Lebih dari itu to'is menjadi salah satu simbol pemersatu dalam masyarakat. Suara to'is mengindikasikan bahwa ada sesuatu masalah yang patut diketahui dan disikapi bersama semua masyarakat yang berada dalam jangkauan bunyi to'is.
Ketika Injil mulai masuk ke tanah Timor akhir abad 19 sehingga mayoritas masyarakatnya mulai menganut agama Kristen, to'is diadopsi untuk keperluan-keperluan keagamaan masyarakat lokal. Misalnya sebagai alat pemanggil untuk berkumpul dan beribadah (biasanya untuk kegiatan-kegiatan di luar gedung gereja seperti ibadah rayon, ibadah padang dan lain-lain), selain fungsi yang masih dipertahankan diantaranya pemberitahuan tentang orang meninggal dan sebagai bunyi-bunyian menyambut tahun baru. To'is cukup melekat dalam aktifitas rohani orang Kristen lokal juga diterjemahkan dan dimaknai sebagaimana lambang dan makna sangkakala dalam Alkitab.
Bagaimana nasib to'is saat ini?
Penggunaan to'is masih bisa dijumpai di berbagai tempat di pedalaman Timor Barat khususnya Timor Dawan (suku Timor Atoni) yang meliputi Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara dan Kupang. Fungsinya sebagian besar masih seperti yang saya uraikan di atas.
Namun, kemajuan teknologi dewasa ini sangat mengikis penggunaan alat ini. To'is sudah digantikan dengan peralatan-peralatan berteknologi modern. Misalnya pemberitahuan tentang orang meninggal tidak lagi mengandalkan bunyi to'is tapi SMS/telepon, bunyi-bunyian untuk tahun baru mengandalkan petasan dan kembag api, orang penting disambut dengan bunyi jejeran loudspeaker, dan sebagainya. To'is pun banyak yang hanya disimpan sebagai koleksi warisan nenek moyang karena tidak mudah rapuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H