilihan moda (sepeda motor, bis, truk). Bandingkan dengan harus lewat laut: menunggu jadwal kapal, lebih jauh (sekitar 200 km) dan butuh waktu lebih lama karena jalurnya harus mengitari ujung barat pulau Timor, beresiko tinggi (cuaca dan gelombang bisa berubah setiap saat), repot (harus beli tiket, beli karcis, transport PP pelabuhan), waktu berangkat tidak fleksibel dan akumulasi biaya pasti lebih mahal. Alasan lain dari Pemkab, dermaga Kolbano akan menjadi penghubung ke Australia (http://ttskab.go.id). Ini mustahil sekali! Kita baru kelas dermaga, tempat kapal sandar bukan pelabuhan dengan fasilitas sudah lengkap. Bedakan dermaga dan pelabuhan. Menjadi pelabuhan lokal saja rasanya tidak layak apa lagi menjadi pelabuhan regional dan internasional? Fungsi paling dasar dari dermaga saja belum tentu bisa berjalan, "menjadi tempat berlindung kapal dari gelombang dan angin." Mana mungkin pantai yang langsung berhadapan dengan samudera Indonesia bisa menjadi tempat berlindung dari angin dan gelombang? Jangan salahkan alam kalau nanti dermaga ini mubazir karena alam tak pernah membangun dermaga (Rousseau). Kalau dari segi ekonomi, pusat ekonomi dan daerah belakang (hinterland) mana yang mendukung dermaga ini? Untuk moblisasi barang dan penumpang ke ibu kota kabupaten (SoE) saja, jelas membutuhkan transportasi darat. Jika ke ibu kota provinsi (Kupang) lebih mudah dan murah bagi orang sekitar menggunakan bis, truk atau sepeda motor apalagi sekarang jalannya sudah bagus. Barang dari Kupang ke SoE atau sebaliknya pasti dengan transportasi darat, gila khan kalau barang/penumpang dari Kupang harus diangkut dengan kapal laut ke Kolbano baru diangkut lagi ke SoE lewat darat. Rasanya orang dungupun tahu kalau mengangkut barang (PP) dari Kolbano ke pusat-pusat ekonomi (SoE dan Kupang) lebih murah menggunakan jalur darat. Kalau menyangkut barang dari/ke Australia? Sekali lagi orang tak berpendidikanpun pasti tahu kalau sebaiknya kapal dari/ke Australia langsung berhubungan dengan pelabuhan Tenau Kupang yang lebih layak daripada barangnya dibongkar-muat di Kolbano baru dibawa lagi ke Kupang kemudian didistribusi ke daerah lain. Barang ekonomis tinggi apa dari Kolbano dan sekitarnya yang membutuhkan transport laut? Mungkin hanya batu warna dan pasir Kolbano dan itu artinya semakin membuka peluang eksploitasi yang tidak bisa dikendalikan dan dermaganya hanya berfungsi bagi pemilik modal bukan untuk rakyat kecil. Itu baru sedikit dari segi teknis dan ekonomi. Belum lagi menganalisa kondisi geologis, pengembangan dermaga, efek sosial dan lain-lain. Semuanya akan mendukung bahwa dermaga itu pasti mubazir dan pantai Kolbano yang rusak akan menjadi warisan untuk anak cucu. Puluhan miliar uang rakyat akan terbuang sia-sia. Satu-satunya segi yang menurut saya mendukung adanya dermaga ini adalah "pencitraan politik" agar masyarakat mengira 'mereka' telah banyak bekerja bagi rakyat. Ini terlihat dari banyaknya baliho yang terpasang di lokasi proyek. Kolbano ku sayang. Saat ini tidak akan ada lagi yang bisa dibanggakan darimu. Alam yang indah sudah hancur digerogoti ambisi-ambisi berkedok meningkatkan PAD dan meningkatkan ekonomi masyarakat tanpa pertimbangan yang matang. Ambisi dan nafsu sesaat dari mereka yang haus harta dan jabatan. Tidak jelas akan dibawa kemana pembangunan di Kolbano. Apakah akan menjadi desa sejarah, desa wisata, desa pertanian, desa perikanan, desa pertambangan atau desa niaga? Keharmonisan manusia dan alam hanyalah kenangan. [caption id="attachment_208284" align="aligncenter" width="427" caption="Batu warna dengan pemandangan pantai yang indah akan tinggal kenangan."]

13524259051819273862
13524259051819273862
[/caption] Setelah alamnya diobrak-abrik, adakah desa ini tetap bisa menghasilkan SDM-SDM luar biasa seperti Prof. Taopan dan Prof. Neolaka? Kalau dulu hanya mengandalkan asam, lontar, kebun, ternak dan hasil laut saja Kolbano bisa menghasilkan profesor-profesor, apakah sekarang dengan adanya pertambangan pasir dan dermaga akan lebih banyak profesor yang dihasilkan? Ataukah hanya menghasilkan politisi-politisi karbitan, pengusaha-pengusaha egois, birokrat-birokrat ABS (asal bapak senang), tenaga-tenaga kerja tak berpendidikan, petani-nelayan-penambang miskin? Masih adakah orang yang peduli dan prihatin dengan desa ini? Jawabannya ada pada diri pemerintah dan generasi muda Kolbano saat ini serta mereka yang masih mau peduli dengan kelestarian alam. Jangan sampai kisah heroik tiga pahlawan Kolbano dan kekayaan alamnya hanya akan menjadi dongeng yang menambah panjang kisah "Bi Kabin." Pither Yurhans Lakapu. http://pitherpung.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun