Mohon tunggu...
Petrus Pit Duka Karwayu
Petrus Pit Duka Karwayu Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Jalanan

Jika kamu tidak bisa membuat orang lain kagum dengan kepintaranmu, maka paling tidak kamu dapat membuat mereka bingung dengan kebodohanmu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Manggarai, Benci jadi Cinta

11 Desember 2020   23:22 Diperbarui: 11 Desember 2020   23:39 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sapaan-sapaan hormat inilah yang saat ini saya alami dalam pengalaman saya yang keempat, berjumpa dengan wajah-wajah Manggarai yang masih sangat asli dan primodial di Kota Kupang. Bagi mereka, saya bukan hanya seorang saudara dalam artian institusi, tapi sungguh-sungguh ase-kae. Saya selalu katakan kepada mereka, ase agu ka'e neka woleng tae: "Kakak dan adik tidak boleh berbeda pendapat", kita harus Nai ca anggi: "seia sekata". Saya akhirnya sadar, seia sekata, sebetulnya adalah saripatih dari Bhineka Tunggal Ika: gotongroyong, "satu karya, satu gawe".

Saya ingin menutup dengan sebuah cerita. Beberapa hari yang lalu, saya didatangi seorang Aspiran Ancis Alang, Alumnus SMAK Pancasila Borong untuk berdiskusi tentang perkembangan kekatolikan di Manggarai, lebih tepatnya Ruteng, sehubungan dengan Teologi Inkulturasi. Dia bercerita bahwa secara historis, jauh sebelum Konsili Vatikan II, para misionaris perintis telah melihat unsur budaya penting dalam proses penyebaran iman di Manggarai. Katakanlah Katekismus dalam bahasa Manggarai, telah ada sejak 1929. Bahkan jauh sebelumnya, P. Franz Dorn, SVD yang menginjakkan kakinya di Ruteng pada 14 April 1922, telah berusaha berkotbah dalam bahasa Manggarai. Ada juga informasi lain seturut buku yang dia baca, bahwa kehadiran Gereja di Manggarai dibawa P. Petrus Noyen yang datang ke wilayah Manggarai pada Desember 1914, yakni dari Reo menuju Ruteng dan membabtis umat katolik pertama di Pitak (Wilayah Katedral sekarang).

Usai berdiskusi dengan Ancis, saya langsung bergegas ke kamar mengerjakan hal-hal lain. Namun di tengah kesibukan itu, muncul satu kesadaran, bukankah saat ini saya sedang berada dalam masa menyongsong kedatangan Allah yang masuk ke dalam ras manusia, berbicara dan berlaku dalam bahasa dan budaya manusia? Unbelieveable!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun