Berbicara tentang legenda piala dunia yang punya hubungan erat dengan Indonesia, tak salah kalau kita menyebut nama Roger Milla, penyerang asal Kamerun yang hingga saat ini masih tercatat sebagai pencetak gol tertua di piala dunia. Bukan itu saja, banyak sisi menarik perjalanan karier Roger Milla yang juga layak untuk dikupas. Pria kelahiran Younde, 20 Mei 1952 ini saya sebut mempunyai hubungan erat dengan Indonesia karena sebelum mengakhiri kariernya di dunia sepak bola, Roger Milla sempat mmperkuat 2 klub Liga Indonesia yaitu Pelita Jaya dan Putra Samarinda. Menurut situs resmi FIFA, pemilik nama lengkap Albert Roger Mooh Miller ini mengawali karir profesional pada usia 18 tahun ketika bergabung dengan salah satu klub terkemuka Kamerun Leopard de Douala. Roger Milla mempersembhkan trophy Juara Liga bagi klub ini di tahun 1972 sebelum hijrah ke Tonnerre Club de Yaounde tahun berikutnya. Di tahun 1976, karir intrernasional Milla dimulai saat membantu Tonnerre menjuarai Piala Winner Afrika sekaligus meraih penghargaan pemain terbaik benua itu. Setahun kemudian klub asal Perancis, Valenciennes memboyong Roger Milla ke Eropa. Di Valenciennes Milla harus berjuang keras untuk bisa menorehkan prestasi. Ia lalu pindah ke AS Monaco tahun 1979, namun di sana ia hanya duduk sebagai cadangan dan menghabiskan separuh waktu untuk melawan cedera. Setahun di AS Monaco, Milla hijrah lagi ke Bastia, tapi tetap saja sinar terang belum menghampiri karirnya. Klub Saint-Etiene yang baru saja terdegradasi ke divisi 2 "berjudi" dengan mengontraknya pada tahun 1984 di saat usianya menginjak 32 tahun. Di sana justru ia kembali menemukan ketajamannya melalui torehan 22 gol dari 31 kali penampilan di musim perdana. Namanya terus bersinar ketika hijrah ke Montpellier (1986), klub dimana Milla merasa 'at home', sekaligus tempat dimana keterampilannya mengolah si kulit bundar cukup meningkat. Sampai dengan waktu "mencabut" karier profesionalnya Mei 1989, ia telah mencetak152 gol. Sementara prestasi terbaik Milla bersama timnas sejauh itu adalah ketika mencatatkan sejarah sebagai bagian dari tim Kamerun yang berhasil lolos ke putaran final piala dunia Spanyol 1982. Prestasi ini cukup membanggakan karena merupakan penampilan pertama tim berjuluk The Indomitable Lions di piala dunia. Stelah Kamerun menjuarai piala Afrika tahun 1988, Roger Milla memutuskan mundur dari pentas internasional lalu memperkuat sebuah tim kecil di Pulau Reunion di Samudera Hindia sambil menikmati masa pensiunnya. Bermain di piala dunia merupaksn sesuatu yang kelihatan mustahil bagi Roger Milla. Namun sebuah kenyataan bahwa skuad Timnas Kamerun yang masuk ke putaran final piala dunia Italia 1990 dibayang-bayangi konflik membuat masyarakat dan kalangan pers Kamerun mulai membidik Milla. Rumor itu semakin kencang hingga akhirnya Presiden Kamerun Paul Biya langsung menelpon Roger Milla dan memohon dengan sangat untuk kembali dari pensiun demi negara. Sebuah panggilan yang tak kuasa untuk ditolak. Walaupun saat itu berusia 38 tahun, Roger Milla berhasil mencuri perhatian dunia dengan menampilkan aksi fantastis. Ia mewarnai piala dunia 1990 dengan liukkan kaki, kecepatan berlari, kecerdasan mengumpan dan tarian perut khas bernama Makossa yang dilakukan di sudut lapangan untuk merayakan setiap gol yang dicetaknya. Konon selebrasi usai mencetak gol ala Roger Milla inilah yang menginspirasi para pemain bola untuk merayakan golnya dengan beraneka gaya hingga kini. Kamerun membungkam juara bertahan Argentina yang diperkuat Maradona 1-0 di laga pembukaan lalu menjungkalkan Rumania pada pertandingan kedua grup dengan skor 2-1. Kemenangan atas Rumania bukan saja menghantarkan Kamerun ke babak perdelapan final tapi juga mencatatkan nama Roger Milla dalam buku rekor piala dunia. Masuk sebagai pemain pengganti di menit 58, ia menjadi pencetak gol tertua dalam sejarah piala dunia setelah melesakkan gol kemenangan pada menit ke 73. Roger Milla terus menjadi pahlawan bagi Kamerun dalam turnamen ini. Kamerun lolos ke babak perempat final setelah menghantam Kolombia 2-1 di perdelapan final. Kedua gol kemenangan Kamerun diborong oleh Roger Milla pada menit ke 106 dan 109 babak perpanjangan waktu. Gol kedua termasuk salah satu gol yang tak mungkin dilupakan publik sepak bola dunia. Kala itu kiper ciamik Kolombia Rene Higuita yang terkenal sering maju membantu serangan harus menanggung malu. Terlalu percaya diri menggiring bola hingga tengah lapangan, dia dikagetkan Milla yang datang merebutnya dan menjebol gawangnya. Langkah mereka akhirnya kandas di babak delapan besar setelah dikalahkan Inggris dengan skor 3-2, namun nama Kamerun telah bersinar berkat penampilan impresif Roger Milla sejak awal turnamen. Keberhasilan ini menjadikan Kamerun mencatat sejarah lain sebagai tim pertama Benua Hitam yang berhasil melaju sampai ke babak 8 besar piala dunia. Milla pun kembali dinobatkan sebagai pemain terbaik Afrika tahun 1990. Setelah piala dunia 1990 Roger Milla bermain di klub Tonnerre. Empat tahun kemudian pemain berjuluk The African Lion ini kembali dipanggil memperkuat timnas Kamerun pada piala dunia USA 1994. Walaupun Kamerun tersingkir di babak penyisihan grup namun gol Milla ke gawang Rusia membawanya kembali memecahkan rekor atas namanya sendiri sebagai pemain tertua (42 tahun) yang mencetak gol di piala dunia sepanjang sejarah. Sebuah rekor yang bakal sulit dipecahkan pemain lain dari seantero bumi. Roger Milla juga menjadi pemain Afrika pertama yang bermain di 3 kali putaran final piala dunia. Setelah piala dunia 1994, karier Roger Milla di Indonesia pun dimulai. Walaupun bukan lagi berada dalam usia produktif, Roger Milla ikut meramaikan sepak bola nasional ketika menandatangani kontrak untuk bermain di klub Pelita Jaya musim 1994-1995, lalu beralih memperkuat klub liga utama lainnya Putra Samarinda di musim berikutnya (1995-1996). Bersama Pelita Jaya Milla tampil sebanyak 23 kali dan menorehkan 23 gol, sedangkan bersama Putra Samarinda ia melesakkan 18 gol dari jumlah penampilan yang tidak terekam. Bukan hanya berhenti di situ, Roger Milla masih melanjutkan kariernya bersama klub Tonnerre dari tahun 1996-1999 sebelum akhirnya benar-benar gantung sepatu di usia 47 tahun. Di tahun 2006, Federasi Sepak Bola Afrika, CAF menobatkan Milla sebagai pemain Afrika terbaik abad ke 20. Roger adalah sebuah fenomena dalam dunia sepak bola, dia seolah tidak pernah letih memainkan si kulit bundar. Jangan pernah tanyakan padanya sudah berapa banyak gol yang pernah dicetak dan berapa banyak pertandingan yang telah ia lakoni. "Saya tidak tahu. Itu tidak menarik buat saya. Sepak bola sangat berarti di atas segalanya," katanya beralasan. *** Kisah petualangan Roger Milla di lapangan hijau pantas menjadi inspirasi bagi penikmat dan plaku sepak bola. Indonesia harusnya bersyukur karena pernah menjadi bagian dari perjalanan karir seorang Roger Milla. Setidaknya ada 5 hal penting yang bisa kita pelajari dari Roger Milla untuk memajukan persepakbolaan nasional kita yang hingga kini masih berjalan di tempat : 1. Roger Milla membuktikan bahwa faktor utama keberhasilan seorang pemain sepak bola bukan semata karena usia tapi semangat, optimisme dan dedikasi. Bila bagi kebanyakan orang usia emas adalah antara 20-30 tahun, dengan ketiga hal itu Roger Milla membuktikan usia emas bisa "diperpanjang" hingga satu dekade lebih. 2. Masa keemasan bisa dicapai melalui sebuah proses yang panjang dan berat, tidak instan. Roger Milla harus melewati pahitbgetirnya pergulatan di lapangan hijau antar klub hingga antwr benua sebelum akhirnya memetik buah perjuangan 20 tahun kemudian. Fakta Roger Milla ini sangat bertolak belakang dengan kondisi sepak bola nasional kita yang selalu menempuh jalur instan dengan naturalisasi pemain. 3. Sepak bola bukan hanya tugas segelintir orang tapi tanggung jawab semua elmen bangsa. Mencuatnya nama Roger Milla tidak terlepas dari dukungan masyarakat, pers, pemerintah, Timnas dan Roger Milla sendiri. Semua elemen ini mengesampingkan ego pribadi demi mengharumkan nama negara melalui sepak bola. Bukan seperti PSSI yang konfliknya tak kunjung usai hanya demi mempertahankan ego dan jabatan. 4. Tidak ada istilah negara betalenta/tidak bertalenta. Kamerun sebelumnya bukanlah sebuah kekuatan sepak bola dunia. Negara ini layaknya negara-negara Afrika umumnya tidak dianggap sebagai penghasil pemain top dunia, namun dengan kmunculan Roger Milla bersama Kamerun, talenta-talenta Afrika mulai diperhitungkan. Tim-tim Afrika juga sudah mulai mengusik dominasi Eropa dan Amerika Latin di piala dunia. 5. Jangan merasa rendah di hadapan lawan. Siapa bisa menyangka kalau Kamerun yang bukan siapa-siapa, diperkuat pemain gaek dan minim prestasi internasional tapi bisa memukul jatuh negara-negara raksasa sepak bola? Dengan percaya diri juara bertahan Argentina yang memiliki sang maha bintang Maradona, Rumania hingga Kolombia yang adalah tim-tim kuat dan sarat pengalaman dapat ditaklukkan. Saya mengaminkan ungkapan pelatih Timnas U-19 kita, "Tak ada yang tidak dapat dikalahkan di dunia ini selain Tuhan!" Jika Roger Milla bisa, kenapa kita tidak? Salam olahraga. Sumber data: FIFA, Wikipedia, Kompas, Bola dan sumber online lainnya. Sumber gambar: gilabola.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H