Mohon tunggu...
Pither Yurhans Lakapu
Pither Yurhans Lakapu Mohon Tunggu... Penulis - Pemitra (pejuang mielitis transversa)

Penulis buku "TEGAR!; Catatan Perjuangan Melawan Mielitis Transversa". Twitter: @pitherpung, blog: https://pitherpung.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tugu HAM Kupang yang Selalu Dikunjungi Bung Karno

13 September 2014   02:12 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:51 851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Tugu "four freedom's" Kupang (foto pos kupang)"][/caption] Kalau anda pernah berjalan-jalan di seputaran jantung Kota Kupang, pasti pernah melewati sebuah tugu yang sangat bersejarah namun anda mungkin tidak menyadarinya karena terkesan terlantar. Bentuknya sangat sederhana. Landasannya berupa lingkaran bertingkat lima yang diatasnya berdiri sebuah pilar persegi meruncing dengan tinggi keseluruhan lebih kurang 17 m. Diameter lingkaran paling bawah sekitar 2,5 m dan paling atas 1 m. Terletak di tengah-tengah pertigaan jalan raya antara Benteng Concordia (Markas Yonif 743/SYB sekarang), Terminal Kupang (Pantai Tedy's) dan Daerah Fontein. Bangunan itu adalah Tugu Four Freedom's yang merupakan satu-satunya Tugu Hak Azasi Manusia di Indonesia, dikenal juga dengan nama tugu Pancasila. Warga setempat menyebutnya dengan nama Tugu Selam karena terletak tepat di ujung Jembatan Selam - Kupang. Yang menarik adalah tugu ini lebih dahulu didirikan sebelum The Universal Declaration of Human Rights diakui oleh PBB yakni tahun 1946. Deklarasi HAM PBB sendiri baru disahkan 10 Desember 1948. Tugu Four Freedom's dibangun sebagai simbol kemerdekaan dari penindasan kolonialisme dan imperialisme. Kehancuran Timor, NTT dan Indonesia pada umumnya dalam Perang Dunia II disusul agresi militer Belanda dan sekutu-lah yang mendorong didirikannya tugu ini. Sebagian penggagasnya adalah pemuda-pemuda asal NTT yang sebelumnya ikut bergabung bersama arek-arek Suroboyo dalam pertempuran 10 November 1945. Warna dasar putih dengan landasan berupa lingkaran bertingkat lima sebagai simbol bahwa Pancasila mendukung nilai-nilai universal Hak Azasi Manusia (HAM). Pada salah bagian pangkal pilar terukir 4 kalimat yang merupakan unsur-unsur pokok HAM: FREEDOM FROM FEAR, FREEDOM FROM WANT, FREEDOM OF WORSHIP, FREEDOM OF SPEECH. Menurut sejarawan Peter Apollonius Rohi, ketika rezim orde baru berkuasa, seluruh badan tugu itu sengaja ditutupi dengan cat hitam untuk menghilangkan pesannya. "Barulah kemudian saya meminta kepada As Therik yang saat itu menjadi Ketua Bappeda NTT untuk menghilangkan cat itu sehingga dapat terbaca tulisan dimaksud," kata Peter A Rohi dalam sebuah diskusi di milis Forum Academia NTT beberapa waktu silam. [caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Sebuah foto tempo doeloe yang memperlihatkan latar belakang tugu four freedoms Kupang (sumber: sejarah Timor/Facebook)"][/caption] Rohi sendiri adalah mantan wartawan, veteran Angkatan Laut dan sejarawan asal NTT yang salah satu karya terkenalnya adalah meluruskan fakta sejarah bahwa Bung Karno bukan dilahirkan di Blitar tapi Surabaya. Beliau juga merupakan penulis buku berjudul "Soekarno Sebagai Manoesia" (2008). Amat bermakna ketika dunia belum sepaham tentang HAM, para tetua Kupang telah memikirkannya dan mengekspresikan kebebasan HAM itu lewat sebuah tugu. Begitu bermaknanya tugu ini bagi perjuangan bangsa, dalam setiap kunjungan ke Kupang, Bung Karno pasti mengunjungi tugu yang berlokasi di Kelurahan LLBK Kecamatan Kota Lama-Kupang itu untuk meletakkan karangan bunga dan memberi penghormatan dengan khidmat. Roso Daras, penulis buku "Aktualisasi Pidato Terakhir Bung Karno: Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah" (2001) menulis, “Saya masih SD tahun 1950, ketika Bung Karno pertama kali ke Kupang. Saya ikut berbaris menyambut dan menyaksikan Bung Karno turun dari pesawat catalina, yang ketika itu letaknya di bibir jalan yang terletak  monumen “EMPAT KEMERDEKAAN” itu. Dia langsung menuju monumen itu dan meletakkan karangan bunga serta memberinya hormat.” Mirisnya, dewasa ini sebagian besar warga Kupang yang tidak tahu kalau tugu ini menyimpan sebuah nilai penting dan bersejarah, apa lagi orang luar. Hal ini disebabkan selain tidak tereksposnya makna dari tugu ini, juga karena tidak mendapat perawatan dan pemugaran yang memadai dari pemerintah. "Bahkan saat Megawati Soekarnoputri berkuasa, tugu ini tidak mendapat perhatian. Jangankan presiden, anggota Komnas HAM saja belum pernah ada yang memperhatikan monumen HAM di Kupang tersebut," ungkap Rohi. Semoga pemerintah segera sadar akan pentingnya melestarikan situs bersejarah dan penuh nilai ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun