Mohon tunggu...
Petrus Pit Duka Karwayu
Petrus Pit Duka Karwayu Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Jalanan

Jika kamu tidak bisa membuat orang lain kagum dengan kepintaranmu, maka paling tidak kamu dapat membuat mereka bingung dengan kebodohanmu.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Raden

3 Desember 2020   21:19 Diperbarui: 3 Desember 2020   21:41 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Tiada awan di langit yang tetap selamanya. Tiada mungkin akan terang terus menerus cuaca. Sehabis malam gelap gulita, lahir pagi membawa keindahan", Kartini! Pada 21 April 2020, aku menulis sepucuk surat untuk sodaraku Wayan dengan "Rosa" sebagai kepala surat.

"Pada saat itulah Rosa yang semula selalu menjadi wanita malas, gemuk, dan selalu tangguh, harus belajar menjadi rajin, menjadi kurus, dan belajar meminta belas kasih. Semua itu bukan untuk dirinya, namun untuk anak sial itu yang berpuluh tahun dirawatnya sebagai anak sendiri. Ia yang dulunya harus berpangku kaki menelan gulai kambing, kini harus berjalan sejauh dan selama mungkin dengan sayur yang dijualnya seharga 3.500 per porsi. Atau jika itu tidak cukup, ia harus menjemur diri seperti ikan kering berjualan tuak di pelabuhan. 

Dan kalaupun itu tidak cukup, ia akan berjudi hampir setiap malam, dan di setiap kesempatan. Mungkin kamu menganggap rendah Rosa ini, namun dari laba yang ia dapat dari berjualan sayur, tuak, dan berjudi, anak sial tadi bahkan tidak memiliki kesempatan bertanya, di mana Bapak, karena segalanya masih tercukupi. Pesannya, anak-ku harus sekolah. 

Suatu kali usaha Rosa menjual sayur sudah tidak menguntungkan lagi. Pasar harus bersaing. Ia akhirnya meminta anak itu kembali kepada orangtua kandungnya yang saat itu mulai dipandang masyarakat. Ia menangis di depan tangga, meratapi nasipnya, "Mengapa ada kehidupan di mana kebahagiaan itu sulit direngkuh? Mengapa sulit menjadi kaya?.... 

Rosa itu lahir bersama dengan Kartini, dan moto hidup mereka sama: "Habislah Gelap, Terbitlah Terang!"

Itulah sedikit tentang kutipan surat yang kuarsipkan di Ketepian Sungai Babilon. Rosa itu Kartini, yang tangguh sekaligus rapuh. Ia ibu meski tak melahirkan. Dan dari dia, aku selalu belajar orang asing bisa jadi kerabat dekat, ada kekerabatan tanpa harus diikat hubungan darah.

Para sahabatku! Aku selalu terkenang pada Rosa setiap kali mendengar kisah tentang Kartini. Dan suratku ini ditujukkan untuk seorang asing bernama "Raden", yang kendati aku belum melihat laku hidupnya, aku mau menghormatinya sebagai Ibu.

****

Untukmu Raden!

Sehari yang lalu kamu merayakan hari ulang tahunmu. Aku melihat putrimu yang ketiga mengunggah postingannya dengan fotomu yang mengenakan kebaya kuning keemasan. Sinarnya begitu terangkat oleh kulitmu yang cerah namun dengan garis muka pucat. Itulah rawut perempuan pekerja. Benar kata anakmu, bukan kebetulan ibumu dulu menamaimu Raden, karena kamu tangguh bagai baja, dan lembut melebihi sutra. Kaulah Kartini untuk mereka.

Raden! Radenku (Rosa) tidak sepertimu. Ia bahkan seperti laki-laki. Suka berjudi dan pemadat. Tapi kasih sayangnya padaku seumpama dirimu. Dan memang di mata seorang anak, ibu adalah dewi. Dia bisa mulia dan menakutkan, baik hati dan kadang penuh kemarahan, tapi dia menjalankan cinta dengan cara apa pun. Dan kau tahu, ituah kekuatan terbesar di alam semesta. 

Suatu hari, ia berkata padaku, "Anakku adalah pisau. Ia mungkin tidak bermaksud begitu, tapi dia memotong. Dan aku akan menggenggamnya, sampai darah mengalir." Anaknya bagai pisau, dan itulah yang kulihat di wajah anakmu pagi tadi. Ia menamai dirinya pisau yang melukaimu, karena keterlupaanya. 

Waktu melihat itu, aku teringat akan Radenku di Nirwana yang kini menjadi pendoa abadi. Honor de Balzac, novelis abad XIX pernah berkata, The heart of a mother is a deep abyss at the bottom of which you will always find forgiveness, "Hati seorang ibu adalah jurang dalam yang di dasarnya kamu akan selalu menemukan pengampunan".

Raden! Aku orang asing. Orang asing yang suka membaca puisi karena ibu kandungku. Aku telah menerjemahkan sebuah puisi untukmu. Puisi karya Rudyard Kipling (1865-19360), "Mother o' Mine". Tapi sebelum aku bacakan, aku ingin kamu tahu, aku tidak pernah membacakan puisi untuk ibu manapun kecuali ibu kandungku. Bahkan Rosa pun tidak. Jika kamu berkenan, akan aku bacakan! Anggaplah saja, ini hadiah tak bermakna dari seorang asing yang selalu mengembara dalam kegelapan.

Oh Ibu ku

Jika aku digantung di bukit tertinggi,
Oh ibuku, oh ibuku...
Aku tahu cintamu masih akan mengikutiku
Oh ibuku, oh ibuku ..

Jika aku tenggelam di laut terdalam,
Oh ibuku, oh ibukku
Aku tahu air matamulah yang akan turun padaku,
Oh ibuku, oh ibuku ..

Jika saya terkutuk dari tubuh dan jiwa,
Aku tahu doa siapakah yang akan membuat aku tetap utuh,
Oh ibuku, oh ibuku.

Raden! Puisi ini selalu mengingatkanku, bahwa masa depan seorang anak, adalah kerja keras dari ibunya. Aku percaya, bahwa setiap cerita kesuksesan atau kegagalan yang kualami, de belakang semuanya, adalah cerita tentang perjuangan seorang ibu. Karena dari sititulah ceritaku pertama kali dibangun.

Raden, ada kisah lucu tentang Rosaku. Andai kamu mengenalnya. Setiap kali aku depresi karena cinta, ia selalu berpesan: "Butuh puluhan tahun, aku mendidik anaku menjadi seorang laki-laki, namun seorang wanita lain dapat mempermalukannya hanya dalam sepuluh menit". Ahahaha!

Radenku! Pasti kamu bertanya, siapa aku ini?

Suatu malam, aku bermimpi tentangmu. Kamu datang bersama anakmu yang terakhir (mungkin?), dan mengolesi kakiku dengan darah ayam. Sampai saat ini, mimpi itu masih kupertanyakan. Aku melihat wajahmu begitu jelas. Rambutmu yang disanggul namun tidak terlalu rapih. Kulitmu yang putih dengan garis muka yang amat kentara dan tegas. Namun di sela-sela garis itu, aku melihat kelembutan Raden-ku yang hilang enam tahun yang lalu.

Aku merindukanmu!

Dari seorang asing!

Petrus Pit Duka Karwayu

Kupang 03 Desember 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun