[caption id="" align="aligncenter" width="384" caption="Doc. KITLV."][/caption]
Beberapa hari lalu saya "berjalan-jalan" ke situs KITLV/Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies yang menyimpan berbagai koleksi seputar sejarah wilayah Asia Tenggara, Oseania dan Karibia. Pada link Galery saya tertarik pada sebuah foto bercap tahun 1930 yang menampilkan seorang pria paruh baya suku Timor di SoE, Timor Tengah Selatan sedang meniup sebuah terompet panjang. Caption gambarnya berbunyi Man met een hoorn te Soë.
Melihat gambar itu, terbesit ide untuk menulis sedikit tentang terompet tradisionl suku Timor ini.
Ada berbagai jenis terompet tradisional di Indonesia maupun belahan dunia lain yang dibahasabakukan sebagai "sangkakala" (sangka: kulit kerang, kala: dibunyikan berkala). Selain kulit kerang, terompet yang disebut sangkakala juga terbuat dari tanduk kerbau, sapi, kayu besi dan lain-lain. Dibunyikan dengan cara meniup ujungnya. Kegunaan utama biasa berkaitan dengan musik, perang, maupun ibadah keagamaan.
Usia sangkakala terbilang sangat kuno. Dalam budaya Timur Tengah yang peradabannya sudah maju sejak ribuan tahun lalu dan tercatatat rapi dalam Kitab Suci Alkitab, sangkakala dicatat sebagai sebuah alat yang cukup berperan dalam aktifitas masyarakat. Pertama disebut dalam Kitab Keluaran 19:13 (sekitar 1.500 tahun SM atau 3.500 tahun yang lalu). Sangkakala dibuat dari tanduk biri-biri jantan dan dipakai untuk berbagai keperluan seperti mengumpulkan tentara, sebagai alat musik, bahkan masih digunakan dalam peribadahan Yahudi.
Kembali ke cerita foto di atas. Tidak ada catatan pasti sejak kapan orang Timor sudah mengenal dan memanfaatkan alat tradisional tiup ini. Namun dari tutur sejarah hingga tradisi yang masih bertahan hingga kini, bisa diduga usianyapun sudah setua peradaban orang Timor sendiri.
Sangkakalanya orang Timor disebut to'is.
To'is terbuat dari tanduk kerbau atau sapi. Umumnya dari tanduk kerbau karena bentuknya yang mulus, besar dan panjang sehingga menghasilkan suara yang merdu dan nyaring. Selain itu, keberadaan spesies kerbaupun lebih dahulu ada dibanding sapi. Suara to'is dapat menjangkau radius kiloan meter jauhnya.
Sejak dulu to'is sering dipakai untuk berbagai keperluan diantaranya sebagai isyarat panggilan untuk berkumpul, isyarat bahaya/perang, pemberitahuan tentang orang meninggal, bunyian mengiringi jenazah yang ditandu menuju liang lahat, dan sebagai bunyi-bunyian pelengkap sorak-sorai (menyambut kedatangan raja, menang perang dan lain-lain).
[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Tois (doc. pribadi)"]
Untuk membedakan apakah suara to'is yang terdengar itu berupa panggilan, pemberitahuan atau maksud tertentu, bisa dilihat dari tarikan suara to'is. Suara datar dan terputus-putus berarti sebuah panggilan, bunyi datar-panjang berarti bagian dari sorak-sorai, sedangkan bila terdengar suara tarikan panjang mendayu-dayu berarti pemberitahuan bahwa ada warga yang meninggal.